Topswara.com -- Indonesia menjadi salah satu negera yang ikut melaksanakan kampaye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP). Peringatan ini adalah peringatan global yang diadakan oleh PBB rutin setiap tanggal 25 November.
Seperti namanya, peringatan ini akan berlangsung selama 16 hari dimulai pada tanggal 25 November hingga 10 Desember. Tema yang diusung kali ini adalah “UNITE! Invest to prevent violence against women and girls”. Yang bermaksud mengajak pemerintah serta masyarakat luas untuk lebih peduli sekaligus beperan serta dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan ini adalah sebuah kampanye yang dilaksanakan untuk mencegah, dan menghapus kekerasan terhadap anak perempuan maupun perempuan dewasa. Dimana diselenggarakan tepat pada peringatan hari Hak Asasi Manusia Internasional. Peringatan ini menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah salah satu bentuk pelanggaran HAM.
Indonesia melalui komnas perempuan juga ikut mendukung serta berperan melaksanakan kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan ini. Karena merasa mempunyai tujuan yang sama, yakni membebaskan perempuan dari keterpurukan terhadap berbagai bentuk kekerasan yang dialaminya.
Dengan mengikuti kampanye ini diharapkan banyak masyarakat yang sadar bahwa kekerasan adalah salah satu bentuk kejahatan. Yang dampaknya akan berakibat buruk bagi korban juga keluarganya.
Namun jika dilihat dari kenyataan yang ada, banyak kasus pelecehan yang masih terjadi di masyarakat. Salah satunya kasus pelecehan seksusual yang yang terjadi di Makasar. Kasus yang dilakukan mahasiswa berinisial M berusia 19 tahun ini, melakukan pelecehan terhadap teman wanitanya yang berinisial DA berumur 18 tahun. Hal tersebut dilakukan ketika mereka melaksanakan kuliah kerja nyata (KKN) di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. (www.detik.com, 28/11/2023)
Kasus diatas terjadi di Indonesia baru – baru ini. Padahal kegiatan kampaye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) telah berlangsung bertahun – tahun lamanya, yakni dimulai sejak tahun 2001. Kampanye ini juga terkesan tidak membuahkan hasil untuk masyarakat luas, malah bisa dikatakan jumlah pelecehan terhadap perempuan meningkat setiap tahunnya.
Hal ini mengindikasikan bahwa kampanye dengan berbagai agenda tersebut gagal dalam melindungi perempuan. Wajar saja terjadi, karena kegiatan tersebut tidak mempunyai aturan baku yang dapat membuat efek jera pada para pelaku. Juga kegiatan ini semata-mata hanyalah “euphoria” dan seremonial semata agar terkesan peduli terhadap Hak Asasi Manusia. Kegiatan ini juga terlihat seperti cangkang kosong tanpa isi, tidak ada aksi nyata di dalamnya.
Tidak hanya masyarakat Indonesia saja yang mengalami berbagai kekerasan. Di luar sana bahkan hak hidup saja tak dimiliki oleh perempuan, apalagi muslimah. Banyak umat Islam khususnya perempuan terciderai hak-haknya.
Bahkan PBB yang katanya organisasi terbesar di dunia dan juga penyelenggara, tak dapat memberikan solusi tuntas terhadap permasalahan ini. Para perempuan Gaza tidak dapat hidup secara damai disana, mereka tak memiliki hak hidup bahkan terancam dimusnahkan oleh penjajah zionis Israel.
Tidak hanya di Gaza saja, para muslimah di Indiapun mereka juga kehilangan hak-hak mereka untuk menjalankan syariat agamanya. Bahkan banyak diantaranya mengalami kekerasan karena agama yang dianutnya. Belum lagi masyarakat Rohingnya yang terpaksa meninggalkan rumah mereka karena serangan-serangan yang dilancarkan ekstrimis budha yang membenci mereka.
Kampanye tersebut bukanlah solusi tepat. Karena faktanya solusi tersebut tidak menyasar kepada akar masalah. Hal ini dipengaruhi oleh cara pandang kapitalis yang berpendapat bahwa perempuan adalah komoditisasi. Yang dapat diekspos dan diperjual belikan demi memperoleh banyak keuntungan. Lihat saja iklan-iklan di televisi, yang produknya tak ada kaitannya dengan perempuan saja, pasti tetap memakai model atau artis perempuan agar produknya bernilai jual tinggi.
Dengan demikian sudah jelas bahwa sistem kapitalis ini adalah sistem yang segala sesuatunya diukur atas asas manfaat. Jika sesuatu tersebut mendatangkan manfaat dan keuntungan yang luar biasa maka, hak asasipun akan diterjang. Maka sudah seharusnya kita meninggalkannya dan kembali kepada aturan yang berasalah dari Tuhan kita, yakni Allah SWT.
Dalam Islam perempuan adalah kehormatan yang harus dijaga dari segala yang akan menodai kehormatan dan merendahkan martabatnya. Perempuan dalam Islam disebut sebagai mutiara dalam kerang, yang tidak dapat dilihat jika dia bukan pemiliknya. makluk yang mulia serta terjaga. Perempuan Islam bukanlah kelompok nomor dua dalam masyarakat, namun juga memiliki peran yang sangat penting didalamnya.
Bahkan orang-orang shalih pada masa lalu, terlahir dari perempuan-perempuan sholihah yang taat terhadap aturan agamanya. Dalam Islam perempuan juga memiliki kedudukan yang sama di hadapan Allah SWT. Bahkan dalam Islam mewajibkan untuk melindungi perempuan dan menjaga kehormatannya. Hal ini tercermin dari aturan-aturan yang diterapkan.
Dalam sistem pergaulan saja, perempuan dan laki-laki harus terpisah satu sama lain. Mereka boleh berinteraksi dalam hal-hal tertentu yang hanya dibolehkan syariat Islam. Islam juga mewajibkan perempuan untuk menutup aurat mereka, agar terjaga dari pandangan laki-laki jahat. Dalam sistem perwalian saja, perempuan sedari kecil hingga mereka dewasa pasti memiliki wali untuk menjaganya.
Dari hal-hal yang telah diatur dalam Islam tersebut jika diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari pasti hidup akan lebih tenang. Apalagi jika aturan tersebut menjadi aturan yang diterapkan disebuah negara. Maka kehidupan perempuan pasti terjaga dan tenang. Karena negara pasti akan menerapkan sanksi yang tegas ketika ada pelanggaran-pelanggaran terhadap semua aturan-aturan-Nya.
Wallahu’alam bishawab.
Oleh: Deny Rahma
Komunitas Setajam Pena
0 Komentar