Topswara.com -- Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW. bersabda yang artinya, "Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya dan sebaik-sebaik kamu adalah orang yang paling baik kepada istrinya" (HR At-Tirmidzi).
Dalam hadis ini Rasulullah SAW. melekatkan kebaikan kepada istri dengan kesempurnaan iman seorang muslim. Hal ini menunjukkan perhatian besar Islam tentang hal tersebut.
Tidak heran, tidak ditemui kasus kekerasan suami kepada istri di masa penerapan Islam. Baik di masa kepemimpinan Rasulullah maupun para khalifah setelah beliau. Tidak pernah ditemui dalam literasi manapun, kasus suami menganiaya istri, atau adanya kekerasan kepada anak perempuan di masa penerapan Islam.
Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi perempuan di masa penerapan kapitalisme sekularisme sekarang. Kekerasan kepada perempuan kian marak. Baik kekerasan verbal, fisik, maupun seksual.
Saking maraknya kekerasan pada perempuan, beberapa negara menyelenggarakan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Kepada Perempuan. Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Kepada Perempuan adalah kampanye internasional untuk mendorong upaya-upaya penghapusan kekerasan kepada perempuan di seluruh dunia. Di Indonesia, kampanye ini diinisiasi oleh Komnas Perempuan sejak 2001 (komnasperempuan.go.id).
Kegiatan tahunan ini berlangsung dari tanggal 25 November yang merupakan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan hingga 10 Desember yang merupakan Hari HAM Internasional.
Rentang waktu ini dipilih dalam rangka menghubungkan secara simbolik antara kekerasan kepada perempuan dan HAM. Pemilihan waktu ini juga menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM.
Alih-alih berhenti, kasus kekerasan kepada perempuan dari tahun ke tahun tetap tinggi. Menurut Catahu Komnas Perempuan tahun 2023, pada 2022 ada 457.895 kasus kekerasan yang menimpa perempuan Indonesia.
Senada, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Antonius PS Wibowo mengatakan kepada kompas.com, diantara 338.496 kasus kekerasan, 4660 kasus adalah kekerasan seksual dan kampus menempati posisi puncak dengan 27 persen laporan (24/11/2023).
Memanusiakan Perempuan
Para perempuan saat ini hidup dalam naungan sistem hidup kapitalisme. Dalam kapitalisme, perempuan seringkali dianggap sebagai sebuah aset ekonomi yang sangat berharga. Bukan karena intelektualitasnya, perempuan justru digunakan sebagai pemanis dalam aktivitas ekonomi.
Tidak heran jika kita mendapati produk-produk yang tidak ada hubungannya dengan perempuan, justru diiklankan oleh perempuan dengan kosmetik tebal dan pakaian seadanya. Jika demikian, maka upaya-upaya pengehentian kekerasan kepada perempuan tentu mustahil dilakukan.
Penghargaan kepada perempuan dalam sistem kapitalisme sebatas pada tampilan fisik mereka. Buktinya, 'berpenampilan menarik' sering menjadi syarat lamaran kerja.
Selain itu, sistem perlindungan kepada perempuan dalam sistem kapitalisme memiliki banyak celah dalam proses pembuktiannya sehingga korban enggan melaporkan tindak kekerasan yang dialaminya.
Hukuman yang ada juga tidak mampu memberikan efek jera. Pada pasal 285 KUHP, pelaku pemerkosaan hanya dipenjara maksimal 12 tahun. Sedangkan pada pasal 290 KUHP, pelaku sodomi dijerat dengan penjara maksimal tujuh tahun.
Berbanding terbalik dengan kapitalisme, Islam justru memuliakan perempuan dengan cara khas yang berbeda dengan ideologi lainnya. Islam menempatkan perempuan sebagai kehormatan yang harus dijaga.
Saat menjadi istri dan anak, dia harus dicukupi nafkahnya dengan standar nafkah yang layak. Saat menjadi ibu, dia harus dihormati. Saking terhormatnya, Rasulullah pernah menyampaikan bahwa seorang ibu layak mendapatkan penghormatan tiga kali lebih banyak daripada ayah.
Dalam rangka mencegah dan menghentikan kekerasan, Islam juga telah menyiapkan seperangkat hukum dalam sistem pergaulan (nizham ijtima'iy) dan sistem sanksi (nizham 'uqubat). Dalam sistem pergaulan, Islam telah menentukan batasan aurat laki-laki dan perempuan.
Selain itu, Islam melarang segala bentuk interaksi yang mengandung seksualitas. Islam membatasi interaksi lawan jenis diperbolehkan dalam hal tolong-menolong, pendidikan, pembuktian hukum, dan kesehatan.
Islam juga menetapkan bahwa laki-laki yang keluarga (mahram) sekalipun harus meminta izin saat akan memasuki rumah keluarga perempuannya. Islam juga menetapkan larangan khalwat (berduaan dengan lawan jenis) dan ikhtilat (camput baur lawan jenis). Pelanggaran terhadap beberapa jenis batasan ini, bisa mendatangkan sanksi berupa ta'zir (ketetapan hukum yang jenis sanksinya ditentukan khalifah).
Tidak cukup sampai disitu. Pada kasus pelanggaran hukum berupa pelecehan atau pemerkosaan kepada perempuan, Islam telah menetapkan hukum yang sangat tegas. Pelaku pemerkosaan akan dikenai sanksi hudud berupa rajam bagi yang sudah pernah menikah, atau cambuk 100 kali bagi pelaku yang belum pernah menikah jika tidak disertai kekerasan.
Jika disertai kekerasan, maka jenis hukuman akan ditambah dengan ta'zir. Pada kasus kekerasan fisik tanpa disertai pelecehan seksual, akan diberlakukan ta'zir ataupun qishash. Pelaku akan mendapatkan hukuman yang serupa dengan perbuatan jahatnya kepada korban.
Beratnya persanksian dalam Islam menunjukkan bahwa kehormatan perempuan sangatlah dijaga. Negara wajib menjamin keamanan setiap warga negara, baik muslim maupun non muslim, laki-laki maupun perempuan. Beratnya persanksian ini juga membuat manusia berpikir ulang jika ingin melakukan kekerasan.
Dengan sistem hukum yang membuat jera, yang ditopang dengan sistem ekonomi, pergaulan, dan politik yang selaras, maka kekerasan kepada perempuan akan dapat dicegah. Sistem hukum seperti ini tidak akan kita peroleh ketika kita bertahan dengan kapitalisme sekularisme.
Sistem hukum yang membuat jera ini hanya akan kita dapatkan jika Islam dijadikan landasan dan kepemimpinan berpikir oleh negara. Negara inilah yang disebut khilafah. Allahu a'lam.
Oleh: Rania
Pegiat Dakwah
0 Komentar