Topswara.com -- Jelang pemilu 2024, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Oto Iskandar Dinata (Otista), Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat telah menyiapkan 10 ruangan khusus bagi calon anggota legislatif (caleg) yang kejiwaannya terganggu akibat gagal dalam kontestasi pemilu.
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa RSUD Otista Kabupaten Bandung dr. Marsudi, Sp.KJ(K), mengungkapkan bahwa setiap kegiatan pemilu, rumah sakit jiwa selalu menyiapkan ruangan dan tempat pemeriksaan untuk para caleg yang mengalami stres setelah pemilu.
Mereka yang dirawat sebagian besar adalah caleg yang kalah dalam pemilu. Begitu pula untuk tahun 2024, disediakan ruang khusus isolasi untuk mengobati caleg yang depresi. (jawapos.com, 10/12/2023)
Pakar kesehatan jiwa sekaligus staf pengajar Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana (FK UKRIDA), dr Andri, SpKJ, FACLP, berpendapat bahwa caleg yang benar-benar bertujuan untuk mengabdi dan melayani masyarakat akan sangat berlapang dada jika mengalami kekalahan.
Pemilu selalu menyisakan menang dan kalah, dari sekian ribu caleg tidak mungkin semuanya duduk di kursi parlemen. Mereka yang tidak terpilih seharusnya tetap memikirkan bagaimana untuk tetap mengabdi walaupun tidak menjadi anggota legislatif. Jika terlalu ngotot dengan niat yang salah maka risiko terjadinya depresi akan sangat besar. (dinkes.sumbarprov.go.id, 08/04/2019)
Senada dengan dr. Andri, Psikiater sekaligus Direktur Utama Pusat Kesehatan Jiwa Nasional Nova Riyanti Yusuf, mengatakan caleg yang mencalonkan diri namun tanpa tujuan jelas rentan alami gangguan mental. Caleg dengan tujuan baik akan memperkecil kemungkinan mengalami masalah mental. (Cnnindonesia.com, 12/12/2023)
Penyebab lain gangguan jiwa pasca Pemilu adanya tekanan berlebihan dari dalam diri karena sudah mengeluarkan biaya yang banyak. Gejala umum yang dirasakan oleh mereka adalah perasaan sedih dan hampa, perubahan pola tidur dan nafsu makan, penurunan energi, gangguan konsentrasi, perasaan bersalah dan tidak berharga, perubahan pola berfikir dan aktivitas fisik.
Kondisi tersebut sangat wajar kiranya. Mengingat sistem demokrasi kapitalisme yang berbiaya mahal, rendah moralitas dan penuh dengan motivasi material menjadikan mereka yang berkontestasi sangat rentan mengalami gangguan kejiwaan.
Saat manusia dijadikan pusat dari sistem, maka saat itu juga manusia sudah keluar dari fitrahnya. Berbagai macam gangguan kejiwaan muncul akibat sistem ini. Manusia seakan kehilangan jati dirinya sebagai hamba tuhan. Tidak hanya itu sistem ini malah membuat sebagian orang kehilangan identitasnya sebagai manusia.
Semestinya manusia butuh pada sistem kehidupan yang sesuai dengan fitrah manusia. Dan Islam adalah jawabannya. Islam sebagai agama sekaligus sistem kehidupan yang memuat berbagai macam aturan telah terbukti dan teruji mampu mengangkat derajat manusia. Karena Islam memandang kehidupan dengan tolok ukur akidah Islam. Dengan sudut pandang ini, maka tolok ukur perbuatan di batasi oleh ketentuan syariat, yakni halal ataukah haram.
Islam dan demokrasi itu berbeda dalam seluruh aspeknya, baiknya asasnya, akidahnya, sistem kehidupan atau tujuannya. Demokrasi menjadikan materi di atas segalanya, sementara Islam menjadikan rida Allah di atas segalanya. Islam tidak mengenal istilah menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan sebagaimana dalam sistem demokrasi saat ini.
Demokrasi dengan sifat materialistisnya tentang kehidupan menjadikan amanah jabatan adalah untuk tercapainya materi dengan cara apapun, tanpa melihat apakah perbuatan tersebut halal atau haram.
Politik dalam Islam, sebagaimana dinyatakan dalam kitab Afkaru Siyasi, didefinisikan sebagai pengaturan urusan umat, baik dalam negeri maupun di luar negeri. Yang mengurusi adalah negara dan umat. Adapun negara adalah pihak yang mengurusi secara langsung. Adapun umat sebagai pihak yang melakukan koreksi pada negara.
Politisi dalam Islam bukanlah sosok yang egois, tidak empati dengan urusan rakyat dan mempunyai ambisi kekuasaan. Tatkala politisi tersebut diberi mandat oleh umat untuk berkuasa, sejatinya bukan untuk memperkaya diri dan kelompok seperti saat ini melainkan beban berat yang siap mereka pikul.
Maka mereka akan menjadi sosok yang berhati-hati, tegas terhadap kemungkaran, sederhana dalam keseharian, takut pada rabbnya, bahkan tidak bisa tidur nyenyak karena memikirkan kemaslahatan rakyatnya.
Rasulullah saw. bersabda mengenai sosok pemimpin dan tugasnya. “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR Muslim)
Sistem politik Islam berbeda dengan seluruh bentuk pemerintahan yang dikenal di seluruh dunia dilihat dari segi asasnya, pemikiran, pemahaman, maqaayis (standar) dan hukum-hukumnya untuk mengatur berbagai urusan.
Dari segi konstitusi dan undang-undangnya yang dilegislasi untuk diimplementasikan dan diterapkan maupun dari segi bentuknya yang mencerminkan daulah Islam sekaligus yang membedakan dari semua bentuk pemerintahan yang ada di dunia ini.
Hal ini karena asas sistem politik dalam Islam memang berbeda dengan suluruh sistem politik di dunia. Terdapat empat asas sistem politik dalam Islam, yakni:
Pertama, kedaulatan adalah milik syarak;
Kedua, kekuasaan berada di tangan umat;
Ketiga, pengangkatan seorang kepala negara untuk seluruh kaum Muslim hukumnya wajib;
Keempat, pemimpin negara mempunyai hak untuk mengadopsi hukum-hukum syariah untuk dijadikan undang-undang.
Sistem politik Islam bisa disebut sistem politik yang bisa memangkas biaya politik yang mahal. Kepala negara dalam Islam dipilih dalam waktu yang singkat (paling lama 3 hari 3 malam); jadi tidak dalam waktu yang lama seperti dalam sistem demokrasi.
Pemilihan pemimpin pun tidak bersifat regular seperti lima tahun sekali, yang menyedot biaya sangat mahal. Seseorang tetap sebagai kepala negara selama tidak melanggar syariah Islam. Kepala daerah pun dipilih oleh pemerintah pusat kapan saja dan boleh diberhentikan kapan saja. Jadi negara tidak disibukkan oleh Pilkada rutin yang menguras energi dan tentu saja uang.
Namun demikian, tidak perlu khawatir pemimpin akan menjadi diktator. Pasalnya, dalam Islam mengkoreksi pemimpin yang menyimpang bukan hanya hak, tetapi kewajiban rakyat. Karena itu rakyat diberikan ruang untuk mengkoreksi kebijakan yang keliru.
Terdapat pula Mahkamah Mazhalim. Mahkamah ini akan mengadili perselisihan antara rakyat dan penguasa. Memang tugas ini sangat berat, karena melibatkan pembuat kebijakan, ketika kebijakan yang dilakukan penguasa dianggap mezalimi rakyat.
Dengan sistem politik Islam, dominasi pemilik modal dalam pembuatan UU yang berbahaya pun akan dipangkas habis. Pasalnya, dalam Islam kedaulatan itu ada ditangan syariah, bukan manusia. Karena itu pemilik modal yang punya banyak kepentingan tidak bisa membuat atau mempengaruhi hukum seperti dalam sistem demokrasi.
Dalam Islam, sumber hukumnya sudah jelas, yaitu Al-Qur'an dan as-Sunnah. Sementara fungsi penguasa adalah menerapkan syariah Islam dan meng-istinbât hukum-hukum Islam yang berdasarkan Al-Qur'an dan as-Sunnah.
Alhasil, gangguan kejiwaan seperti depresi akibat pemilu tidak akan terjadi dalam politik Islam. Keberadaan sistem ini dimaksudkan agar manusia bisa hidup adil dan makmur.
Oleh karena ini akan kita saksikan kelak suatu proses politik yang penuh dengan etika dan menghasilkan pemimpin yang berkualitas dan adil, yaitu ketika seluruh syariah Islam dapat diterapkan secara paripurna.
Wallahu a’lam bishshawwab.
Oleh: Novi Widiastuti
Pegiat Literasi
0 Komentar