Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ikutilah Rasulullah dan Janganlah Menyerupai Kaum Kafir


Topswara.com -- Sobat. Jika Allah Tuhan semesta alam Yang Maha Perkasa dan Mahaagung menyeru kepada hamba-Nya yang beriman maka seruan itu dimaksudkan untuk memerintahkan mereka dengan suatu perintah yang sebenarnya bertujuan untuk kebahagiaan dan kesempurnaan mereka sendiri, memberikan petunjuk kepada mereka supaya dapat mendekat kepada-Nya, dan memperoleh ridha-Nya, karena ridha Allah semata yang merupakan tujuan yang paling tinggi bagi setiap orang yang beriman.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَقُولُواْ رَٰعِنَا وَقُولُواْ ٱنظُرۡنَا وَٱسۡمَعُواْۗ وَلِلۡكَٰفِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٞ  

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad): "Raa'ina", tetapi katakanlah: "Unzhurna", dan "dengarlah". Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih.” (QS. Al-Baqarah (2) : 104).

Sobat. Para sahabat Nabi dilarang mengucapkan kata-kata "ra'ina" yang biasa mereka ucapkan kepada Nabi yang kemudian ditiru oleh orang Yahudi dengan mengubah bunyinya sehingga menimbulkan pengertian yang buruk, guna mengejek Nabi. 

Sobat. Ra'ina, seperti diterangkan di atas, artinya perhatikanlah kami. Tetapi orang Yahudi mengubah ucapannya, sehingga yang mereka maksud ialah ra'unah yang artinya bodoh sekali, sebagai ejekan kepada Rasulullah. Itulah sebabnya Allah menyuruh sahabat-sahabat menukar ra'ina dengan undhurna yang sama artinya dengan ra'ina. 

Allah mengajarkan kepada orang mukmin untuk mengatakan undhurna, yang mengandung maksud harapan kepada Rasulullah saw agar dapat memperhatikan keadaan para sahabat.

Sobat. Allah juga memperhatikan orang-orang mukmin untuk mendengarkan sebaik-baiknya pelajaran agama yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw yang mengandung pula perintah untuk tunduk dan melaksanakan apa saja yang diperintahkan Nabi, serta menjauhi larangannya. 

Kemudian Allah dalam ayat ini mengingatkan bahwa orang kafir, yang tidak mau memperhatikan ajaran yang disampaikan Nabi Muhammad saw akan mendapatkan siksaan yang pedih.

Sobat. Ibnu Katsir berkata, “ Allah melarang hamba-Nya yang beriman menyerupai kaum kafir, baik dalam ucapan ataupun perbuatan mereka, karena kaum yahudi  Laknatullah Alaihim. 

Mencermati ungkapan yang dapat diputarbalikkan maksudnya. Ketika mereka ingin berkata, Isma’lana (dengarkanlah kami), maka kata yang mereka gunakan adalah Raína yang mereka putar balikkan menjadi Ru’unah, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya : 

مِّنَ ٱلَّذِينَ هَادُواْ يُحَرِّفُونَ ٱلۡكَلِمَ عَن مَّوَاضِعِهِۦ وَيَقُولُونَ سَمِعۡنَا وَعَصَيۡنَا وَٱسۡمَعۡ غَيۡرَ مُسۡمَعٖ وَرَٰعِنَا لَيَّۢا بِأَلۡسِنَتِهِمۡ وَطَعۡنٗا فِي ٱلدِّينِۚ وَلَوۡ أَنَّهُمۡ قَالُواْ سَمِعۡنَا وَأَطَعۡنَا وَٱسۡمَعۡ وَٱنظُرۡنَا لَكَانَ خَيۡرٗا لَّهُمۡ وَأَقۡوَمَ وَلَٰكِن لَّعَنَهُمُ ٱللَّهُ بِكُفۡرِهِمۡ فَلَا يُؤۡمِنُونَ إِلَّا قَلِيلٗا 

“Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka berkata: "Kami mendengar", tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan (mereka mengatakan pula): "Dengarlah" sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa. Dan (mereka mengatakan): "Raa'ina", dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan: "Kami mendengar dan menurut, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami", tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, akan tetapi Allah mengutuk mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali iman yang sangat tipis.” (QS. An-Nisa’ (4) : 46).

Sobat. Di antara Ahli Kitab yang tersebut di atas ada pula yang mengubah kalimat-kalimat yang ada pada kitab mereka dan memindahkannya dari tempat semula ke tempat yang lain, sehingga kitab itu menjadi kacau dan tidak dapat lagi dijadikan pedoman. Mereka menafsirkan bahwa kedatangan Nabi Isa dan Nabi Muhammad saw adalah tidak benar dan mereka masih menunggu kedatangan Isa dan Muhammad yang diutus dari kalangan mereka. 

Orang-orang Yahudi itu berkata kepada Nabi Muhammad SAW, "Sami'na wa 'ashaina (kami mendengar ucapanmu akan tetapi kami tidak akan taat kepada perintahmu)." Mereka juga berkata kepada Nabi Muhammad saw, "Isma' gaira musma'in (dengarlah Muhammad semoga engkau tidak dapat mendengar/tuli)." 

Demikian juga mereka berkata kepada Nabi Muhammad SAW, "Ra'ina (kiranya engkau memperhatikan kami)."
Ketika para sahabat menghadapkan kata ini kepada Rasulullah, orang Yahudi pun memakai kata ini terhadap Rasulullah. Padahal yang mereka maksud dengan ra'ina itu ialah "kebodohan yang sangat" sebagai celaan kepada Rasulullah SAW. (lihat tafsir ayat 104 al-Baqarah, dan kosakata ra'ina). 

Semua pemakaian kata-kata yang tidak benar itu dimaksudkan untuk memutarbalikkan panggilan dan untuk mencela agama.Termasuk pula pemutaran lidah mereka terhadap Nabi Muhammad saw ialah bila mereka bertemu dengan Nabi, mereka mengucapkan, "As-sam (mudah-mudahan kamu mati)." Ucapan itu dijawab oleh Nabi, "Alaikum (mudah-mudahan kamulah yang mati)."

Sekiranya orang-orang Yahudi tidak mengucapkan kata-kata yang sejelek itu, tetapi mengganti ucapannya kepada Muhammad dengan "Sami'na wa ata'na wa isma' wa undhurna (kami mendengarkan ucapanmu dan menaati segala perintahmu, dengarkanlah ucapan kami dan perhatikanlah kami)," maka pastilah perkataan-perkataan itu akan membawa akibat yang sangat baik bagi mereka. 

Tetapi karena kekafiran mereka, mereka mendapat laknat Allah dan mereka tidak beriman kecuali iman yang sangat tipis yang tidak dapat membawa mereka kepada kebahagiaan yang hakiki.

Larangan Menyerupai Kaum Kafir

Sobat. Rasulullah Muhammad SAW menjelaskan, “ Kaum Yahudi merupakan kaum yang dimurkai, sedangkan kaum nasrani merupakan kaun yang sesat.” Lalu bagaimana jiwamu merasa nyaman menyerupai kaum yang demikian kondisinya? Merekalah yang akan menjadi kayu bakar neraka jahanam.

صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ غَيۡرِ ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ  

“(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al-Fatihah (1) : 7).

Sobat. Setelah Allah SWT mengajarkan kepada hamba-Nya untuk memohon agar selalu dibimbing-Nya menuju jalan yang lurus dan benar, pada ayat ini Allah menerangkan apa jalan yang lurus itu. Sebelum Al-Qur'an diturunkan, Allah telah menurunkan kitab-kitab suci-Nya yang lain, dan sebelum Nabi Muhammad diutus, Allah telah mengutus rasul-rasul, karena sebelum umat yang sekarang ini telah banyak umat terdahulu.

Sobat. Di antara umat-umat yang terdahulu itu terdapat nabi-nabi, siddiqin yang membenarkan rasul-rasul dengan jujur dan patuh, syuhada' yang telah mengorbankan jiwa dan harta untuk kemuliaan agama Allah, dan orang-orang saleh yang telah membuat kebajikan dan menjauhi larangan Allah.

Sobat. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, dan kita diajari agar memohon kepada-Nya, agar diberi-Nya taufik dan bimbingan sebagaimana Dia telah memberi taufik dan membimbing mereka. 

Artinya sebagaimana mereka telah berbahagia dalam aqa'id, dalam menjalankan hukum-hukum dan peraturan-peraturan agama, serta telah mempunyai akhlak dan budi pekerti yang mulia, maka demikian pula kita hendaknya. Dengan perkataan lain, Allah menyuruh kita agar mengambil contoh dan teladan kepada mereka yang terdahulu.

Sobat. Timbul pertanyaan: mengapa Allah menyuruh kita mengikuti jalan mereka yang terdahulu itu, padahal dalam agama kita ada pelajaran-pelajaran, hukum dan petunjuk-petunjuk yang tak ada pada mereka. Jawabnya: sebetulnya agama Allah itu adalah satu. Kendatipun ada perbedaannya, tetapi perbedaan itu pada bagian-bagiannya, sedang pokok-pokoknya serupa, sebagaimana telah disebutkan.

Sobat. Sebagaimana halnya dalam umat-umat yang terdahulu itu terdapat orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah, juga terdapat di antara mereka orang yang dimurkai Allah dan orang yang sesat. 

Orang yang dimurkai Allah itu mereka yang tak mau menerima seruan Allah yang disampaikan oleh rasul-rasul, karena berlainan dengan kebiasaan mereka, atau karena tidak sesuai dengan hawa nafsu mereka, kendatipun telah jelas bahwa yang dibawa oleh rasul-rasul itu adalah benar. 

Termasuk juga ke dalam golongan ini, mereka yang mulanya telah menerima apa yang disampaikan oleh rasul-rasul, tetapi kemudian karena suatu sebab mereka membelok, dan membelakangi pelajaran yang dibawa oleh rasul-rasul itu.

Sobat. Di dalam sejarah banyak ditemukan orang yang dimurkai Allah, sejak di dunia mereka telah diazab Allah, sebagai balasan yang setimpal bagi keingkaran dan sifat angkara murka mereka. Umpamanya kaum 'ad dan samud yang telah dibinasakan oleh Allah. 

Sampai sekarang masih ada bekas-bekas peninggalan mereka di Jazirah (semenanjung) Arab. Begitu juga Fir'aun dan kaumnya yang telah dibinasakan Allah di Laut Merah. Mumi Fir'aun sampai sekarang masih tersimpan di museum di Mesir.

Orang-orang yang sesat ialah mereka yang tidak betul kepercayaannya, atau tidak betul pekerjaan dan amal ibadahnya serta rusak budi pekertinya. Bila akidah seseorang tidak betul, atau pekerjaan dan amal ibadahnya salah, dan akhlaknya telah rusak, akan celakalah dia, dan kalau suatu bangsa berada pada situasi seperti itu akan jatuhlah bangsa itu.

Sobat. Maka dengan ayat ini Allah mengajari hamba-Nya untuk memohon kepada-Nya agar terjauh dari kemurkaan-Nya, dan terhindar dari kesesatan. Di dalamnya juga tersimpul perintah Allah agar manusia mengambil pelajaran dari sejarah bangsa-bangsa yang terdahulu. 

Alangkah banyaknya dalam sejarah kejadian-kejadian yang dapat dijadikan iktibar dan pelajaran. Di dalam Al-Qur'an banyak ayat yang berkenaan dengan kisah umat dan bangsa-bangsa yang dahulu. Memang tak ada sesuatu yang lebih besar pengaruhnya kepada jiwa manusia daripada contoh-contoh orang dan perbandingan-perbandingan yang terdapat dalam kisah-kisah dan sejarah.

Rasulullah SAW bersabda, “Aku diutus dengan pedang ketika Hari Kiamat makin dekat, sehingga seluruh manusia menyembah Allah Yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Allah menjadikan rezekiku di bawah baying-bayang tombak, merendahkan dan menghina siapa saja yang menentang perintahku. Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” 

Al-Munawi menjelaskan maksud hadits dalam kitab Faidh Al-Qadir, “Siapa saja yang menyerupai suatu kaum, maka ia dihukumi sama seperti mereka. Karena suatu maksiat merupakan warisan turun-menurun dari suatu kaum yang telah dimusnahkan Allah. Dengan demikian homoseksual atau lesbi merupakan warisan dari kaum luth. Mengambil kelebihan takaran di luar hak yang seharusnya dan mengranginya menjualnya merupakan warisan kaum Syu’aib. Berlaku sombong di muka bumi adalah warisan dari kaum Fir’aun. Angkuh dan takabbur warisan kaum Hud. Barangsiapa yang memiliki sikap seperti mereka,maka ia termasuk golongan mereka.”

Dari Abdullah bin Amr ra berkata,” Barangsiapa yang membuat perayaan dan festivalnya menyerupai ahli kitab, kemudian ia tetap dalam kondisi demikian sampai meninggal dunia tidak bertaubat maka ia akan dihimpun bersama ahli kitab itu pada hari kiamat.

Sobat. Setiap aspek kehidupan yang kosong dari amal sholeh berarti kehidupan tersebut kehilangan kebahagiaan sebesar waktu yang terbuang dan tidak akan dapat digantikan, maka bersegeralah mengisi waktu dan umurmu dengan amal sholeh, dan ketahuilah bahwasanya engkau akan menghadap ke haribaan Allah SWT nanti, maka berpikirlah mengenai hal itu.


Oleh: Dr. Nasrul Syarif M.Si. 
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku BIGWIN. Dosen Pascasarjana UIT LIrboyo. Waki Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar