Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Paradoks Kebijakan Pekerja Migran


Topswara.com -- Tenaga kerja wanita (TKW), masih menjadi tumpuan para wanita Indonesia untuk mengubah nasib mereka. Ketika kebutuhan keluarga yang makin banyak, dan lapangan pekerjaan untuk para suami juga makin sulit, maka istri / ibu rumah tangga pun turun tangan untuk membantu ekonomi keluarga. 

Salah satunya dengan menjadi tenaga kerja wanita (TKW), tidak jarang mereka yang rela meninggalkan anak dan suaminya bertahun-tahun, dengan harapan bisa memperbaiki keadaan ekonomi. 

Komnas perempuan menemukan sejumlah Balai Latihan kerja luar negeri (BLKN) di Indonesia masih mengelola tempat penampungan dan pelatihan calon pekerja migran seperti layaknya rumah tahanan, di kutip dari VOA.Com (18/12/2023) Sulawesi Tengah, komisi nasional anti kekerasan terhadap perempuan (KOMNAS perempuan) mengatakan masih banyak balai latihan kerja luar negeri (BLKLN) swasta yang memiliki asrama penampungan calon pekerja migran Indonesia (CPMI) dengan kondisi yang jauh dari layak dan tidak manusiawi. 

Komisioner komnas perempuan Theresia Iswarini mengatakan, berdasarkan hasil pemantauan yang di lakukan pada 2022, para calon pekerja migran, terutama perempuan, kerap mendapat perlakuan tidak manusiawi dan merendahkan martabat di tempat-tempat penampungan tersebut. 

Di sisi lain, absennya upaya pencegahan dan antisipasi terhadap kekerasan, pelecehan, dan perundungan, menyebabkan korban tidak tahu harus melapor kemana, akibatnya, korban tidak mendapatkan penanganan dan pemulihan.

Lagi dan lagi, perempuan saat ini beralih fungsi, yang seharusnya menjadi seorang ibu rumah tangga dan pengatur urusan keluarga, kini banyak diantara para istri / ibu yang menjadi tulang punggung keluarga.

Mereka mencari nafkah sendiri, dan berjuang menghidupi dirinya dan keluarganya, tidak peduli dengan keselamatan jiwanya dan juga harus rela meninggalkan anak dan suaminya, demi memenuhi kebutuhan hidup. 

Semua itu seharusnya tidak di bebankan kepada perempuan, tetapi karena minimnya lapangan pekerjaan bagi laki-laki menyebabkan perempuan harus memikirkan bagaimana memenuhi kebutuhan ekonomi. 

Selain menjadi tulang punggung keluarga, perempuan juga dianggap sebagai devisa negara, karena sejumlah balai latihan kerja luar negeri memberangkatkan para tenaga kerja wanita berdasarkan pesanan dari calon majikan yang sudah menunggu dan di pastikan mereka akan mendapatkan keuntungan dari setiap calon tenaga kerja tersebut. 

Mereka di iming-imingi upah yang cukup, dan juga julukan pahlawan devisa, ini adalah kebijakan paradoks dalam sistem demokrasi kapitalisme, dimana pekerja migran di agung agungkan dan di manfaatkan. 

Juga Karena ketiadaan lapangan pekerjaan bagi laki-laki, mengakibatkan perempuan bermodalkan nekad untuk bekerja ke luar negeri, juga karena pengelolaan sumber daya alam berada di tangan swasta, sehingga rakyat sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang layak demi menghidupi keluarga, terutama laki-laki yang wajib menafkahi keluarga nya. 

Negara Islam Mengurus Rakyat

Islam menjamin kesejahteraan bagi rakyatnya, melalui berbagai mekanisme, termasuk menyediakan lapangan pekerjaan, yang layak bagi laki-laki sebagai kepala rumah tangga, yang mempunyai kewajiban untuk menafkahi, bukan di nafkahi. 

Maka peran laki-laki sebagai kepala rumah tangga dan penanggungjawab nafkah akan berfungsi dengan baik, sehingga perempuan sebagai istri menjalani fungsi nya sebagai ummu warabatul bait dan juga pengemban dakwah akan berjalan sebagaimana mestinya. 

Negara juga sebagai pelindung rakyat, dimana fungsi negara akan melindungi rakyat nya dari berbagai hal yang tidak seharusnya, baik itu laki-laki maupun perempuan. Tidak membawa penderitaan dan tidak berbuat zalim.

Wallahu'alam bishawab.


Oleh: Ade Siti Rohmah
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar