Topswara.com -- Pada tanggal 25/11/2023 sampai dengan 10/12/2023 akan diadakan agenda 16 Hari anti kekerasan terhadap perempuan yaitu Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence).
Adapun agenda ini merupakan kampanye internasional untuk mendorong upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. Komnas Perempuan sebagai institusi nasional hak asasi manusia di Indonesia, menjadi inisiator kegiatan ini di Indonesia.
Aktivitas ini pertama kalinya digagas Women’s Global Leadership Institute tahun 1991 yang disponsori juga oleh Center for Women’s Global Leadership. Dipilihnya rentang waktu tersebut adalah dalam rangka menghubungkan secara simbolik antara kekerasan terhadap perempuan dan HAM, serta menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM. (komnasperempuan.go.id)
Kampanye terhadap anti kekerasan terhadap perempuan bukan hanya di tahun 2023 saja namun sudah dimulai sejak tahun 1991. Di Indonesia sendiri keterlibatan Komnas Perempuan dalam kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) telah dimulai sejak tahun 2001.
Sudah lebih dari 20 tahun kampanye anti kekerasan pada perempuan terus berlangsung, namun pertanyaannya apakah kasus kekerasan pada perempuan semakin turun? Atau bahkan hilang?
Sebaliknya, justru terjadi peningkatan angka kasus kekerasan pada perempuan. Sebagaimana Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengungkapkan ada peningkatan laporan kasus kekerasan dari kanal Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA).
Hotline SAPA 129 pada tahun 2021 mencatat 1.010 aduan kasus kekerasan terhadap perempuan. Kemudian tahun 2022 terjadi kenaikan aduan yang signifikan, yakni menjadi 2.346 kasus. Pada tahun 2023, bulan Januari-Juli sudah diterima aduan sebanyak 949 kasus, sebagaimana yang dijelaskan oleh Sekretaris Kementerian, Pribudiarta Nur Sitepu.
Maka hal ini jelas, bahwa kampanye peringatan hari anti kekerasan terhadap perempuan tidak berdampak sedikitpun kepada aktivitas masyarakat. Jika kita perhatikan lebih dalam, permasalahan mengenai kekerasan terhadap perempuan bukan hanya permasalahan dalam sisi individu atau seseorang yang melakukan kekerasan kepada perempuan.
Akan tetapi negara juga memiliki peran untuk menghilangkan kekerasan terhadap perempuan. Namun pada kenyataannya kapitalis hari ini hanya menjadikan Negara sebagai alat untuk membuat sarana dan sarana yang menguntungkan orang atau pihak-pihak korporasi.
Bahkan faktanya dalam kebebasan yang digaungkan oleh kapitalis, malah menjadikan perempuan sebagai objek eksploitasi, kesetaran gender antara perempuan dan laki-laki menuntut para perempuan untuk bekerja di luar rumah, meninggalkan peran pentingnya sebagai ummu warabbatul bait dan juga madrasatul ula bagi putra dan putrinya.
Kampanye 16 hari anti kekerasan kepada perempuan jelaslah bukan sebuah solusi dalam hal permasalahan kekerasan kepada perempuan yang terjadi baik di Indonesia maupun di seluruh dunia, kita membutuhkan yang lebih dari pada sebuah kampanye atau hanya sekedar memperengati hari anti kekerasan pada perempuan.
Kita sebagai perempuan membutuhkan solusi tuntas yang mampu menjaga dan mensejahterakan perempuan. Maka satu–satunya harapan adalah dengan Islam, yang dimaksudkan bukan hnaya sebagai agama spiritual saja, namun juga sebuah sistem yang lahir dari aturan-aturan hidup sempurna yang diturunkan oleh Allah SWT.
Islam menetapkan berbagai hukum untuk manusia dalam sifatnya sebagai manusia yang mana di sana ditetapkan hukum-hukum khusus sesuai dengan jenisnya, laki-laki dan perempuan.
Aturan Islam menetapkan negara sebagai pelindung umat, yang wajib melindungi ummat sebagaimana hadits rasul Dari Abu Hurairah radhiyallâhu ’anhu. bahwa Nabi Muhammad –sallallahu alaihi wasallam– bersabda,
”Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR Muttafaqun ’Alayh).
Hadis ini dijadikan sebagai salah satu qarînah (indikasi) dalil wajibnya mengangkat khalifah, sekaligus menjelaskan urgensi kedudukan khalifah.
Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam kitab Ajhizat Dawlat al-Khilâfah bahwa di antara kandungan hadist di dalamnya terdapat penyifatan terhadap khalifah bahwa ia adalah junnah (perisai), yakni wiqâyah (pelindung).
Maka dari itu khilafah nantinya akan menjamin penjagaan terhadap seluruh masyarakat terlebih lagi kepada perempuan, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh para khalifah mada masa kepemimpinan Islam.
Wallahu a’lam bish shawab.
Oleh: Zayyin Afifah, A.Md., S.Ak.
Pengajar dan Aktivis Dakwah
0 Komentar