Topswara.com -- Dilansir dari KOMPAS.com (12/12/23), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal menghadiri peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) yang akan digelar 12-13 Desember. Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Informasi dan Data KPK Eko Marjono mengatakan, pihaknya telah mendapatkan konfirmasi dari istana terkait kehadiran Jokowi.
Korupsi merupakan virus mematikan yang menggerogoti sendi negara demokrasi. Pemberantasan korupsi yang independen dan tidak tebang pilih, menjadi kunci agar infeksi virus korupsi tidak mengakar jauh. Di negeri ini, tugas mencegah dan menangani praktik lancung tersebut, salah satunya diemban Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kendati demikian, kemandirian komisi antikorupsi untuk bertugas bebas intervensi tengah disoroti. Akhir-akhir ini dinamika di badan KPK membuat kepercayaan publik merosot. Hasil survei Indikator Politik Indonesia (IPI) pada rentang 18 – 24 Mei 2022 menorehkan, tingkat kepercayaan publik terhadap KPK paling rendah di antara lembaga penegak hukum.
Survei lain menunjukkan kiprah penegakan tindak korupsi di KPK yang cenderung merosot. Laporan Hasil Pemantauan Tren Penindakan Korupsi 2022 yang diterbitkan ICW menunjukkan, pada 2019 KPK menangani 62 kasus dengan 155 tersangka. Angka itu turun pada 2020 menjadi 15 kasus dengan 75 tersangka.(Tirto id 9/12/23)
Korupsi masih menjadi masalah di dunia termasuk Indonesia. Penghapusan korupsi dalam sistem kapitalisme mustahil diberantas, karena sistem politiknya yaitu demoktrasi meniscayakan adanya praltek korupsi mengingat adanya politik transaksional berbiaya tinggi.
Karena itu mustahil pemberantasana korupsi dalam sistem hari ini. Islam memiliki mekanisme yang jelas dalam memberantas korupsi bahkan juga aspek pencegahan. Islam juga menutup celah korupsi termasuk dengan menjadikan rakyat sejahtera sebagai tujuan yang harus diwujudkan
Dalam Islam, kepemimpinan dan kekuasaan adalah amanah. Tanggung jawabnya tak hanya di hadapan manusia di dunia, tetapi juga di hadapan Allah SWT di akhirat kelak.
Karena itu sistem Islam yang disandarkan pada akidah Islam memberikan solusi yang tak hanya muncul ketika ada masalah. Sistem Islam mencegah sedari dini manusia untuk memiliki ‘niat korupsi’ di awal. Pada titik inilah, Islam memberikan solusi secara sistemis dan ideologis terkait pemberantasan korupsi.
Dalam Islam, ada sejumlah langkah dalam memberantas bahkan mencegah korupsi, antara lain: Pertama, penerapan Ideologi Islam. Penerapan ideologi lslam meniscayakan penerapan syariah Islam secara kâffah dalam segala aspek kehidupan.
Termasuk dalam hal kepemimpinan. Karena itu dalam Islam, pemimpin negara (khalifah), misalnya, diangkat untuk menjalankan pemerintahan sesuai dengan Al-Qur'an dan as-Sunnah. Begitu pun pejabat lainnya. Mereka diangkat untuk menerapkan dan melaksanakan syariah Islam.
Kedua, pemilihan penguasa dan para pejabat yang bertakwa dan zuhud. Dalam pengangkatan pejabat atau pegawai negara, khilafah menetapkan syarat takwa sebagai ketentuan, selain syarat profesionalitas.
Ketakwaan menjadi kontrol awal sebagai penangkal berbuat maksiat dan tercela. Ketakwaan akan menjadikan seorang pejabat dalam melaksanakan tugasnya selalu merasa diawasi oleh Allah SWT.
Ketika takwa dibalut dengan zuhud, yakni memandang rendah dunia dan qanâ’ah dengan pemberian Allah SWT, maka pejabat atau pegawai negara betul-betul amanah.
Sebabnya, bagi mereka dunia bukanlah tujuan. Tujuan mereka hidup di dunia adalah demi meraih ridha Allah SWT. Karena itu mereka paham betul bahwa menjadi pemimpin, pejabat atau pegawai negara hanyalah sarana untuk mewujudkan ‘izzul Islâm wal Muslimîn. Bukan demi kepentingan materi atau memperkaya diri dan kelompoknya.
Ketiga, pelaksanaan politik secara syar’i. Dalam Islam, politik itu intinya adalah ri’âyah syar’iyyah, yakni bagaimana mengurusi rakyat dengan sepenuh hati dan jiwa sesuai dengan tuntutan syariah Islam. Bukan politik yang tunduk pada kepentingan oligarki, pemilik modal, atau elit rakus.
Keempat, penerapan sanksi tegas yang berefek jera. Dalam Islam, sanksi tegas diberlakukan demi memberikan efek jera dan juga pencegah kasus serupa muncul berulang. Hukuman tegas tersebut bisa dalam bentuk publikasi, stigmatisasi, peringatan, penyitaan harta, pengasingan, cambuk hingga hukuman mati.
Selain itu adalah keteladanan. Rasulullah SAW., walaupun memegang banyak harta negara, hidup sederhana. Beliau, misalnya, biasa tidur di atas selembar tikar yang kasar yang meninggalkan bekas pada tubuh beliau. Ketika Ibnu Mas’ud ra. menawarkan untuk membuatkan kasur yang empuk, beliau berkata:
مَا لِي وَلِلدُّنْيَا، مَا أَنَا فِي الدُّنْيَا إِلاَّ كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
Tidak ada urusan kecintaanku dengan dunia, Aku di dunia ini tidak lain hanyalah seperti seorang pengendara yang bernaung di bawah pohon, lalu beristirahat, kemudian meninggalkannya (HR at-Tirmidzi).
Setelah Rasulullah SAW. pengganti beliau dalam urusan pemerintahan, yakni Khalifah Abu Bakar ra., hanya mengambil sekadarnya saja harta dari Baitul Mal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya sehari-hari. Menjelang wafat, beliau berwasiat agar mengembalikan harta dari Baitul Mal itu jika ada kelebihannya.
Alhasil, penerapan syariah Islam akan efektif dalam memberantas korupsi. Upaya ini membutuhkan kesungguhan dan komitmen semua pihak untuk segera mewujudkan sistem pemerintahan Islam yang akan menerapkan syariah Islam secara kâffah.
Oleh: Dewi Sulastini
Aktivis Muslimah
0 Komentar