Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Bolehkah Wanita Iddah Beraktivitas di Luar Rumah?


Topswara.com -- Sebagaimana diketahui bahwa syariat Islam menetapkan bagi wanita yang ditalak oleh suaminya diharuskan menjalani masa iddah. Lamanya masa iddah berbeda-beda bergantung pada jenis talaknya. 

Bagi wanita yang ditalak raj’i atau ba’in masa talaknya adalah tiga kali quru’ sebagaimana tercantum dalam surat Al-Baqarah ayat 228. Ada khilafiyah di kalangan ulama tentang makna quru’. Ada yang memahaminya adalah tiga kali haid, ada yang memahaminya tiga kali suci dari haid.

Sedangkan wanita yang ditalak dalam keadaan hamil maka masa iddahnya adalah hingga melahirkan. Hal ini dijelaskan dalam surat Ath-Thalaq ayat 4. Sementara wanita yang sudah memasuki menopause jika ditalak maka masa iddahnya adalah tiga bulan. 

Sebagaimana firman Allah:
Wanita yang tidak haid lagi (monopause) di antara istri-istri kalian, jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) wanita-wanita yang tidak haid. Sementara wanita yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. (TQS. At-Thalaq: 4).

Adapun wanita yang ditinggal mati suaminya maka masa idahnya adalah empat bulan sepuluh hari sebagaimana dijelaskan Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 234.

Selama masa iddah seorang muslimah dilarang berhias, memakai wewangian, bercelak, menerima pinangan/lamaran dan menikah.

Aktivitas Di Luar Rumah

Untuk wanita yang ditalak yang dapat dirujuk (raj’iy) diharuskan tinggal di rumah suaminya dan suaminya pun tidak boleh mengusir mereka berdasarkan firman Allah:

لاَ تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلاَ يَخْرُجْنَ

Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah para wanita itu keluar dari rumah. (TQS. Ath-Talak : 1).

Larangan ini tidak berlaku bila istri ditalak suami dikarenakan nusyuz atau membangkang pada suami di masa iddahnya, maka tidak berhak mendapatkan hak nafkah dan tidak berhak tinggal di rumah suaminya. 

Firman Allah:
Wahai Nabi! Apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya (yang wajar), dan hitunglah waktu idah itu, serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumahnya dan janganlah (diizinkan) keluar kecuali jika mereka mengerjakan perbuatan keji yang jelas. (TQS. Ath-Thalaq: 1).

Bagi para muslimah yang ditalak yang dapat dirujuk ini (thalaq ar-raj’iy) maka tidak boleh keluar dari rumahnya termasuk untuk mengerjakan shalat ied, kecuali untuk menunaikan keperluan darurat seperti berobat, menghindari bencana alam, dan sebagainya. Adapun keluar rumah untuk mengunjungi kerabat, taziyah, ziarah ke kuburan maka hukumnya adalah haram.

Kaum muslimah ini masih punya hak mendapatkan nafkah dari suami mereka sampai selesai masa iddahnya. Oleh karena itu kebutuhan hidup mereka masih menjadi tanggungan suami mereka.

Bagi Istri Ditinggal Wafat Suami

Adapun bagi para istri yang menjalani masa iddah dikarenakan kematian suaminya terjadi perselisihan di kalangan fuqoha. Ada yang mengharamkannya secara mutlak baik di siang maupun malam hari, kecuali untuk keperluan darurat seperti berobat. Hal ini berdasarkan hadis dari Al Furai’ah binti Malik bin Sinan yang merupakan saudari Abu Sa’id Al Kudri, dia berkata;

أَنَّهَا جَاءَتْ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْأَلُهُ أَنْ تَرْجِعَ إِلَى أَهْلِهَا فِي بَنِي خُدْرَةَ فَإِنَّ زَوْجَهَا خَرَجَ فِي طَلَبِ أَعْبُدٍ لَهُ أَبَقُوا حَتَّى إِذَا كَانُوا بِطَرَفِ الْقَدُومِ لَحِقَهُمْ فَقَتَلُوهُ فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَرْجِعَ إِلَى أَهْلِي فَإِنِّي لَمْ يَتْرُكْنِي فِي مَسْكَنٍ يَمْلِكُهُ وَلَا نَفَقَةٍ قَالَتْ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَعَمْ قَالَتْ فَخَرَجْتُ حَتَّى إِذَا كُنْتُ فِي الْحُجْرَةِ أَوْ فِي الْمَسْجِدِ دَعَانِي أَوْ أَمَرَ بِي فَدُعِيتُ لَهُ فَقَالَ كَيْفَ قُلْتِ فَرَدَدْتُ عَلَيْهِ الْقِصَّةَ الَّتِي ذَكَرْتُ مِنْ شَأْنِ زَوْجِي قَالَتْ فَقَالَ امْكُثِي فِي بَيْتِكِ حَتَّى يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ قَالَتْ فَاعْتَدَدْتُ فِيهِ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا

Ia datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta izin kepada beliau untuk kembali kepada keluarganya di Bani Khudrah karena suaminya keluar mencari beberapa budaknya yang melarikan diri hingga setelah mereka berada di Tharaf Al Qadum ia bertemu dengan mereka lalu mereka membunuhnya. Dia berkata, “Aku meminta izin kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk kembali kepada keluargaku karena suamiku tidak meninggalkan rumah dan harta untukku.” Ia berkata, “Kemudian aku keluar hingga setelah sampai di sebuah ruangan atau di masjid, beliau memanggilku dan memerintahkan agar aku datang. Kemudian beliau berkata, “Apa yang tadi engkau katakan?” Kemudian aku kembali menyebutkan kisah yang telah saya sebutkan, mengenai keadaan suamiku. Kemudian beliau bersabda, “Tinggallah di rumahmu hingga selesai masa ‘iddahmu.” Ia berkata, “Aku melewati masa ‘iddah di tempat tersebut selama empat bulan sepuluh hari.” (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi).

Namun jumhur fuqoha seperti Imam An-Nawawi dalam kitab Raudhah Ath-Thalibin (hal. 1527) kemudian Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughniy (juz 11/286), juga dalam kitab Fathul Mu’in (hal. 527), lalu Syaikh Bin Baz, memperbolehkan wanita yang ditinggal meninggal suaminya untuk melakukan kegiatan di luar rumah pada siang hari, tetapi tidak di malam hari.

Imam An-Nawawi misalnya menuliskan: “Boleh bagi wanita yang sedang iddah karena kematian (suaminya) untuk keluar guna kebutuhan-kebutuhan ini pada siang hari, dan boleh keluar di malam hari menuju rumah sebagian tetangga untuk menjahit atau bercakap-cakap, akan tetapi tidak bermalam di kediaman mereka, akan tetapi kembali ke rumah untuk tidur.” (Raudhah Ath-Thalibin, hal. 1527).

Syaikh Bin Baz menyatakan: ”Menetapnya mereka (para muslimah) yang suaminya meninggal, yakni tinggal di dalam rumahnya, berlangsung terus hingga sempurna iddah, … akan tetapi dia punya hak untuk keluar memenuhi kebutuhan seperti berbelanja di pasar, …berobat, belajar di sekolah jika ia seorang siswi atau mahasiswi, untuk berbagai kebutuhan yang benar-benar penting.” (الأحكام المتعلقة بالمرأة المتوفى عنها زوجها (binbaz.org.sa))

Pendapat mereka disandarkan pada hadis sebagai berikut:

اسْتَشْهَدَ رِجَالٌ يَوْمَ أُحُدٍ فَآمَ نِسَاؤُهُمْ وَكُنَّ مُتَجَاوِرَاتٍ فِي دَارٍ فَجِئْنَ النَّبِيَّ فَقُلْنَ : يَا رَسُول اللَّهِ إِنَّا نَسْتَوْحِشُ بِاللَّيْل فَنَبِيتُ عِنْدَ إِحْدَانَا فَإِذَا أَصْبَحْنَا تَبَدَّرْنَا إِلَى بُيُوتِنَا فَقَال النَّبِيُّ : تَحَدَّثْنَ عِنْدَ إِحْدَاكُنَّ مَا بَدَا لَكُنَّ فَإِذَا أَرَدْتُنَّ النَّوْمَ فَلْتَؤُبْ كُل امْرَأَةٍ مِنْكُنَّ إِلَى بَيْتِهَا

Beberapa laki-laki telah gugur dalam perang Uhud, maka para istri mereka yang saling bertetangga berkumpul di rumah salah seorang mereka. Mereka pun mendatangi Rasulullah SAW dan bertanya,”Ya Rasulullah, kami merasa khawatir di malam hari dan kami tidur bersama di rumah salah seorang dari kami. Bila hari telah pagi, maka kami kembali ke rumah masing-masing”. Nabi SAW bersabda,”Kalian saling menghibur di rumah salah seorang kalian. Bila kalian akan tidur, maka kembali masing-masing ke rumahnya. (HR. Al-Bahaqi).

Hal serupa juga berlaku bagi wanita yang menjalani masa iddah yang tak bisa dirujuk lagi (talak bain kubro). Diizinkan bagi mereka melakukan aktivitas di luar rumah di siang hari, termasuk bekerja mencari nafkah, namun harus kembali pulang ke rumah mereka di waktu malam untuk tidur di rumah mereka. 

Ini didasarkan pada hadis dari Jabir bin Abdillah ra, ia berkata:

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَال : طَلُقَتْ خَالَتِي ثَلاَثًا فَخَرَجَتْ تَجِدُّ نَخْلاً لَهَا فَلَقِيَهَا رَجُلٌ فَنَهَاهَا فَأَتَتِ النَّبِيَّ فَقَالَتْ ذَلِكَ لَهُ فَقَال لَهَا : اخْرُجِي فَجُدِّي نَخْلَكِ لَعَلَّكِ أَنْ تَصَدَّقِي مِنْهُ أَوْ تَفْعَلِي خَيْرًا

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahuanhu, dia berkata, ”Bibiku ditalak yang ketiga oleh suaminya. Namun beliau tetap keluar rumah untuk mendapatkan kurma (nafkah), hingga beliau bertemu dengan seseorang yang kemudian melarangnya. Maka bibiku mendatangi Rasulullah SAW sambil bertanya tentang hal itu. Dan Rasululah SAW berkata,”Silahkan keluar rumah dan dapatkan nafkahmu, barangkali saja kamu bisa bersedekah dan mengerjakan kebaikan.” (HR. Muslim).

Kesimpulannya, syariat Islam mengizinkan wanita yang sedang menjalani masa iddah karena kematian suaminya untuk beraktivitas di siang hari sesuai syariat seperti berbelanja kebutuhan hidup mereka, menuntut ilmu, mengunjungi kerabat atau kawan dan tetangga, sepanjang dilakukan pada siang hari. 

Ketika malam hari syariat mewajibkan mereka untuk pulang ke rumah suami mereka, dan itu berlangsung hingga masa iddah mereka selesai. Wallahualam. 


Oleh: Ustaz Iwan Januar
Direktur Siyasah Institute


Sumber: Iwanjanuar.com
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar