Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

ODGJ Miliki Hak Pilih, Bukti Absurdnya Sistem Demokrasi


Topswara.com -- Pemilu tidak lama akan digelar. Beragam persiapan ditetapkan. Termasuk penetapan regulasi terkait ODGJ yang berbeda dari kebijakan saat pemilu sebelumnya.

Kebijakan Standar Ganda Demokrasi

Pemilih disabilitas dengan gangguan mental atau orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) memiliki jaminan penuh dari KPU sebagai pihak yang mendapatkan hak pilih dalam Pemilu 2024 mendatang. Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari menyebutkan bahwa pemilu saat ini tidak ada kategorisasi bagi kondisi pemilih ODGJ (jawapos.com, 22/12/2023).

Sejak awal, pemilu memang tidak pernah memasukkan ODGJ sebagai pemilih aktif yang diikutsertakan dalam Pemilu berdasarkan Undang-Undang Pemilu. Dalam aturan tersebut ada enam syarat yang mengatur batasan-batasan pemilih. Salah satunya sedang tidak dalam gangguan jiwa. 

Pada pemilu 2019, aturan tersebut dinilai bertentangan dengan konstitusi. Ketetapan inilah yang menjadi dasar ditetapkannya ODGJ termasuk sebagai pemilih dalam pemilu 2024. Tentu saja, aturan tersebut menimbulkan polemik dan perbincangan publik.

Perubahan kebijakan yang dirancang dalam sistem demokrasi terlalu sering berubah-ubah. Dan semua perubahan ini tergantung pada kewenangan penguasa pemegang kebijakan dan kepentingan penguasa di balik pemilihan pemimpin. 

Aturan tentang ODGJ sebagai pemilih dalam pemilu, diduga kuat sebagai jalan yang dimanfaatkan pihak-pihak tertentu demi meraup perolehan suara yang besar. Tujuannya demi pemenangan pemilu. Sehingga kursi pemimpin mampu dengan mudah didapatkan.

Ketetapan tentang ODGJ yang diberi kesempatan memilih menunjukkan bahwa negara memiliki standar ganda dalam aturan pemilu. Hal tersebut tampak dalam kebijakan negara yang berkaitan dengan ODGJ dalam perkara lain. 

Misalnya beberapa kasus kriminilasasi ulama dan pelaku kebanyakan berasal dari ODGJ. Pelaku ODGJ dibebaskan dari hukum negara dan sama sekali tidak diberi sanksi. Negara mengakui adanya ketidakpahaman ODGJ atas segala konsekuensi perbuatannya. 

Justru hal ini tidak berlaku dalam regulasi pemilu saat ini. ODGJ dianggap sebagai kantong suara yang mampu mendongkrak perolehan suara saat pemilu.

Sistem demokrasi membuka pintu bagi para kapitalis untuk berbuat curang dan licik. Pihak yang memiliki modal besar otomatis memiliki kekuasan penuh menyetir aturan demi kepentingannya. Politisasi ODGJ dengan mudah diciptakan dalam sistem demokrasi. 

Alhasil, pemimpin yang lahir pun pemimpin yang lupa terhadap amanahnya yang utama. Mereka hanya mengutamakan keuntungan dan kepentingan pribadi dan segelintir golongannya. Sementara kepentingan rakyat dilalaikan dan dilupakan begitu saja.

Betapa buruknya sistem demokrasi. Konsep yang menghalalkan segala cara demi keserakahan penguasa. Aturannya yang batil hanya melahirkan kezaliman karena segala ketetapannya hanya berdasarkan hasil pemikiran manusia yang lemah.

Konsep Kepemimpinan dalam Islam

Pemimpin dalam sistem Islam adalah pemimpin yang mampu sepenuhnya menerapkan hukum syariat hingga mampu merefleksikan fungsi kepemimpinannya yang utama. Yakni melayani seluruh kepentingan rakyat. 

Rasulullah SAW. bersabda, 
"Pemimpin adalah ra'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab pada rakyatnya"  (HR. Ahmad, Bukhari).

Dalam hal pemilihan pemimpin, Islam memiliki syarat dan ketentuan yang berlaku sebagai standar baku sesuai syariat Islam. Salah satunya pemilih memiliki kemampuan berpikir sesuai standar Islam. Sehingga mampu mengindera kategori pemimpin yang layak atau tidak dalam melaksanakan kepemimpinannya. 

Politik dalam sistem Islam didasarkan pada akidah Islam yang hanif. Sehingga mampu menjamin terpilihnya pemimpin sesuai kriteria syariat Islam. Yakni penuh iman dan takwa, seorang mujtahid dan amanah mengurusi urusan seluruh rakyat. 

Sebagai cerminan keimanan dan ketakwaannya pada Allah Azza wa Jalla. Dalam sistem Islam, kekuasaan politik adalah salah satu jalan untuk menerapkan hukum syariat secara menyeluruh. Bukan untuk tujuan politik kekuasaan demi keserakahan atau kepentingan keuntungan pribadi. 

Jelaslah, regulasi ala politik Islam merupakan satu-satunya jalan menuju terpilihnya pemimpin yang mampu menjaga kepentingan umat secara utuh. Tidak ada pilihan lain.

Wallahu a'lam bisshawwab. 


Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar