Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Masalah Serius Generasi Belia


Topswara.com -- Kehidupan saat ini makin memprihatinkan. Bunuh diri dianggap trendi. Korbannya tak pandang bulu. Bahkan perilaku berbahaya ini telah menyapa anak.

Beragam kabar bunuh diri kian marak bersliweran. Begitu dikuliti secara teknis. Tentu saja, berita-berita semacam ini tidak seharusnya menjadi konsumsi publik, terutama anak-anak, yang mau tak mau harus menelan mentah-mentah berita yang ada. 

Seperti yang terjadi di Pekalongan. Seorang anak nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri setelah dilarang bermain gadget oleh sang ibu (detik.com, 23/11/2023). Anak tersebut marah kemudian mengurung diri di kamar. Dikira sang ibu, anaknya tertidur. Namun, kenyataan berkata lain. Sang anak ditemukan telah terbujur kaku dengan leher yang telah terlilit kain panjang. Tragis.

Deputi bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Nahar, mencatat setidaknya ada 20 kasus bunuh diri yang menimpa anak sejak Januari 2023 (rri.co.id, 11/11/2023). Kebanyakan mereka bunuh diri karena depresi, atau dugaan perundungan. Demikian ungkap Nahar. 

Fakta yang hadir saat ini begitu mengerikan. Anak usia 10 tahun sudah mengenal depresi, dan bunuh diri. Kasusnya pun tak hanya satu atau dua kasus. Begitu banyak kasus yang ada. Tentu saja, masalah ini adalah masalah serius yang sesegera mungkin ditangani. 

Kondisi mental labil pada anak-anak dipermgaruhi berbagai hal. Salah satunya konten-konten di media sosial yang sangat mudah diperoleh setiap kalangan, tidak terkecuali anak-anak. Anak sangat mudah meniru segala sesuatu yang dilihat dan didengarnya. Kasus bunuh diri anak pun bisa jadi karena cara pandang anak dalam melihat setiap hal. 

Parahnya konten kekerasan di media sosial, tidak terkendali. Tidak ada kontrol dari negara. Setiap konten unfaedah dibiarkan saja tanpa ada peringatan, yang penting banyak viewersnya meskipun secara esensi tidak memberikan pendidikan yang benar kepada para penonton. 

Termasuk konten bunuh diri, yang memperlihatkan tentang tata caranya. Semua ini karena konsep kapitalisme yang diterapkan. Setiap kebijakan yang ada hanya disandarkan pada hitungan laba rugi. Dampak dan akibatnya sama sekali tidak diperhitungkan. Wajar saja, saat angka bunuh diri semakin meningkat.  

Di sisi lain, dalam kehidupan berkeluarga, semestinya setiap anak didampingi orang tua saat melihat gadget. Demi memenuhi rasa ingin tahunya yang begitu besar, orang tua harus memberikan arahan, mana yang boleh dan tidak. Mana perbuatan baik dan mana yang buruk. Karena anak-anak pada umumnya hanya bisa menirukan. Tanpa mengetahui resiko yang akan didapatnya. 

Namun faktanya, orang tua umumnya menganggap tontonan anak, biasa saja. Tanpa menaruh rasa curiga. Sehingga tidak meluangkan waktu untuk menemani anak. Alhasil, anak makin liar dengan segala rasa ingin tahunya. Inilah potret keluarga saat ini. Gadget disiapkan untuk anak-anak agar anak tidak rewel, tidak mengganggu aktivitas orang tua atau tujuan lain agar anak tetap diam di rumah. 

Hal ini dilakukan berulang-ulang hingga akhirnya anak-anak kecanduan gadget. Dan tidak mampu dikendalikan lagi. Metode ini menciptakan orang tua yang abai. Dan menyerahkan anaknya pada konten-konten rusak yang berbahaya. 

Semua ini karena konsep sekularisme yang telah merusak pemahaman. Aturan agama dijauhkan dari aturan kehidupan. Anak-anak yang seharusnya diemong orang tua, justru diserahkan kepada benda mati bernama HP. Sebetulnya, yang dibutuhkan anak-anak adalah bimbingan orang tuanya. Bukan yang lain. Orang tua pun semestinya memahami bahwa anak adalah titipan paling berharga yang harus dijaga. Sehingga tidak sembarangan memberikan benda-benda yang unfaedah padanya. 

Konsep sekularisme pun menciptakan pemahaman yang gagal menciptakan solusi. Solusi praktis sering dijadikan solusi akhir yang menutup masalah. Tidak sabar menghadapi fakta yang ada. Solusi pragmatis pun dipilih. Semua ini sebagai cerminan minimnya keimanan dan hubungan dengan Sang Khalik. Hingga akhirnya, mengakhiri masalah dengan cara mengakhiri kehidupan.

Negara seharusnya mampu membuka mata. Maraknya aksi bunuh diri yang menimpa anak, harus segera disolusikan. Sayangnya, negara seolah tidak peduli. Permasalahan yang ada dianggap bukan masalah serius. Setiap kehidupan individu dianggap sebagai masalah individu yang harus disolusikan secara mandiri. Regulasi yang ada pun tidak mampu optimal diterapkan. 

Negara tidak mampu maksimal mengendalikan konten-konten berbahaya yang membanjiri jagad maya. Negara pun tidak mampu menerapkan sistem sanksi yang menjerakan para content creator yang nakal. Akibatnya, anak-anak pun menjadi korban. 

Betapa rusaknya kehidupan dalam genggaman sistem yang rusak. Mau tak mau, sistem rusak ini harus segera dicampakkan. Kemudian menggantinya dengan sistem yang amanah mengurusi kehidupan umat. 

Sistem Islam Menjaga Mulianya Generasi

Islam menetapkan bahwa anak adalah amanah yang harus dijaga, dipelihara dengan baik. Orang tua wajib menanamkan akidah yang benar tentang konsep kehidupan kepada anak-anaknya sejak dini. Pola pendidikan yang berdasarkan syariat Islam serta bimbingan orang tua yang optimal, mampu membentuk pemikiran yang cerdas pada anak-anak. Cerdas secara ruhiyah dan duniawinya. 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

"Wahai anakku! Laksanakanlah sholat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting." (QS. Luqman: 17).

Pola asuh, pola tindakan dan pola pikir selalu disandarkan pada aturan syara' yang selalu diedukasikan secara kontinyu oleh keluarga, sekolah dan lingkungannya. Dari sinilah terbentuk pemahaman yang benar tentang hidup dan proses kehidupan. 

Negara pun memiliki tanggung jawab penuh pada pendidikan generasi, mulai usia dini hingga perguruan tinggi. Kurikulum pendidikan wajib disandarkan pada akidah Islam yang menjadi dasar utama setiap disiplin ilmu.

Hanya dengan sistem Islam-lah, konsep tersebut mampu diterapkan. Sistem Islam dalam wadah khilafah. Satu-satunya sistem yang menjaga mulianya generasi dari masa ke masa hingga mampu terwujud peradaban gemilang.

Wallahu 'alam.


Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar