Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Berjuang untuk Rakyat? Rakyat yang Mana?

Topswara.com -- Sudah menjadi rahasia umum bahwa para pejabat penguasa dalam sistem demokrasi adalah para pendusta. Mereka terkenal sebagai orang orang tidak jujur, egois, tidak empati, suka ingkar janji, dan sifat buruk lainnya. 

Sekali lagi ini sudah dimaklumi oleh rakyat. Bukan lagi kasus satu dua orang namun hampir semua pejabat dan penguasa seperti itu kondisinya. 

Sudah berkali-kali terbukti, pada saat masa kampanye, pada saat ngotot ingin jadi penguasa, maka Meraka memasang muka manis kepada rakyat. Dengan beribu janji yang ditebar ibarat jebakan tikus. Karena sudah terbukti juga berkali-kali bahwa setelah mereka berkuasa semua janji itu dilupakan begitu saja.

Sekarang, nada-nada indah janji palsu itu kembali menghentak. Mengalun membius hari rakyat yang sudah beku. Hingga sebenarnya janji janji palsu itu tak lagi berpengaruh. Hanya saja ketika mereka memberikan sembako atau sekedar uang lelah maka rakyat tetap menyambut suka cita dan kemudian dengan lucunya mendukung begitu saja. Tragis bukan?

Salah satu janji manis itu adalah mereka berjuang untuk rakyat. Meskipun sudah terbukti berkali kali janji inipun palsu alias boongan tapi tetap saja ditebar lagi. Seolah nyari peruntungan siapa tahu ada ikan yang terjebak. Parah-parah.

Padahal yang dimaksud berjuang untuk rakyat itu rakyat yang mana? Selama ini rakyat itu hanyalah sebagian kecil rakyat. Yakni, rakyat yang menjadi kelompoknya, partainya, organisasinya, kaum kerabatnya, keluarganya bahkan dirinya sendiri. Maka nampaklah dengan jelas bahwa mereka sesungguhnya tidak berjuang untuk rakyat. 

Namun hanya untuk "rakyat". Dan begitulah faktanya, begitu mereka berkuasa maka mereka bagi bagi kekuasaan dengan segala fasilitas dan proyeknya kepada partai, kelompok, keluarga dan dirinya sendiri.

Begitulah jika yang berkuasa dan berbicara untuk urusan umum yakni urusan rakyat adalah para ruwaibidhah.
Imam Ibnu Majah meriwayatkan di dalam Sunannya :

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ قُدَامَةَ الْجُمَحِيُّ عَنْ إِسْحَقَ بْنِ أَبِي الْفُرَاتِ عَنْ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ

Abu Bakr bin Abi Syaibah menuturkan kepada kami. Dia berkata; Yazid bin Harun menuturkan kepada kami. Dia berkata; Abdul Malik bin Qudamah al-Jumahi menuturkan kepada kami dari Ishaq bin Abil Farrat dari al-Maqburi dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu-, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah berbicara.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?”. Beliau menjawab, “Orang bodoh yang turut campur dalam urusan masyarakat luas.” (HR. Ibnu Majah, disahihkan al-Albani dalam as-Shahihah [1887] as-Syamilah).

Para penguasa yang pendusta, pengkhianat, dan pembohong malah dipercaya. Sementara orang-orang beriman yang jujur dan amanah yang terusem mengajak rakyat untuk bangkit dari kehancuran ini malah didustakan dan dianggap pengkhianat. Hasilnya? Masyarakat yang hancur lebur tak berbentuk lagi seperti saat ini.
Masih percaya kepada para pendusta yang ngakunya berjuang untuk rakyat? 

Wallaahu a'lam.[]


Oleh: Ustaz Abu Zaid
Ulama Aswaja
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar