Topswara.com -- Disarikan dari nasyroh:
Benturan antara Kewajiban Mengemban Dakwah dan Mencari Nafkah, 12 Rabi'ul awwal 1416H. 9 agustus 1995 M.
Keduanya, mengemban dakwah dan mencari nafkah, sama sama fardhu 'ain.
Benar, bahwa dakwah menegakkan khilafah saat ini adalah fardhu 'ain. Setiap Muslim wajib melibatkan diri secara sungguh sungguh dalam kewajiban ini.
Sebagaimana difahami oleh para ahli ushul fiqh bahwa fardhu kifayah akan berubah menjadi fardhu 'ain dalam kondisi kewajiban itu tidak bisa ditunaikan kecuali melibatkan semua orang.
Faktanya kewajiban menegakkan khilafah ini sudah tertunda lebih 100 tahun tepatnya 103 tahun hijriyah dan nyaris 100 tahun Masehi, dari jangka waktu penunainnya yang diberikan oleh syarak yakni selama 3 hari semenjak khalifah wafat atau tidak ada.
Ini menunjukkan bahwa kewajiban ini sudah terbengkalai selama nyaris 100 tahun. Telah menjadi utang bagi seluruh Muslim sedunia nyaris 100 tahun. Maka masihkah akan ada seorang Muslim pun bisa tidur nyenyak dengan keadaan ini?
Disinilah maka kewajiban yang telah tertunda sekian lama ini telah menuntut setiap Muslim laki maupun perempuan, tua maupun muda, kaya maupun miskin, rakyat jelata terlebih para penguasa untuk segera memikul tugas ini dengan sungguh sungguh.
Maka siapapun seorang Muslim yang mengabaikan kewajiban ini atau tidak melibatkan diri di dalam memikul kewajiban ini, dia telah lalai dari salah satu kewajiban paling agung ini sehingga dia berdosa hingga dia tunaikan atau hingga khilafah bisa terealisasi.
Demikian pula mestinya sikap seorang muslim terhadap seluruh kewajiban yang Allah dan RasulNya telah perintahkan. Yakni sami'na wa 'atho'na. Tidak boleh dia mengabaikan atau lalai sedikitpun.
Termasuk kewajiban mencari nafkah bagi setiap laki laki yang dewasa dan mampu. Mencari nafkah untuk diri dan keluarga (anak, istri dan kedua orang tua) adalah fardhu 'ain. Khususnya untuk kebutuhan pokok yakni sandang, pangan dan papan.
Cengkeraman dan kekejian sistem kapitalisme saat ini merupakan ujian tersendiri bagi setiap Muslim dalam mencari nafkah. Yaitu berupa kesulitan dalam lapangan kerja yang cukup dan halal.
Pendek kata mayoritas rakyat dipaksa kerja seumur hidup hanya untuk sekedar bisa makan karena dibatasi dengan upah minimum. Kerja sampai matipun bagi sebagian besar rakyat tidak akan pernah sejahtera.
Maka setiap pengemban dakwah mesti sadar terhadap jebakan ini sehingga tidak mengharuskan umumnya untuk mengejar kemapanan dunia yang sangat sulit didapatkan.
Dalam kondisi darurat ini mestinya pengemban dakwah bekerja karena sekedar tuntutan kebutuhan pokok bukan untuk menumpuk harta. Kecuali bagi siapa yang Allah mudahkan rejekinya sehingga dengan kekayaan nya dia bisa lebih banyak berkorban untuk dakwah dengan hartanya itu.
Jika Kewajiban Dakwah Berbenturan dengan Kewajiban Mencari Nafkah
Pada dasarnya antara dua kewajiban ini dari sisi waktu sama sama luas. Artinya dakwah bisa kapan saja, pagi, siang, sore atau malam. Demikian juga bekerja. Sehingga pada umumnya dua kewajiban ini tidak akan berbenturan satu sama lain.
Secara umum biasanya bekerja itu di pagi sampai siang hari atau sore sehingga dakwah bisa dilakukan sore atau malam hari. Inilah karakter asal dari dua kewajiban ini. Sehingga jika terjadi benturan itu hanya kejadian sekali sekali saja. Bukan tiap hari.
Lalu bagaimana sikap yang semestinya kita ambil?
Pertama, jika terjadi benturan sesekali maka harus diperhatikan.
Pertama, jika kerja hari itu terkait dengan mencari kebutuhan pokok yang jika dia tinggalkan maka hari itu dia tidak bisa memenuhi sandang, pangan, papan maka dia dahulukan kerja nya. Sementara untuk urusan dakwah dia bisa minta izin agar bisa diatur kembali.
Ini karena Nabi Muhammad SAW bersabda:
كفي بالمرئ اثما ان يضيع من يقوت
"Cukuplah seseorang dianggap berdosa bila dia telah mengabaikan orang yang menjadi tanggung jawabnya" (HSR Ahmad, Abu Dawud, Al Hakim dan al Baihaqy, Faidul Qadir, Al Munawi juz IV hal 552).
Kedua, jika hal ini bukan merupakan kerja mencari kebutuhan pokok artinya dia masih punya makanan, pakaian dan tempat tinggal walaupun hari itu dia tidak bekerja maka dia harus dahulukan dakwah daripada bekerja. Hanya saja jika dia sudah punya akad atau kontrak kerja pada jam tertentu maka dia harus minta ijin kepada pihak yang memperkerjakan dirinya.
Kedua, kerja dan terjadi benturan terus menerus dengan kewajiban dakwah.
Dalam keadaan ini maka tidak diragukan lagi bahwa dia harus segera keluar dari pekerjaan tersebut dan mencari pekerjaan lain. Hal ini karena dia berarti berada pada kondisi maksiat terus menerus yang wajib segera dia tinggalkan. Dia wajib hijrah agar terlepas dari maksiat yang membelenggu dirinya. Dan yakinlah bahwa di tempat hijrahnya itu Allah sediakan keleluasaan dan rejeki yang mencukupi.
Hal ini sesuai firman Allah pada surah an Nisa ayat 97.
Selamat berjuang Sobat, semoga Allah kuatkan kita dan menolong kita dengan segera tegaknya Khilafah. Aamiin ya Rabbal alamin.[]
Oleh: Ustaz Abu Zaid
Ulama Aswaja
0 Komentar