Topswara.com -- Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) digadang-gadang akan mampu menyejahterakan rakyat. Benarkah demikian? Memang, saat ini bangsa kita tengah dirundung berbagai persoalan yang seolah tak ada ujungnya. Termasuk masalah ekonomi yang semakin terpuruk, sehingga sebagian masyarakat masih hidup jauh dari kata sejahtera. Untuk itulah, pemerintah membuat program agar masyarakat dapat keluar dari zona tersebut. Salah satunya adalah KEK.
Hingga akhir 2023 Indonesia tercatat memiliki sekitar 20 KEK yang bergerak di bidang manufaktur dan pariwisata. Yakni 10 KEK fokus di pariwisata, sementara 10 KEK sisanya fokus di manufaktur. Menurut Deputi Bidang Koordinasi dan Pengembangan Usaha BUMN, Riset, dan Inovasi, Elen Setiadi, investasi di KEK manufaktur lebih tinggi yakni 133 triliun sepanjang 2023, dan KEK pariwisata 9 triliun.
Namun dari sisi serapan tenaga kerja, KEK pariwisata lebih banyak menyerap tenaga kerja yakni 36.000 pekerja pada 2023, dibandingkan dengan KEK manufaktur yang hanya 33.000 tenaga kerja. (CNBC Indonesia.com, 13/12/2023).
Banyaknya KEK tentu berpeluang juga untuk menarik investor, baik investor swasta lokal maupun asing. Sebagaimana diungkapkan Duta Besar RI untuk Singapura, Suryo Promo, bahwa penting sekali untuk menggali informasi tentang peluang investasi dalam proyek yang sedang berjalan di KEK khususnya pariwisata dan manufaktur.
Karena hal ini dapat menjadi referensi untuk mengundang investor dari berbagai negara agar menanamkan modalnya di KEK. Sekadar diketahui, hingga Desember 2023, 20 KEK di Indonesia telah berhasil mencatatkan capaian investasi sebesar Rp167, 2 triliun, meningkat Rp62, 9 triliun dibandingkan tahun sebelumnya.
Dampak KEK
Gencarnya pemerintah membuka peluang investasi terutama bagi pemodal asing tentu akan berdampak pada masyarakat yang wilayahnya termasuk dalam KEK. Di antaranya; pertama, investasi ini akan lebih menguntungkan pihak asing dan kapitalis. Karena dalam Undang-undang KEK Pasal 5 Ayat 1 yang berbunyi 'Pembentukan KEK dapat diusulkan oleh badan usaha, pemerintah kabupaten/kota, atau pemerintah provinsi kepada Dewan Nasional'.
Ini artinya pemerintah daerah memiliki peluang besar menggaet investor atau pemilik modal untuk mengembangkan wilayah atau kawasan khusus dengan infrastruktur lengkap dan modern.
Sementara itu, sudah menjadi rahasia umum 'tidak ada investasi tanpa timbal balik yang menguntungkan bagi investor'. Sehingga terbukalah peluang untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya bagi mereka.
Kedua, terjadinya eksploitasi sumber daya alam (SDA). Sudah barang tentu untuk membangun KEK pasti membutuhkan lahan yang sangat luas. Jika ada lahan rakyat yang masuk dalam wilayah KEK maka akan terjadi penggusuran dengan imbalan ganti rugi.
Tak hanya itu, kawasan KEK juga berpeluang pada wilayah yang kaya akan SDA sehingga SDA yang ada pun akan berubah menjadi bangunan- bangunan megah dan kawasan industri.
Ketiga, tidak signifikan menyerap tenaga kerja. Meskipun dapat meningkatkan tenaga kerja, akan tetapi nyatanya belum mampu mengatasi masalah tingginya angka pengangguran.
Di kawasan industri misalnya, tenaga kerja yang diserap bukan tenaga kerja yang mapan, tetapi sebatas sebagai buruh pabrik dengan upah standar minimal daerah. Sehingga belum mampu meningkatkan taraf hidup rakyat, alias tetap jauh dari kata sejahtera.
Bahkan ada juga proyek KEK yang justru menghilangkan mata pencaharian masyarakat. Seperti proyek KEK sirkuit mandalika. Masyarakat setempat yang sudah bertahun-tahun menggantungkan hidupnya dari laut dan pertanian terpaksa kehilangan mata pencahariannya.
Mereka tidak bisa berbuat apa-apa terkait akuisisi lahan mereka oleh pihak swasta yang didukung pula oleh Undang-undang dari pemerintah.
Itulah gambaran konsekuensi penerapan sistem kapitalisme liberal. Di mana investasi dilakukan secara besar-besaran, dengan dalih untuk menggenjot pemasukan dari sektor pariwisata dan manufaktur serta menyejahterakan rakyat. Namun faktanya hanya menyejahterakan pemilik modal, bukan rakyat.
Pembangunan dalam Pandangan Islam
Islam sebagai agama yang sempurna memiliki aturan hidup yang mampu menyelesaikan berbagai problematika manusia. Peraturan yang dibuat selalu berorientasi pada kepentingan rakyat termasuk dalam hal pembangunan.
Pembangunan merupakan hal yang penting bagi kemajuan ekonomi. Seperti pembangunan jalan, jalan tol, stadion, jembatan, jaringan listrik, bendungan dan lain sebagainya. Semua pembangunan dalam Islam haruslah memberi dampak yang positif dan bermanfaat bagi rakyat. Karena hal tersebut merupakan kewajiban negara untuk memenuhi kebutuhan publik rakyatnya.
Dalam Islam, pembangunan akan dibiayai dari pos kepemilikan negara dan pos kepemilikan umum baitulmal. Dana pos kepemilikan negara berasal dari pengelolaan harta milik negara seperti kharaj, fa'i, usyur, ghanimah, anfal, dan jizyah.
Sementara dana pos kepemilikan umum berasal dari hasil pengelolaan SDA. Sumber dana keduanya sangat cukup bahkan lebih untuk menciptakan kemandirian pembangunan.
Selain itu, pembangunan dalam Islam hanya ditujukan untuk kemaslahatan rakyat bukan untuk kepentingan para pemilik modal seperti hari ini. Dengan pembangunan diharapkan masyarakat akan lebih mudah memenuhi hajat hidupnya.
Seperti mobilitas dalam rangka mencari ilmu, mencari ekonomi, bersosial dengan masyarakat, beribadah dan sebagainya. Konsep pembangunan yang demikian, membuat negara mengatur pembangunan sesuai kebutuhan per wilayah. Sehingga potensi perekonomian wilayah tersebut dapat mengangkat kehidupan warga setempat.
Demikianlah tatkala aturan Islam diwujudkan dalam hal apapun termasuk pembangunan. Dengan pembangunan yang terkonsep seperti di atas maka negara akan mampu menciptakan kesejahteraan warganya, jaminan kehidupan yang layak dan keamanan pun dapat dinikmati seluruh warganya.
Wallahu a'lam bi ash- shawab.
Oleh: Sri Murwati
Pegiat Literasi, Komunitas Rindu Surga
0 Komentar