Topswara.com -- Kampanye Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) kembali dikumandangkan. Kampanye ini diadakan untuk memperingati 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan yang berlangsung pada 25 November - 10 Desember 2023.
Hari penting ini diperingati secara global termasuk di Indonesia. Gerakan HAKTP bertujuan untuk mencegah dan menghapus kekerasan terhadap anak-anak perempuan maupun perempuan dewasa. (tirto.id/23/11/2023).
Namun, selama 16 hari peringatan tersebut apakah benar-benar dapat menolong kaum perempuan dari tindak kekerasan yang ada, atau hanya sekedar seremonial saja?
Kasus Meningkat, Seremonial Berulang
Secara umum Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat laporan kekerasan terhadap perempuan mengalami peningkatan sejak disahkannya Undang-Undang (UU) Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Data Komnas Perempuan selama 21 tahun Catatan Tahunan (Catahu) diterbitkan, kekerasan terhadap perempuan khususnya di ranah privat terus mengalami peningkatan. Khususnya pada Kekerasan Terhadap Istri (KTI) yang disebut menjadi laporan paling banyak dalam kurun waktu 21 tahun terakhir.
Dari 2,5 juta kekerasan berbasis gender yang diterima selama 21 tahun, 484.993 di antaranya adalah kekerasan terhadap istri. Ranah privat lainnya menempati posisi kedua yaitu Kekerasan Dalam Pacaran (KDP) yang mencapai 26.629 kasus. (kompas.com/20/6/2023).
Sangat miris, kasus kekerasan lebih banyak dialami perempuan. Seperti kekerasan seksual, kekerasan fisik dalam rumah tangga. Adapun pemicu kekerasan, misalnya tayangan/konten porno di media sosial memicu terjadinya pelecehan seksual.
Fakta lain perempuan bekerja menjadi tulang punggung keluarga karena kondisi ekonomi alhasil memaksa perempuan keluar rumah bahkan tanpa menutup aurat sehingga mudah digoda oleh laki-laki lain. Pun memicu terjadinya pelecehan, perselingkuhan sehingga tak jarang hubungan keluarga dalam rumah tangga menjadi rusak, dan lain sebagainya.
Alhasil hari anti kekerasan bukan solusi mengurangi penderitaan perempuan justru masalahnya kian bertambah parah.
Betapa rusaknya tatanan sosial masyarakat hari ini dalam sistem kapitalisme yang menjadikan perempuan sebagai alat komoditi. Dimana-mana perempuan dieksploitasi, dengan begitu akan dapat membawa keuntungan. Perannya sebagai ibu di rumah sangat minim, memilih lebih baik bekerja di luar. Dengan begitu perempuan sama derajatnya dengan laki-laki yaitu sama-sama bekerja.
Karenanya, apa yang diserukan oleh HAKTP yang hanya berlangsung 16 hari tidak akan cukup atasi problem perempuan. Kampanye tersebut bukanlah solusi tepat karena faktanya solusi tersebut tidak menyasar kepada akar masalahnya. Bahkan nyatanya selama ini kampanye yang digaungkan sama sekali tidak ada hubungannya dengan nasib perempuan hari ini.
Padahal permasalahannya sangatlah kompleks tidak hanya berupa kekerasan semata. Masalah lain seperti pendidikan, kemiskinan, ekonomi, politik, sosial, budaya, dan keamanan masih melingkupi kaum perempuan.
Mirisnya lagi negara seolah tidak peduli dengan nasib perempuan. Bahayanya lagi perempuan lebih banyak diarahkan oleh pegiat gender agar perempuan mampu atasi masalahnya secara mandiri tanpa harus melibatkan negara. Ini seperti berada dalam lingkaran syaitan.
Masalah perempuan dan anak muncul sebagai akibat dari penerapan sistem Kapitalis sekular yang hanya mementingkan kehidupan dunia tanpa campur tangan agama sedikitpun. Akibatnya perempuan tidak memahami arti menjalani hidup yang hakiki dan untuk apa ia diciptakan di dunia.
Sistem kapitalisme membuat perempuan semakin menderita. Lebih jauh lagi, tidak ingin perempuan menjalani sesuai perannya memenuhi hak dan kewajibannya.
Perempuan dijadikan obyek kapitalisasi dengan membentuk perempuan hebat menurut pandangan Kapitalis namun sayangnya ketika perempuan didera masalah, kapitalis tidak mampu atasi penderitaan yang dialaminya baik di wilayah privasi naupun publik.
Apalagi dalih atas nama Hak Asasi Manusia (HAM) tidak mampu melindungi mereka sama sekali. Justru, Kapitalis berlindung di balik HAM ini. Benar-benar keji. Alhasil perempuan hingga hari ini nasibnya sama seperti hari kemarin.
Islam Kaffah Solusi Tepat
Maka Islam datang ditengah manusia untuk meluruskan pemahaman yang salah. Islam memandang perempuan adalah makhluk Allah SWT yang harus dilindungi, dijaga kehormatannya, dan dimuliakan. Perempuan adalah ibu yang akan melahirkan generasi berikutnya.
Jika ibunya rusak maka generasi pun akan ikut rusak. Sebab itulah ibu adalah pendidik pertama bagi anak-anaknya. Sehingga akidah dan shakshiyahnya benar-benar harus dijaga. Islam tidak akan membiarkan siapapun melecehkannya dan menodai kehormatannya.
Jika hal ini terjadi, Islam akan memberi saksi keras bagi pelaku yang berusaha merusak kehormatannya apalagi membuatnya menderita. Untuk itulah Islam memiliki aturan-aturan yg dapat mencegah terjadinya kekerasan dan solusi menyelesaikan persoalan Perempuan hari ini.
Selain perempuan dijaga dan dijamin, Islam memberi hak dan kewajiban padanya agar terlindungi dari berbagai fitnah. Seperti halnya perempuan berhak untuk mengenyam pendidikan, bergaul, berbisnis, tanpa mengesampingkan aturan lainnya seperti kewajiban sebagai anak atau ibu yang mengatur rumah tangganya.
Selain itu kewajiban menutup auratnya di hadapan lelaki asing (non mahram). Tidak mewajibkan perempuan untuk bekerja kecuali dengan izin bapaknya atau suaminya. Namun tidak memaksanya untuk bekerja keras seperti halnya laki-laki. Adapun larangan bagi perempuan yang keluar rumah tanpa ditemani mahramnya.
Dalam hal derajatnya sebagai manusia di hadapan Allah SWT, adalah sama. Namun yang membedakannya adalah dari sisi ketakwaanNya. Tidak ada yang lebih unggul kecuali meraih ketakwaan disisi Allah SWT.
Karena itulah laki-laki dan perempuan hanya diberi predikat yang pantas dari Allah SWT dengan berlomba-lomba di dunianya meraih takwa dengan menaati segala perintah dan laranganNya.
Namun jika ada perbedaan peran maka hal itu sudah ditetapkan Allah SWT sesuai dengan fitrahnya sebagai laki-laki dan perempuan. Karena itu Islam mencegah sejak dini kala muncul sikap pembangkangan perempuan terhadap laki-laki karena Islam sudah mengaturnya dengan jelas dan rinci.
Namun semua permasalahan baik laki-laki maupun perempuan dapat dicegah oleh negara sebagai pelaksana hukum syariat. Negara sebagai penjamin terjaganya kehormatan keduanya sebab itulah peran negara sangat dibutuhkan untuk keseimbangan peran laki-laki dan perempuan dalam menjalankan hak dan kewajibannya masing-masing.
Termasuk menerapkan aturan pergaulan dengan rinci. Menutup akses media/konten yang dapat memicu bangkitnya naluri seksual dan memberi sanksi tegas setiap pemicu munculnya tindak kekerasan terhadap perempuan.
Mahkamah mazalim akan menentukan sanksi jera bagi pelaku sesuai tindak kejahatannya. Bagi pezina ghairu muhson (belum menikah) dihukum cambuk 100 kali. Jika pelakunya sudah menikah akan dirajam hingga mati termasuk pelaku homo. Dengan penerapan Islam kaffah akan dapat dicegah semua tindak kejahatan pada perempuan.
Indonesia yang penduduknya mayoritas muslim sudah seharusnya menjadikan Islam kaffah sebagai solusi permasalahan tindak kekerasan pada perempuan. Pun dengan muslim di dunia. Niscaya perempuan di dunia akan sejahtera karena perempuan dijaga dan dijamin negara. Begitulah kesempurnaan Islam yang tidak tertandingi oleh aturan manapun di dunia ini.
Wallahu a'lam bisshawab.
Oleh: Punky Purboyowati
Aktivis Muslimah
0 Komentar