Topswara.com -- Tanpa regulasi yang tegas dan komprehensif, maka kuota BBM terutama solar dan LPG subsidi 3 kg hampir dapat dipastikan akan jebol. Sebab utamanya adalah tidak adanya pengaturan mengenai bagaimana subsidi agar tepat sasaran. Para pembuat kebijakan belum secara tegas mengatur siapa sebenarnya sasaran penerima subsidi BBM dan LPG 3 kg tersebut.
Selama ini subsidi BBM dilakukan secara terbuka. Artinya diberikan ke produk energi sehingga siapapun bisa mengakses BBM bersubsidi tersebut tanpa pembatasan yang jelas.
Menurut website Kementerian Keuangan (Kemenkeu) subsidi BBM secara kasat mata tidak tepat sasaran; subsidi BBM lebih dinikmati oleh kalangan masyarakat mampu dibanding dengan yang dinikmati oleh masyarakat tidak mampu. Subsidi BBM lebih banyak dinikmati oleh masyarakat yang melakukan konsumsi BBM lebih banyak, sementara masyarakat miskin atau tidak mampu bukan pada kelompok tersebut.
Siapa Yang Harus Membuat Regulasi ?
Siapa yang seharusnya membuat pengaturan agar subsidi BBM dan LPG 3 kg ini menjadi agar tepat sasaran? Tentu saja adalah pemerintah dalam hal ini Presiden dan Kementerian ESDM. Hal ini dikarenanakan subsidi BBM dan LPG 3 kilogram adalah amanat UU yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah.
Dalam UU nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas sudah secara tegas diatur dalam Pasal 28 ayat (2) Harga Bahan Bakar Minyak dan harga Gas Bumi Bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar. (3) Pelaksanaan kebijaksanaan harga sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak mengurangi tanggung jawab sosial Pemerintah terhadap golongan masyarakat tertentu. Dalam penjelasan Ayat (3) Pemerintah dapat memberikan bantuan khusus sebagai pengganti subsidi kepada konsumen tertentu untuk pemakaian jenis Bahan Bakar Minyak tertentu. Pemerintah menetapkan kebijakan harga Gas Bumi untuk keperluan rumah tangga dan pelanggan kecil serta pemakaian tertentu lainnya.
Pelaksanaan tanggung jawab pemerintah untuk memberikan subsidi kepada yang berhak yang disebut dengan “untuk keperluan rumah tangga dan pelanggan kecil serta pemakaian tertentu lainnya” sebagaimana penjelasan pasal 28 ayat 3 di atas, harus disertai dengan peraturan turunan yang komprehensif.
Apalagi sanksi atas pelanggaran terhadap subsidi ini telah diatur secara tegas dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 terseburt yakni dalam Pasal 55 Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak yang disubsidi Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).
Selain itu kewajiban pemerintah untuk melakukan pengaturan menyeluruh dan tegas telah menjadi amanat UU energi yakni Undang-Undang Republik Indonesja Nomor 30 Tahun 2007 Tentang Energi. Dalam Pasal 7 (1) Harga energi ditetapkarl berdasarkan nilai keekonomian berkeadilan. (2) Pemerintah dan pemerintah daerah menyediakan dana subsidi untuk kelompok masyarakat tidak mampu. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai harga energi dan dana subsidi, sebagairnana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur derigan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tidak hanya itu, taggung jawab pemerintah untuk optimalisasi penggunaan dana subsidi secara tepat sasara juga diatur dalam UU Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (APBN) setiap tahun. Sebagimana disebutkan dalam Nota Keuangan APBN 2023 bahwa Kebijakan energi terus diarahkan pada kedaulatan energi dengan mewujudkan kebijakan yang tepat dan terukur dengan dukungan subsidi yang semakin lebih tepat sasaran.
Dalam nota keuangan APBN tersebut dikatakan bahwa program Pengelolaan Subsidi Kebijakan program pengelolaan subsidi jangka menengah akan diarahkan untuk: (1) pelaksanaan transformasi subsidi energi lebih tepat sasaran dari subsidi berbasis komoditas menjadi subsidi berbasis penerima manfaat; (2) pengelolaan belanja subsidi (energi dan non-energi) secara lebih efisien dengan memperhatikan ketepatan sasaran penerimanya; (3) pengendalian anggaran subsidi; (4) penggunaan metode perhitungan subsidi yang didukung dengan perbaikan basis data yang transparan; dan (5) penataan ulang sistem penyaluran subsidi agar lebih akuntabel.
Bahkan Secara lebih tegas lagi dikatakan bahwa Dalam melaksanakan program pengelolaan subsidi energi, Pemerintah menghadapi berbagai tantangan, antara lain: (1) tingginya harga komoditas yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan subsidi energi; (2) LPG 3 Kg dan solar masih didistribusikan secara terbuka; (3) validitas data masyarakat yang berhak menerima subsidi belum akurat; dan (4) kebutuhan anggaran yang meningkat seiring dengan komitmen Pemerintah dalam memberikan dukungan kepada EBT.
Selanjutnya dikatakan bahwa untuk mengatasi tantangan tersebut, Pemerintah akan berupaya melakukan beberapa hal, yaitu (1) transformasi subsidi LPG tepat sasaran langsung kepada penerima manfaat yang lebih terdata menggunakan aplikasi digital
Peraturan Turunan Tak Kunjung Datang
Sampai saat ini pengaturan turunan yang mengatur secara komprehensif dan detail mengenai subsidi solar dan LPG 3 kilogram agar tepat sasaran belum berhasil dibuat oleh pemerintah. Mungkin ada berbagai kesulitan yang dialami terkait dengan indikator penerima, cara penerima mendapatkan subsidi dan bagaimana sanksi atas pelanggaran yang dilakukan.
Bagian terpenting yang diperlukan dalam pengaturan turunan adalah siapa sebenarnya kelompok sasaran penerima subsidi BBM dan LPG 3 kg, apakah mereka kelompok miskin, apakah mereka UMKM apakah mereka pengusaha angkutan dan seterusnya?. Lalu bagaimana membuat larangan keras kepada kelompok yang tidak berhak menerima subsidi agar jangan mengkonsumsi solar subsidi dan LPG 3 kg.
Berbagai peraturan telah dikeliuarkan oleh pemerintah terkait dengan pengaturan subsidi BBM, namun tudak menyentuh akar masalah yang dihadapi yakni bagaimana agar subsidi BBM tepat sasaran. Terakhir pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 117 Tahun 2021 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 Tentang Penyediaan, Pendistribusian Dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Menurut perpres di atas Presiden menugaskan Menteri ESDM untuk mengatur masalah ini sebagaimana dalam Pasal 21C yakni Menteri menyusun dan menetapkan peta jalan bahan bakar minyak yang bersih dan ramah lingkungan berdasarkan hasil rapat koordinasi yang dipimpin oleh menteri yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian.
Peraturan yang sedikit lebih maju adalah justru Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 Tentang Penyediaan, Pendistribusian Dan Harga Jual Eceran BBM. Dalam Menimbang : a. bahwa dengan mempertimbangkan perkembangan kebutuhan nasional atas Bahan Bakar Minyak dan dalam rangka pemberian subsidi yang lebih tepat sasaran kepada konsumen pengguna tertentu serta guna meningkatkan efisiensi penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, perlu menata kembali kebijakan mengenai penyediaan, pendistribusian, harga jual eceran dan konsumen pengguna jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu dan mengatur penyediaan, pendistribusian dan harga Bahan Bakar Minyak lainnya;
Peraturan Presiden tersebut menugaskan Badan Pengatur agar membuat mekanisme bagi penyaluran subsidi tepat sasaran sebagaimana disebutkan dalam Pasal 21 (2) Badan Pengatur melakukan pengaturan, pengawasan, dan verifikasi terhadap kelancaran dan ketepatan pelaksanaan pendistribusian bahan bakar minyak.
Namun sampai saat ini regulasi yang diperlukan yakni regulasi yang kuat, detail dan komprehensif untuk mengatur secara tegas siapa sasaran subsidi dan bagaimana mekanisme distribusi dan konsumsi BBM susidi dan LPG subsidi 3 kg agar sesuai sasaran, tidak kunjung dibuat oleh pemerintah dalam hal ini Menteri ESDM.
Memang ada Surat Keputusan BPH Migas No. 04/P3JBT/BPH MIGAS/KOM/2020 mengenai Pengendalian Penyaluran Jenis BBM Tertentu, baik kriteria kendaraan dan volume atau kuota hariannya, maka pihaknya bertahap memberlakukan QR penuh untuk solar subsidi. Akan tetapi belum cukup untuk mengendalikan subsidi dan sasaran subsidi yang jelas sebagaimana disebutkan dalam UU.
Sementara PT. Pertamina telah mengupayakan pengendalian solar subsidi dengan melakukan mekanisme penyaluran BBM bersubsidi lewat kode QR. Khususnya solar, Pertamina akan memberikan solar subsidi bagi para masyarakat yang sudah mendaftar dan lolos verifikasi. Namun apapun Langkah pertamina tanpa di dukung regulasi dan kebijakan pemerintah yang jelas dan kuat, maka pengendalian BBM dan LPG subsidi 3 kg akan sulit terlaksana secara optimal.[]
Salamuddin Daeng
Ketua Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia
0 Komentar