Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UU Pemilu, Gibran, dan Ambisi Jokowi


Topswara.com -- UU Pemilu yang memuat syarat usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden 40 tahun disahkan pada 2017. Kalau memang syarat tersebut dianggap bermasalah, mestinya digugat saat itu juga. 

Pemilu 2019 terjadi, dan tidak ada pihak yang memersalahkan syarat usia minimal 40 tahun tersebut. 

Sampai tahun 2022 pun, UU Pemilu 2017 itu tidak ada yang mempermasalahkan. 

Itu di satu sisi. Di sisi lain tampak sekali Presiden Jokowi berambisi untuk terus berkuasa. Sudah habis dua periode, tidak puas juga. Prestasi tiada, menyusahkan rakyat aja kerjaannya. Tetapi, tetap saja ambisius untuk berkuasa, maka, segala upaya dilakukannya:

Pertama, berupaya agar bisa tiga periode: Gagal.
Kedua, berupaya satu periodenya jadi delapan tahun: Gagal.
Ketiga, berupaya tunda pemilu agar tetap berkuasa dengan memenangkan gugatan partai gurem: Gagal.
Keempat, naikkan anaknya yang masih di bawah umur Gibran (usianya baru 36 tahun): Gagal atau Berhasil?  

Setidaknya ada dua tahap yang harus dilakukan. Tahap pertama mesti dipastikan Gibran bisa ikut pemilu, tapi terganjal UU Pemilu 2017 yang sampai tahun 2022 itu sama sekali tidak dianggap masalah. Maka, UU-nya yang harus diubah, begitu sepertinya yang ada di alam pikir Presiden Jokowi. 

Maka, dengan memanfaatkan koneksi Anwar Usman (ipar Presiden Jokowi, pamannya Gibran) yang sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, syarat usia pun diubah sedemikian rupa agar Gibran bisa menjadi cawapres. 

Walhasil, putusan MK mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) jelas sekali, terang benderang sudah dipastikan itu merupakan upaya sang Paman memuluskan Gibran agar dapat menjadi calon wakil presiden, mumpung sang Ayah berkuasa. Tidak bisa ditafsirkan lain. 

Namun kecurangan sang Paman begitu terang benderang, saking terangnya, tidak memungkinkan menutup-nutupinya lagi. 

Walhasil sang Paman dan kolega pun dinyatakan bersalah oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, katanya sih, mereka dihukum. Tapi anehnya, putusan sang Paman dan kolega yang memutuskan pengubahan syarat minimal umur tersebut tidak dicabut. 

Meski memutuskan prilaku sang Paman bersalah, tetapi MKMK belum tentu membatalkan putusan yang membuat sang Keponakan jadi calon wapres. 

Alasannya, kata pakar hukum, MKMK hanya bertugas menegakkan kode etik prilaku sang Paman, bukan menilai putusan sang Paman. 

Padahal kan putusan itu ada karena prilaku, prilakunya sudah dinyatakan salah pula, tapi kok putusannya belum tentu dibatalkan? Begitulah, MKMK ini memang baru dibuat karena masalah kasus ini, dan begitulah fungsinya. 

Kalau kata kita sih ya yang bukan pakar hukum ini, mengapa tidak difungsikan juga untuk mencabut putusannya ya? Entahlah, Allah SWT dan yang membuat MKMK-lah yang tahu. Pakar hukum biasanya bisa menjawab tuh, meskipun kita yang bukan pakar hukum ini mestilah merasa aturan ini sangat tidak adil.

Lebih terasa tidak adilnya lagi, ketika dikatakan oleh pakar hukum, UU tersebut bila digugat, hasil gugatannya tidak berlaku untuk pemilu 2024, tetapi untuk pemilu 2029! Ya, Allah, ini pakar hukum model apa!?

Kenapa bukan putusan sang Paman dan kolega yang memutuskan perubahan batas usia minimal itulah yang berlakunya pada 2029? Kalau diberlakukan 2024, tentu saja jelas-jelas itu mengangkangi hukum demi mulusnya Gibran jadi cawapres. 

Tetapi dipikir-pikir, wajarlah, namanya juga sistem kufur demokrasi, yang membuat hukum ya manusia untuk mengatur manusia. Yang namanya manusia, pastilah membuat hukum itu untuk kepentingannya. Berhubung saat ini manusia yang berkuasanya dia, maka hukum dibuat sesuai kepentingannya dia. Pakar hukumnya pun dibuat sedemikian rupa agar mendukung kepentingan penguasa. 

Jadi, dapat diprediksikan dalam tahap ini, Gibran bisa melenggang ikut pemilu 2024 sebagai cawapres. 

Tahap kedua, agar bisa jadi capres, maka harus diumumkan bahwa Prabowo-Gibran sebagai pemenang pemilu 2024. Terkait masalah ini, saya jadi ingat Prabowo kala itu menggugat hasil pemilu 2019 ke MK karena menganggap kubu Jokowi curang. Bagaimana kalau pada pemilu 2024 kasusnya terulang? Apakah Prabowo akan menggugatnya juga? He... he...[]

Depok, 24 Rabiul Awal 1445 H | 8 November 2023 M


Joko Prasetyo
Jurnalis
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar