Topswara.com -- Dipenghujung tahun, berbagai isu kian muncul ke permukaan. Salah satu yang terhangat ialah masalah Karhutla yang bakal menambah daftar deretan permasalahan negara.
Sekitar Januari - Agustus 2023, karhutla mencapai 267.935, hektare. Data Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ini pun menjadi angka yang melebihi data karhutla di tahun lalu.
Lagi-lagi masyarakat terkena dampak dari kebakaran hutan dan lahan, tak terkecuali anak dan perempuan. Pada juli 2023, kasus infeksi saluran pernapasan akut (Ispa) meningkat di daerah singkawang, juga di berbagai daerah lainnya.
Atas kejadian ini, aparat menetapkan ratusan orang menjadi tersangka.
Tragedi karhutla yang berulang ditiap tahunnya, tak membuat pemerintah sadar bahwa ada yang salah pada kebijakannya.
Pemerintah malah sibuk mencari simpati dari negara tetangga atas keberhasilan mereka menurunkan titik api karhutla. Semua ini demi meraih kepercayaan negara tetangga, sehingga program kerjasama pemerintah dengan negara tetangga dalam perhutanan berjalan lancar (Breakingnews, 30/11/2023).
Inilah yang dinamakan politik oligarki, di mana kebijakan negara pro pada para pemodal. Pemodal dapat bebas memesan apapun, meski pesanannya itu mengalih fokuskan negara dalam melindungi nyawa rakyat.
Alhasil, negara seakan tidak benar-benar serius meredam karhutla agar tidak kembali terjadi. Padahal jelas karhutla telah banyak membahayakan masyarakat hingga menimbulkan kematian.
Asap karhutla amatlah berbahaya bagi perempuan yang sedang mengandung.
Belum lagi kesulitan ekonomi yang disebabkan para kepala keluarga terkendala untuk pergi mencari nafkah tatkala asap karhutla menyerang wilayahnya. Mahalnya sarana kesehatan jadi penunjang memperparah kondisi mereka. Alhasil perempuan dan anak mengalami urgensi kesehatan.
Hal ini jua yang sesungguhnya bakal perlahan menghancurkan negara. Perempuan dan anak ialah aset berharga bagi negara. Jika politik oligarki terus diputar, maka perempuan dan anak bakal terus jadi korban.
Contohnya dampak dari karhutla ini.
Para generasi terkendala mencari ilmu. Berarti hal ini bisa jadi sebab generasi tidak berkembang dan negara akan minim miliki generasi yang berkualitas.
Demikian pula pentingnya perempuan bagi negara. Perempuan merupakan pencetak generasi. Tanpa perempuan penerus negara otomatis terputus. Maka, selayaknya negara mempertimbangkan pada konsekuensi ini.
Oleh: Gina Kusmiati
Aktivis Muslimah
0 Komentar