Topswara.com -- Pada beberapa daerah, harga sejumlah komoditas pangan terpantau mengalami kenaikan. Harga pangan yang naik adalah beras premium, bawang merah, bawah putih, cabai rawit merah, daging sapi murni, telur ayam, dan gula konsumsi.
Harga eceran tertinggi (HET) beras kualitas medium yang dipatok pemerintah Rp 10.900 per kg tapi beras medium dijual Rp 13.000 per kg. Bawang merah dijual di angka Rp 35.000 per kg. Kemudian, kenaikan cabai bahkan telah melebihi 100 persen.
Begitupun harga bawang putih yang berada di angka 41.000 per kg. Di pasar tradisional, harga daging ayam berkisar Rp 41.000-42.000 per kg. Dan diikuti dengan telur ayam yang dijual sekitar Rp 28.000 per kg. Ada juga gula pasir yang mengalami kenaikan selama sepanjang sejarah Indonesia berdiri yakni Rp 16.000-16.500 per kilo.
Menurut catatan Badan Pangan Nasional (Bapanas), ada 9 komoditas pangan yang harganya terpantau masih terus bergerak naik di lebih dari 10 persen dari acuan yang telah ditentukan oleh pemerintah.
Sementara itu, sistem pemantauan pasar dan kebutuhan pokok Kementerian perdagangan (Kemendag) menunjukkan, sejumlah harga bahan pangan pokok bahkan sudah mengalami kenaikan 90 persen lebih.
Beberapa masyarakat tampak mengeluh akibat kenaikan harga beberapa komoditas pangan ini. Mereka mengaku uang yang dialokasikan untuk kebutuhan pangan atau belanja bulanan tidak cukup sehingga harus mengambil dari alokasi dana lainnya.
Kenaikan bahan pangan ini membuat banyak masyarakat cukup terbebani pasalnya pada moment Natal dan Tahun Baru biasanya harga pangan akan meningkat lagi beriringan dengan meningkatnya permintaan.
Bahan-bahan pangan yang mahal karna mengalami kenaikan ini telah menunjukkan bahwa negara gagal dalam menjamin kebutuhan pangan yang murah dan terjangkau untuk masyarakat.
Persoalan apapun yang dihadapi negara seharusnya tidak menjadikan alasan bagi negara untuk tetap melakukan berbagai macam upaya dalam mengantisipasi kenaikan harga bahan pangan.
Negara seharusnya mampu mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan dengan berbagai cara sehingga Masyarakat selalu terpenuhi kebutuhan akan bahan pangan dengan mudah dan terjangkau.
Namun hal demikian mustahil terwujud dalam sistem kapitalis sekuler hari ini. Karakter kapitalisme memberikan kebebasan mutlak bagi setiap individu untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya.
Maka hal ini menjadikan peluang bagi tindak kecurangan, mafia kartel, pembiaran pada pelanggaran hak kepemilikan umum, hingga ketidak-adanya sanksi yang tegas pada pelaku kejahatan di sektor agraria dan pangan dalam negeri.
Hal ini tentu berbanding terbalik dengan Islam. Islam memposisikan penguasa sebagaai ra’in yang wajib mengurus urusan rakyat dan memenuhi kebutuhannya. Negara harus melakukan segenap cara untuk mewujudkan hal itu. Dan Islam memiliki berbagai mekanisme untuk menjaga kestabilan harga pangan di Tengah umat.
Pada dasarnya, dalam islam segala sesuatu yang berada di dunia dan muka bumi ini adalah mutlak milik Allah SWT. Sementara manusia hanyalah pihak yang diberi amanah oleh Allah SWT untuk mengelola dan memanfaatkan harta tersebut sesuai dengan aturan syariat islam. Sistem ekonomi dalam Islam disusun atas tiga buah asas, salah satunya adalah kepemilikan (milkiyah).
Menurut Islam, kepemilikan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu kepemilikan individu, umum dan negara. Dalam kepemilikan individu, barang-barang yang boleh dimiliki adalah barang yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak. Seperti rumah, uang dan kendaraan. Sementara kepemilikan umum adalah barang yang dibutuhkan dan menguasai hajat hidup orang banyak. Contohnya adalah barang tambang dan hasil hutan.
Dalam hal ini Rasulullah bersabda:
“Kaun Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (Hr. Abu Dawud dan Ahmad).
Dalam kepemilikan umum, negara boleh mengelola dan mengatur pemanfaatan nya akan tetapi hasilnya tetap harus dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk fasilitas umum seperti pembangunan jalan, jembatan, sekolah serta rumah sakit. Barang-barang yang masuk kedalam kategori kepemilikan umum ini tidak boleh diserahkan sepenuhnya kepada individu, swasta ataupun golongan tertentu dalam pengelolaannya. .
Kemudian yang ketiga adalah kepemilikan negara. Contoh kepemilikan negara adalah zakat, pajak dari kafir zimmi, pajak dari tanah taklukan, ghanimah, harta orang murtad serta harta orang yang tidak punya ahli waris.
Berdasarkan hal ini, seharusnya kita harus semakin menyadari bahwa segala problematika umat yang terjadi hari ini adalah akibat penerapan sistem kapitalisme yang rusak. Hingga menyebabkan hilangnya perlindungan dari negara dan menciptakan kezaliman terhadap rakyat.
Tanpa syariah Islam, kondisi seperti ini akan terus terjadi. Maka, patut kita bersegera melakukan perubahan pemikiran dan penerapan sistem kehidupan, kembali pada aturan Allah yang sempurna yang akan melahirkan rahmat dan kemuliaan bagi manusia dan seluruh alam.
Nabilah R 'Aisy
Aktivis Muslimah
0 Komentar