Topswara.com -- Peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan 2023 (16 Days of Activism against Gender-Based Violence 2023) berlangsung mulai 25 November sampai 10 Desember 2023. Hari penting ini diperingati secara global termasuk di Indonesia.
Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP) 2023 merupakan sebuah kampanye yang diselenggarakan selama 16 hari, yang bertujuan untuk mencegah dan menghapus kekerasan terhadap anak-anak perempuan maupun perempuan dewasa. (tirto.id, 22/11/2023).
Faktanya Kekerasan terhadap Perempuan terus terjadi dan bahkan makin meningkat. Kasus pelecehan seksual yang dilakukan pemuka agama di Bima, Nusa Tenggara Barat baru-baru ini menambah daftar panjang kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh tokoh agama.
Konflik agraria yang terjadi di Rempang juga menjadikan perempuan dan anak-anak mengalami kekerasan dan kondisi tidak aman karena mereka harus kehilangan sekolah dan tempat tinggal mereka. Barangkali tidak hanya Rempang, konflik Wadas maupun kasus agraria di tempat lainnya juga menempatkan perempuan sebagai korban kekerasan dan perilakutidak menyenangkan yang dilakukan oleh aparat maupun pihak yang berkonflik.
Di luar negeri, kekerasan dan pembantaian luar biasa terjadi pada perempuan dan anak-anak di Palestina oleh agresor Israel. Kecaman demi kecaman mengalir dari jagad dunia internasional, namun langkah nyata mengentikan genosida tersebut seolah kelu.
Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa peringatan tersebut hanya seremonial belaka. Belum ada langkah tuntas yang menyentuh akar permasalahan perempuan sehingga benar-benar mengentaskan mereka dari kekerasan. Mengapa dikatakan demikian?
Karena realitas kekerasan masih terus terjadi dalam berbagai bentuknya mulai dari penggusuran, kekerasan seksual, KDRT maupun kekerasan terhadap buruh migran dan lain sebagainya.
Sudah banyak undang-undang yang diketok palu, juga serangkaian upaya pemberdayaan perempuan yang digagas digagas termasuk pemberdayaan ekonomi. Namun kenyataannya perempuan justru semakin jauh berkubang dalam kesulitan hidup dan jauh dari rasa aman. Maka butuh solusi lebih dari sekedar kampanye anti kekerasan.
Perempuan dan juga seluruh umat manusia yang ada saat ini, hidup dalam sistem buatan manusia yang disebut demokrasi. Cara pandang mereka adalah kapitalisme sekular yang memisahkan agama dari kehidupan, dimana kehidupan dunia dianggap sebagai sarana pemenuhan kebutuhan fisik manusia.
Keberadaan perempuan dalam pandangan kapitalis juga tidak luput dari pandangan oportunistik tersebut. Mereka dianggap memiliki daya tarik yang bisa membuat penjualan barang yang diproduksi meningkat. Maka produk fashion dan make-up banyak menyasar kaum wanita. Sekaligus mendorong mereka untuk terjun ke sektor publik dengan menonjolkan sisi feminitasnya.
Misalnya sebagai sales promotion girls, dunia hiburan, bahkan hampir seluruh lapangan pekerjaan yang ditujukan kepada kaum hawa disyaratkan harus berpenampilan menarik.
Akibatnya pandangan dalam masyarakat yang seharusnya dipenuhi suasana saling menolong dan saling menjaga kehormatan, bergeser menjadi menyentuh sisi feminitas dan maskulinitas. Saling membangkitkan ketertarikan kepada lawan jenis dianggap hal biasa. Berdua-duaan dengan lawan jenis lantaran hubungan kerja dianggap lumrah, saling membuka aurat, atau perempuan bekerja hingga larut malam seolah menjadi pemandangan biasa.
Akibatnya jaminan keamanan bagi kaum perempuan semakin menipis, mereka rawan mengalami pelecehan dan kekerasan seksual di lingkungan kerja maupun oleh orang terdekat.
Kondisi ini sangat jauh berbeda dengan cara pandang Islam. Perempuan adalah kehormatan yang harus dijaga oleh para suami dan mahrom mereka. Islam memuliakan kaum perempuan dengan tugasnya sebagai ibu dan pendidik generasi, bukan memempatkan mereka sebagai penggerak roda perekonomian.
Islam tidak mendorong kaum wanita terjun ke sektor publik melainkan karena keinginan mereka sendiri. Ketika mereka memilih terjun ke sektor publik, Islam mengaturnya dengan serangkaian syariat yang menjaga kaum perempuan.
Yaitu mewajibkan mereka menutup aurat dengan sempurna, melarang mereka berduaan dengan lawan jenis non mahrom, melarang mereka melakukan perjalanan lebih dari 24 jam tanpa didampingi mahramnya, hingga menindak tegas para pelaku pelecehan dengan hukuman cambuk, rajam maupun qishas. Semua ini akan mampu menjaga kaum perempuan berada dalam fungsi penciptaannya sebagai seorang hamba, juga menjaga kehormatannya.
Maka sejatinya, penerapan syariat Islam secara menyeluruhlah yang dapat mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Sekaligus mampu memberikan solusi secara menyeluruh terhadap persoalan perempuan hari ini.
Allahu a'lam
Oleh: Desi Dwi A., S.P.
Pengajar
0 Komentar