Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pemenuhan Rumah Rakyat adalah Tanggung Jawab Negara


Topswara.com -- Dilansir dari CNBCIndonesia (4/9/2023), harga rumah di Indonesia terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Kenaikan harga rumah itu turut diakui oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Dedy Syarif Usman.

Dedy mengatakan kekhawatiran akan kenaikan harga rumah itu memunculkan istilah Millenial Generation Homeless. Istilah yang merujuk pada fenomena anak muda tak mampu membeli rumah gara-gara harganya selangit.

Persoalan ketersediaan rumah terjangkau memang menjadi masalah krusial yang kini dihadapi generasi milenial. Untuk itu pemerintah diminta menyusun skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi yang makin menyasar kemampuan daya beli dan kebutuhan generasi milenial.

Akan tetapi, harga rumah yang makin tinggi dan makin sulit diakses sejatinya bukan hanya dirasakan pekerja milenial, melainkan masyarakat miskin secara umum juga ikut merasakannya.

Adanya upaya DPR yang mendorong pemerintah untuk terus mengembangkan berbagai skema pembiayaan khususnya KPR subsidi yang sesuai dan bisa diakses kalangan milenial.

Namun, ini hanyalah pencitraan. Seolah-olah DPR dan pemerintah amat memperhatikan kesulitan rakyatnya dalam menjamin pemenuhan kebutuhan rumah rakyat. Hanya saja, faktanya berbagai skema pembiayaan KPR subsidi yang selama ini telah dijalankan pemerintah tidak memberikan pengaruh signifikan kepada rakyat dalam hal kemudahan mengakses rumah tinggal.

Buktinya, jumlah penduduk yang membutuhkan rumah di Indonesia cukup banyak, tetapi tidak bisa mendapatkan rumah. Penyebab kesulitan tersebut, antara lain banyaknya persyaratan yang memberatkan atau menyulitkan rakyat yang membutuhkan tempat tinggal.

Contohnya, yang mengajukan permohonan membeli rumah subsidi harus memiliki NPWP dan SPT Pajak Penghasilan (PPh). Bagi rakyat miskin tentu hal ini menyulitkan. Penghasilan saja minim, bagaimana mungkin memikirkan harus punya NPWP dan membayar pajak penghasilan? Kalau ada salah satu syarat yang tidak terpenuhi, sudah pasti pengajuan untuk memperoleh rumah subsidi akan ditolak.

Selain itu, penggunaan diksi “subsidi” juga membuat orang tertipu. Banyak orang mengira subsidi itu bantuan yang langsung bisa diterima oleh rakyat pembeli rumah subsidi. Padahal, faktanya dana subsidi itu mengalirnya kepada operator, baik bank-bank maupun pengembang properti. Rakyat tetap saja harus membayar mahal harga rumah subsidi. Jadi sebenarnya menjadi jelas, pemerintah membantu siapa.

Apalagi, operator menjalankan bisnis bertujuan untuk mencari keuntungan materi. Selain itu dampak pembangunan perkotaan yang gencar dilakukan tanpa melihat efek nya pada masyarakat sehingga mengurangi lahan ruang hidup ini juga menjadi salah satu penyebab harga rumah mahal.

Itulah potret negara yang menerapkan sistem kapitalisme yang tidak memberi kemudahan akses memperoleh rumah tinggal. Konsep good governance telah membuat pemerintah abai mengurusi rakyatnya. Tata kelola perumahan rakyat yang harusnya menjadi tanggung jawab pemerintah, justru malah diserahkan kepada operator.

Peran pemerintah dalam konsep good governance adalah sebagai pelayan operator, bukan pelayan rakyat. Maka, kemudahan regulasi bisnis property pun diberikan pemerintah kepada operator sehingga rakyat tidak akan diberikan kemudahan dalam konsep ini. Jelas inilah konsep yang batil.

Sebaliknya, tidak demikian dengan konsep sahih Islam. Konsep Islam memberikan akses seluas-luasnya kepada seluruh masyarakat untuk memperoleh hunian yang layak dan syar’i tanpa syarat apa pun yang memberatkan.

Berbagai kemudahan, diberikan oleh pemerintah kepada rakyat sebagai pelaksanaan tanggung jawabnya memenuhi perintah syarak.

Islam menjadikan rumah sebagai salah satu kebutuhan pokok yang akan dipenuhi negara. Pembangunan negara juga diorientasikan untuk kepentingan rakyat. Islam memiliki sistem ekonomi yang mampu menjamin penyediaan rumah oleh negara.

Wallahu alam bishawab.


Oleh: Eva Lingga Jalal
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar