Topswara.com -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperingati Hari Korupsi Sedunia (Hakordia) yang jatuh pada tanggal 9 Desember. Namun karena bertepatan dengan akhir pekan, acara tersebut digeser pada tanggal 12-13 Desember di Istora Senayan Jakarta Pusat
Eko Marjono yang merupakan Ketua Panitia Hakordia 2023 mengungkapkan bahwa, tema yang diusung tahun ini adalah Sinergi Berantas Korupsi untuk Indonesia Maju. Ia juga mengatakan betapa dalam memberantas korupsi, diperlukan sinergi dari berbagai pihak seperti, penegak hukum, KPK, kejaksaan dan masyarakat. Semetara Wakil Ketua KPK Nuril Gufron mengungkapkan, dalam peringatan Hakordia kali ini, KPK akan merenungkan kembali penyebab tidak tercapainya target pemberantasan korupsi di Indonesia. (Kompas.com, 10/12/2023)
Solusi yang Diberikan Temporer
Kejahatan korupsi telah menjadi problem global yang tak terselesaikan termasuk di negeri ini. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menangani kasus ini, salah satunya dengan membentuk sebuah lembaga yang bernama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun alih-alih terberantas tuntas, korupsi justru kian marak, bahkan di tubuh KPK sendiri. Kasus terbaru adalah terjeratnya ketua KPK non-aktif Firli Bahuri, atas dugaan gratifikasi terkait kasus korupsi di Kementerian Pertanian. Kepercayaan publik pada lembaga ini pun semakin merosot.
Beberapa aktivis menyoroti terkait melemahnya lembaga antirasuah ini. Di antaranya adalah Herdiansyah Hamzah, yang merupakan peneliti Pusat Studi Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman. Ia menilai bahwa masalahnya adalah independensi.
KPK yang berada di bawah kekuasaan eksekutif telah menjadikan lembaga ini mudah dipengaruhi dan di-intervensi. Semetara peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Zaenur Rahman berpendapat bahwa, revisi UU KPK telah menggerus independensi KPK. Selain itu ia juga membahas terkait konfiguritas pemimpin KPK yang dinilainya sebagai sosok yang tidak kompeten.
Perlu Penerapan Sistem yang Benar
Permasalahan korupsi memang harus ditangani dengan sungguh-sungguh, karena sangat berimbas buruk bagi kehidupan masyarakat seperti, terampasnya hak-hak rakyat, terhambatnya pembangunan, layanan publik, dan sebagainya.
Korupsi juga tengah menjadi masalah global. Hal ini membuktikan, ada yang salah dengan penerapan sistem kehidupan secara global saat ini. Bagaimana tidak, sistem demokrasi kapitalis sebagaimana yang diadopsi oleh negeri ini, tegak atas asas kebebasan dan sekularisme yang menihilkan agama dalam aturan kehidupan. Halal dan haram pun kian tidak dipedulikan.
Dalam sistem ini, aturan untuk mengatur kehidupan dibuat sendiri oleh manusia. Sedangkan fitrah manusia itu sendiri adalah lemah. Alih-alih mewujudkan kesejahteraan dan keadilan, hal ini telah menjadi penyebab kesengsaraan dan kerusakan di berbagai sendi kehidupan.
Dari aspek ekonomi misalnya, penerapan kapitalisme telah membuat adanya kesenjangan sosial di tengah masyarakat. Kebebasan telah menjadikan para pemilik modal bersaing tanpa batas untuk meraih materi sebanyak-banyaknya. Termasuk bekerja sama dengan penguasa, agar kebijakan yang dikeluarkan pro terhadap mereka. Karena itulah pengusaha makin kaya, rakyat kian menderita.
Kepemimpinan dalam sistem ini juga tidak lagi diemban sebagai amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkan, tapi justru dijadikan sarana untuk mewujudkan kepentingan semata. Maka tidak heran jika politik dalam sistem ini sangat mahal, politik transaksional kerap terjadi, hingga celah-celah korupsi pun tumbuh dengan subur.
Begitu juga dengan sistem hukumnya, sanksi yang dibuat manusia tidak akan mewujudkan keadilan, bisa diperjualbelikan, tidak memberi efek jera, tumpul ke atas tajam ke bawah karena dapat disesuaikan dengan pesanan dan kepentingan. Hingga para koruptor pun bisa santai berkeliaran. Jika demikian sangatlah mustahil masalah korupsi dapat diberantas tuntas dalam sistem ini.
Oleh karena itu penyelesaiannya tidak akan cukup hanya dengan membangun sinergi antara masyarakat dan pemerintah, membentuk lembaga antikorupsi dan upaya lain yang hanya bersifat parsial saja. Lebih dari itu dibutuhkan solusi tepat terkait dengan penerapan yang benar, agar celah-celah korupsi tidak terbuka dan semakin mengakar.
Solusi atas Problem Korupsi
Sistem yang solutif untuk menuntaskan korupsi yang mengakar adalah sistem Islam yang datang dari Zat yang Maha Benar Sang Pencipta dan Pengatur manusia. Sistem Islam berlandaskan akidah Islam, darinya terpancar berbagai aturan yang sempurna dan menyeluruh untuk mengatur dan menjadi solusi permasalahan kehidupan.
Terkait dengan persoalan korupsi, sistem Islam mempunyai penyelesaian yang khas. Diawali dengan perihal asas atas kekuasaan dan kepemimpinan itu sendiri wajib tegak dengan landasan keimanan. Hal ini dimaknai dengan penuh kesadaran bahwa, menjadi penguasa adalah amanah besar yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW.:
"Seorang pemimpin adalah penggembala bagi rakyatnya, ia akan dimintai pertanggungjawaban atas gembalaannya." (HR. Bukhari).
Kepemimpinan dalam Islam berfungsi sebagai penegak syariat Islam. Maka tidak akan dijumpai pemimpin yang mengejar kepentingan materi dengan menjadi pelayan para korporat sebagaimana banyak terjadi di sistem kapitalisme sekuler. Peran pemerintah di sistem ini adalah sebagai penjaga dan pelayanan seluruh kebutuhan umat.
Kemudian penerapan aturan Islam secara sempurna dan menyeluruh akan diberlakukan di berbagai aspek kehidupan seperti politik, ekonomi, sosial, pendidikan, hukum, keamanan, dan sebagainya. Hal ini akan mewujudkan jaminan kesejahteraan yang luar biasa bagi rakyat hingga kepala per kepala.
Umat pun diberikan kemudahan dalam birokrasi dan berbagai layanan publik. Para pejabat, pegawai, dan aparat pemerintah juga diberikan gaji yang memadai. Pelayanan negara yang demikian sempurna, dibarengi dengan ketakwaan masyarakat dan pejabat yang begitu kuat, maka praktik kecurangan dan kejahatan korupsi tidak mudah terjadi.
Memang meski demikian, penyimpangan mungkin saja ada, namun potensi tersebut dapat diminimalisasi dengan sistem persanksian yang berat dan memberi efek jera. Siapa saja yang hendak melakukan tindak kriminal atau kejahatan, akan berpikir seribu kali dengan konsekuensi hukum yang tegas. Ditambah dengan budaya masyarakat Islam yang mengemban kewajiban, terkait amar makruf nahi mungkar sebagai wujud dari kontrol sosial.
Adapun terkait dengan badan pengawas bagi para pejabat pemerintah, hal demikian memang ada, sebagaimana yang pernah diterapkan oleh Khalifah Umar bin Khaththab. Umar mengutus Muhammad bin Maslamah untuk mengaudit harta para pejabat. Umar juga menerapkan sistem pembuktian terbalik untuk permasalahan ini. Seperti dengan menghitung jumlah kekayaan sebelum menjabat dan setelah menjabat, kemudian membandingkannya.
Itulah sedikit gambaran sistem Islam dalam menangani kasus korupsi. Hal tersebut telah terbukti dahulu ketika sistem pemerintahan Islam diterapkan, bahkan seluruh permasalahan kehidupan umat pun terselesaikan. Hingga kesejahteraan terwujud nyata.
Wallahu a'lam bi ash shawab.
Oleh: Sriyanti
Pegiat Literasi
0 Komentar