Topswara.com -- Jebolnya kuota solar subsidi sebenarnya telah diperkirakan banyak pihak sebelumnya. Mengapa demikian? Karena kondisi ekonomi tahun 2023 telah lebih membaik dibandingkan 2022.
Namun anehnya ternyata nilai subsidi BBM tahun 2023 ditetapkan lebih rendah dibandingkan tahun lalu. Jadi apa dasar asumsi yang digunakan sehingga subsidi BBM dalam APBN 2023 menurun?, masih tanda tanya.
Ditambah lagi dengan kebutuhan tahun politik yakni meningkatnya angkutan logistik yang merupakan konsumen terbesar solar bersubsidi. Selain itu mobilitas angkutan umum darat dan laut yang juga pengguna solar subsidi juga akan mengalami peningkatan. Jadi memang tidak ada alasan untuk menaikkan kuota solar subsidi tahun ini.
Sebagaimana keterangan dalam nota keuangan APBN 2023 Anggaran subsidi jenis BBM tertentu dan LPG tabung 3 kg dalam APBN tahun 2023 dialokasikan sebesar Rp139.399,3 miliar atau lebih rendah 6,7 persen apabila dibandingkan dengan outlook tahun 2022 sebesar Rp149.365,3 miliar. Jika melihat keadaan ekonomi yang semakin pulih dan tumbuh maka seharusnya nilai subsidi BBM dan LPG 3 kg dinaikkan.
Meningkatnya kekuatiran terhadap jebolnya kuota solar tersebut, baru baru ini Pertamina mengajukan tambahan kuota solar subsidi kepada pemerintah. Sebagaimana dikatakatan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan mengatakan pihaknya meminta tambahan kuota solar menjadi sebesar 18,1 juta KL dari kuota awal 16,8 juta KL. Kebutuhan riil solar subsidi tanpa adanya pengendalian dan upaya program subsidi tepat sasaran bisa mencapai 19,6 juta kiloliter atau naik 12,1 persen dari kebutuhan tahun lalu. (Jumat, 01 Des 2023).
Sementara dalam nota keuangan APBN 2023 berdasarkan perhitungan anggaran subsidi jenis BBM tertentu dan LPG tabung 3 kg tahun 2023 tersebut, volume BBM jenis solar dialokasikan sebanyak 17,0 juta kiloliter dan volume LPG tabung 3 kg sebesar 8,0 juta metrik ton. Perhitungan tersebut didasarkan pada asumsi dan parameter, antara lain yakni nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan harga minyak mentah atau : Indonesian Crude Oil Price (ICPO.
Siapa Lamban?
Permintaan Pertamina agar pemerintah merealisasikan tambahan kuota solar adalah wajar. Dari sisi kemampuan anggaran subsidi pemerintah hal tersebut akan dapat dipenuhi, mengingat masih tersedia ruang fiscal bagi penambahan kuota solar tersebut.
Apa indikasinya? Asumsi subsidi solar dalam APBN didasarkan pada ICP atau harga minyak mentah tahun 2023 diperkirakan berada pada kisaran US$90 per barel, Sehingga ditetapkan kuota sebesar 17 juta kl. Sekarang faktanya harga minyak mentah cenderung menurun hingga di bawah 70 dolar per barel. Jadi dengan mengacu pada nilai subsidi 2023 tersebut masih terdapat banyak sisa anggaran yang dapat dialokasikan untuk menambah kuota solar subsidi.
Hal ini sesuai dengan perhitungan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati mengatakan, meskipun dibutuhkan tambahan kuota solar subsidi, ketersediaan anggaran subsidi masih cukup aman.
Sebab, masih terdapat surplus anggaran subsidi dari penyaluran gas LPG 3 kilogram yang dialokasikan dalam DIPA APBN 2023. Menurut Nicke kebutuhan anggaran sangat aman, karena anggaran untuk subsidi LPG hanya terpakai sebagian jadi masih ada sisa untuk tambahan kuota,” kata Nicke dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR, Selasa (21/11/2023).
Namun permohonan tambahan kuota ini belum mendapat persetujuan dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Dia mengatakan bahwa kuota solar subsidi pada prinsipnya masih menggunakan pagu yang sudah ada. Sejalan dengan itu, ia meminta agar Pertamina memastikan tidak ada kekurangan solar di lapangan.
Lambannya Menteri ESDM bisa jadi karena memang pihaknya tidak memiliki data atau simulasi yang memudahkan untuk membuat keputusan. Sehingga mereka tidak tau persis berapa tambahan kuota solar yang memungkinkan sesuai dengan anggaran APBN 2023 pada tingkat harga minyak dan nilai tukar saat ini. Akibatnya “plin plan” dalam membuat keputusan. Bagaimana ini jika solar langka, antrean panjang berkilo meter? Bisa gawat pemilu.
Oleh : Salamuddin Daeng
Ketua Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia
0 Komentar