Topswara.com -- Di akhir tahun 2023, dunia pendidikan dihantui oleh gelombang kasus bullying dan bahkan bunuh diri, yang menandai puncak dari berbagai masalah yang dihadapi oleh Generasi Z. Beberapa aspek mulai dari keluarga, sistem pendidikan, bahkan negara tak terluput untuk di evaluasi yang berkemungkinan besar membawa pemicu bagi fenomena tragis ini.
Data Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Polri mencatat bahwa sepanjang Januari hingga 18 Oktober 2023, terjadi 971 kasus bunuh diri di Indonesia, melebihi jumlah kasus sepanjang tahun 2022 yang mencapai 900 (databoks.katadata.id, 18/10/2023). Kasus-kasus tersebut juga menyoroti prevalensi bunuh diri di kalangan mahasiswa.
Beberapa insiden menggemparkan terkait ini sebagaimana mahasiswa yang bunuh diri dengan melompat dari lantai 4 pada 24 Januari 2023 (detik.com), ditemukannya mahasiswa tak bernyawa di kamar kos di Jambi pada 2 Maret 2023 (news.okezone.com) , dan kasus bunuh diri seorang mahasiswa di Mal Paragon Semarang pada 10 Oktober 2023 (cnnindonesia.com).
Beberapa kasus bunuh diri tersebut menunjukkan kompleksitas masalah ini. Beberapa korban diketahui menghadapi gangguan psikologis, masalah keuangan, juga tekanan akademik.
Bahkan dalam sebuah studi pada tahun 2022, Dr. Sandersan Onnie, seorang peneliti dan merupakan mahasiswa pasca-doktoral di Black Dog Instute Australian mengungkapkan bahwa angka bunuh diri sebenarnya mungkin lebih tinggi dari yang terlapor karena masalah dalam alur pendataan (bbc.com).
Dalam konteks ini, penting untuk mendalami alasan di balik tren bunuh diri yang terjadi. Sejatinya, rusaknya sistem kehidupan saat ini ialah akar masalahnya. Semakin banyak pemuda yang bunuh diri sebenarnya menggambarkan keadaan generasi saat ini. Untuk menyelesaikan masalah, mereka berpikir bahwa mereka dapat melepaskan semua beban psikologis dan masalah mereka dengan bunuh diri.
Faktor utamanya adalah penerapan sistem kapitalisme sekularisme. Tatanan ini menjadikan generasi mengelu-elukan kebebasan dan memandang kebahagiaan dari sisi materi semata.
Bahkan sistem ini memberi peluang bergesernya fungsi real tiga pilar pembentuk generasi. Dimulai dengan situasi keluarga yang rusak, tanpa kehadiran ayah atau ibu, lalu melahirkan seorang individu yang mengalami gangguan mental.
Selanjutnya, terkait kurikulum pendidikan yang berlaku saat ini adalah kurikulum sekuler yang sangat minim bahkan justru menjauhkan seseorang dari pemahaman akan aturan konprehensive Zat Yang Maha Mengatur Allah SWT. Aturan halal-haram tidak lagi mengontrol perilaku mereka. Individualisme nan kapitalistik-lah yang mendominasi dalam terbentuknya pola masyarakat.
Disamping itu, nihilnya peran negara untuk mengontrol dan mengawasi kualitas informasi yang menyebar menjadikan banyaknya gambar yang tidak pantas baik dari film maupun video tentang bunuh diri dan masalah kesehatan mental.
Tidak jarang, generasi muda meniru gaya hidup sekuler liberal melalui tayangan tersebut tanpa filter. Di sinilah peran negara terkesan lemah untuk sekadar bersikap tegas terhadap film atau tayangan bernuansa sekuler liberal.
Dapat disimpulkan bahwa masalah bunuh diri adalah masalah sistemis, maka penyelesaiannya harus dilakukan secara sistemis pula. Islam menawarkan solusi untuk menghentikan fenomena bunuh diri ditengah generasi.
Pertama, generasi harus dididik akan akidah Islam sejak kecil. Dengan menanamkan akidah yang kuat, setiap anak akan memahami tujuan hidupnya sebagai hamba Allah Taala, yaitu beribadah dengan menaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Prinsip ini harus dipahami oleh seluruh keluarga muslim karena orang tua adalah guru pertama anak-anaknya. Negara juga akan mewadahi pembinaan bagi orang tua untuk melakukan tugas pendidikan dan pengasuhan sesuai dengan aqidah Islam.
Kedua, pendidikan yang berbasis akidah Islam. Kurikulum pendidikan Islam memiliki kemampuan untuk menghasilkan siswa yang kuat iman, kuat mental, dan cerdas akal, seperti yang ditunjukkan oleh sejarah Islam. Negara akan memfasilitasi pendidikan yang bertujuan untuk membangun syakhsiyah Islam. Dengan demikian, mereka akan memiliki bekal untuk menjalani kehidupan dan menyelesaikan masalah dengan cara Islam.
Ketiga, negara dalam Islam akan memastikan bahwa rakyatnya hidup dengan aman. Negara yang menerapkan arturan Islam secara kaffah ini disebut dengan khilafah, dengan dorongan iman para penguasa akan bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap individu.
Khilafah akan menetapkan kebijakan ekonomi yang akan memungkinkan banyak tenaga kerja laki-laki bekerja. Hal ini akan menjadikan peran ayah dan ibu dalam keluarga dapat diimbangi dengan pemenuhan kebutuhan pokok yang dijamin oleh negara.
Oleh karenanya, sistem Islam kaffah yang sempurna akan menghasilkan individu yang bertakwa, lingkungan masyarakat yang gemar melakukan amar makruf nahi munikar, dan negara yang benar-benar menangani semua kebutuhan rakyatnya dengan kesadarannya akan amanah kepemimpinan yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah.
Dengan demikian, masalah bunuh diri yang terjadi akan terselesaikan dan tatanan kehidupan manusia akan kembali pada fitrah penciptaannya saat Islam diterapkan ditengah kehidupan.
Wallahua’lam bissawwab.
Oleh: Agustin Pratiwi
Aktivis Muslimah
0 Komentar