Topswara.com -- Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP) diperingati di seluruh dunia setiap tanggal 25 November. Dan tahun 2023 ini sudah memasuki peringatan yang ke 32 kalinya. Kegiatan ini pertama kali digagas oleh Women's Global Leadership Institute pada tahun 1991, dan disponsori oleh Center for Women's Global Leadership.
Gerakan ini dianggap penting karena bertujuan membangun pemahaman tentang kekerasan berbasis gender, serta momentum untuk merajut solidaritas sesama wanita di seluruh dunia dengan mengampanyekan identitas mereka sebagai korban kekerasan dalam beragam isu. (Fajar.co.id, 28 November 2023)
Kegiatan kampanye ini dimulai tanggal 25 November hingga 10 Desember. Diselaraskan dengan beberapa hari penting lainnya, di antaranya Hari AIDS Sedunia dan Hari Hak Asasi Manusia (HAM).
Patriarki Biang Masalah?
Seperti diketahui bahwa kekerasan terhadap perempuan setiap tahun justru semakin menunjukkan peningkatan kasus. Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA), selama periode 1 Januari-27 September 2023 sudah ada 19.593 kasus kekerasan yang tercatat di seluruh wilayah Indonesia. Dan dari keseluruhan kasus tersebut, 17.347 orang korban adalah perempuan.
Dari angka tersebut di atas korban paling banyak berasal dari kelompok usia 13-17 tahun, sebanyak 7.451 orang. Disusul kelompok usia 25-44 tahun, 6-12 tahun, 18-24 tahun, dan usia 0-5 tahun. Adapun kasus kekerasan tertinggi adalah kekerasan seksual, sebanyak 8.585 kasus, kekerasan fisik 6.621 kasus, dan kekerasan psikis 6.068 kasus.
Data ini adalah data yang dilaporkan dan tercatat. Sementara mungkin saja kasus-kasus kekerasan yang tidak dilaporkan karena berbagai faktor, angkanya lebih banyak. Sebab, tidak semua korban atau keluarganya, juga anggota masyarakat berani dan mau untuk melapor. Masih banyak yang enggan mendatangi polisi ataupun aparat pemerintah di tempat tinggalnya karena malu ataupun takut.
Belum lama ini masih segar di ingatan kita kasus penganiayaan yang melibatkan anak salah satu artis senior terhadap pacarnya. Ada pula anak anggota DPR yang menganiaya pacarnya hingga tewas. Kedua korban adalah perempuan. Pertanyaannya, mengapa sering kali kaum wanita yang menjadi korban?
Dalam pandangan masyarakat umumnya, termasuk di negeri ini, kaum pria berada pada posisi yang lebih tinggi dari perempuan. Sehingga pria berhak bersikap lebih dominan dibanding perempuan baik di ranah domestik maupun publik. Dalam konsep sosial budaya ini disebut patriarki.
Konsep inilah yang oleh para feminis dituduh menjadi biang kerok kekerasan terhadap perempuan. Mereka menganggap perundungan kaum wanita karena diskriminasi gender. Konsep patriarki mengakibatkan perempuan berada pada level subordinat (rendah).
Sehingga posisi wanita harus selalu melayani kehendak pasangannya, baik suami istri maupun hubungan pacaran. Bila keinginan seorang laki-laki tidak dipenuhi istri/pacarnya, maka si wanita bisa saja mendapatkan kekerasan baik fisik maupun psikis/verbal.
Bahkan tidak jarang terjadi kasus kekerasan seksual oleh orang dekat yang dikenal ataupun keluarga sendiri yang notabenenya bukan pasangan. Dan biasanya kasus seperti inilah yang kerap disembunyikan korban hingga bertahun-tahun lamanya.
Kampanye Saja Tidak Cukup
Namun apakah aktivitas kampanye yang telah dilakukan berulang kali mampu mengatasi kekerasan terhadap perempuan? Para aktivis anti kekerasan merasa cukup dengan menyampaikan pemikiran-pemikiran mereka hingga berbusa-busa, kemudian mengajak kaum wanita untuk mengikuti jalannya. Mereka pikir ini sebuah solusi. Padahal apa yang mereka lakukan tidak menyentuh akar masalah sama sekali.
Sebab sejatinya masalah kekerasan terhadap perempuan adalah persoalan sistemik yang tidak dapat disandarkan pada satu faktor saja. Problematik ini sesungguhnya dampak dari penerapan sistem kehidupan yang buruk yaitu kapitalisme sekuler. Sistem ini melahirkan paham liberalisme yang memiliki prinsip kebebasan, salah satunya bebas berperilaku.
Kapitalisme sekularisme telah gagal menjaga kehormatan kaum wanita. Sebagai buktinya, perempuan dirampas fitrahnya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Para istri terpaksa bekerja di luar rumah dengan jam kerja yang melampaui batas, sebab merekalah yang lebih berpeluang mendapatkan pekerjaan dibanding suaminya. Kemudian di saat letih sepulang bekerja masih harus melayani kebutuhan suami. Pada akhirnya wanita tidak bisa memberikan pelayanan maksimal yang dapat memicu KDRT.
Belum lagi jika wanita yang karena pekerjaannya tidak diperkenankan menutup auratnya. Atau masalah finansial yaitu gaji istri lebih besar dari suami. Dan berbagai problematik lainnya yang dapat menimbulkan pelecehan serta kekerasan pada perempuan. Serta sederet faktor-faktor lainnya yang dapat menjadi alasan masih terjadinya kekerasan terhadap kaum hawa tersebut.
Islam Memuliakan Perempuan
Solusi dari semua itu tidak cukup hanya dengan berkampanye. Tetapi harus menyelesaikan persoalan dari akarnya agar angka kekerasan pada perempuan dapat diselesaikan dengan tuntas. Dan solusi terbaik tentu berasal dari Sang Pencipta, yaitu Allah SWT.
Islam mengajarkan umatnya untuk memuliakan wanita. Laki-laki dan perempuan sama kedudukannya di hadapan Allah SWT. yang membedakan keduanya hanyalah ketakwaannya. Allah SWT. melebihkan kaum lelaki untuk menjadi pemimpin bagi perempuan, dikarenakan mereka wajib menafkahkan sebagian hartanya untuk mereka.
Seperti firman Allah SWT. dalam surat An Nisa ayat 34, yang artinya:
"Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya."
Islam tidak mewajibkan seorang wanita bekerja, karena fitrah perempuan adalah di rumah, menjadi ibu dan pasangan yang menyenangkan bagi suaminya. Namun jika perempuan ingin bekerja, mengaplikasikan ilmunya, misal menjadi guru, berdagang ataupun profesi lainnya, hukumnya mubah, asalkan memenuhi dua persyaratan, yaitu: menutup auratnya dengan benar serta tetap menjaga marwahnya sebagai seorang muslimah dan tidak meninggalkan kewajiban utamanya sebagai ummu wa rabbatul bait.
Di samping itu Islam sebagai agama yang sempurna mengatur tatacara interaksi laki-laki dan perempuan di ranah privat maupun publik. Seperti tidak berdua-duaan (khalwat) dan bercampur baur (ikhtilat) bagi nonmahram. Melarang mendekati zina, menundukkan pandangan, dan lain-lain. Semuanya dimaksudkan untuk memuliakan perempuan dan mencegah kaum hawa ini dari perundungan laki-laki.
Selain itu, Islam yang diterapkan dalam sebuah institusi negara akan mampu mengadopsi hukum-hukum yang berasal dari Al-Qur'an dan As Sunnah, dan menerapkan ajaran Islam yang kaffah.
Karena hanya hukum yang diturunkan Sang Pencipta-lah yang mampu memenuhi rasa keadilan yang hakiki bagi manusia. Bukan hanya untuk umat Islam tetapi juga bagi orang-orang kafir. Bukan pula sekadar untuk salah satu gender, melainkan bagi laki-laki pun wanita.
Sebagaimana Rasulullah SAW. yang amat lembut dan penyayang kepada semua makhluk, kita sebagai umatnya patut meneladani beliau melalui sabdanya:
"Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik bagi keluarganya. Dan aku orang yang paling baik bagi keluargaku" (HR. At Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Wallahu alam bissawab.
Oleh: Tatiana Riardiyati Sophia
Pegiat Literasi dan Dakwah
0 Komentar