Topswara.com -- Secara fisik, manusia sama dengan hewan. Ia memiliki kebutuhan fisik yang harus dipenuhi untuk menjaga keberlangsungan hidupnya. Manusia dan hewan sama-sama membutuhkan makanan, minuman, istirahat, dan perlindungan yang menjaga dirinya terpapar dari pengaruh luar.
Secara naluriah, baik hewan dan manusia juga memiliki insting alamiah yang membuat mereka terdorong untuk bergerak demi memenuhi fitrah penciptaannya.
Naluri kasih sayang membuat hewan dan manusia menjaga eksistensi jenis mereka sendiri sehingga tidak mengalami kepunahan. Untuk menjaga eksistensi dirinya, manusia dan hewan dibekali oleh Allah SWT dengan naluri mempertahankan diri. Sementara untuk tunduk dan patuh terhadap sesuatu yang lebih berkuasa dari dirinya ada naluri untuk mensucikan sesuatu.
Namun demikian, ada perbedaan mendasar antara manusia dan hewan yang membuat kedua jenis mahluk ini memiliki fungsi yang berbeda dalam kehidupan. Manusia adalah hewan yang berfikir. Oleh karena itu, meskipun hewan memiliki penginderaan, syaraf, dan otak, namun hewan tidak memiliki potensi berfikir dan menghukumi fakta seperti halnya manusia.
Hewan mengindera fakta, namun tidak bisa merekayasa informasi seperti manusia. Informasi bawaan ataupun yang dikumpulkan hewan melalui pengalamannya, hanyalah seputar pemenuhan kebutuhan fisik dan naluri semata. Bagaimana hewan menemukan pakan yang sesuai dengan sistem pencernaannya, bagaimana membuat sarang, kapan musim kawin, hewan apa yang mungkin jadi pemangsa, adalah informasi naluriah semata.
Berbeda dengan manusia. Manusia mampu merekayasa secara virtual fakta yang bisa mereka indera yang kemudian dikaitkan dengan informasi yang telah ia ketahui sebelumnya. Informasi ini bisa berupa data, prosedur, maupun konsep tentang segala hal, tidak melulu terkait kebutuhan fisiknya. Hasil dari proses inilah yang disebut dengan pemikiran, sementara prosesnya disebut dengan proses berpikir.
Dari proses berpikir inilah manusia mendapatkan status baru mengenai fakta atau informasi lama yang ada saat ia melakukan proses berpikir. Dengan berpikir, manusia bisa mendapatkan informasi baru tentang mana yang baik, mana yang lebih baik maupun mana yang paling baik dari berbagai kemungkinan untuk dilakukan.
Dengan memperbandingkan berbagai fakta, ia juga mampu mengetahui mana kemungkinan yang buruk, mana yang lebih buruk dan mana yang paling buruk yang bisa terjadi dan harus dihindarinya. Pada potensi itulah, manusia sangat berbeda dengan hewan. Karena hewan tidak melakukan sesuatu karena pertimbangan akalnya, namun hanya dari pertimbangan instingnya semata.
Oleh karena itu, berpikir dan menggunakan akalnya, adalah sesuatu yang alamiah dan menjadi potensi khusus manusia sebagai fakta penciptaannya. Sehingga harkat dan martabat manusia ditentukan oleh ketinggian taraf berpikirnya. Makin tinggi taraf berpikir manusia, semakin tinggi pula harkat dan martabatnya. Begitulah cara Allah menjadikan manusia menjadi mahluk yang sempurna.
Dalam kehidupan yang serba cepat saat ini, kecepatan berpikir memiliki urgensitas yang tinggi. Informasi yang dulu sangat sulit kita akses, saat ini justru membanjiri penginderaan kita. Internet of thing, dan dunia metaverse menjadi dunia kedua kita selain dunia fisik ini. Oleh karena itu, ketika kita tidak bisa optimal dalam memanfaatkan informasi yang tersedia justru menjadi sampah yang sangat mengganggu proses berpikir kita.
Berpikir cepat sesungguhnya adalah hal alamiah bagi manusia. Karena manusia merespon kondisi lingkungannya secara alamiah pula. Hewan mungkin akan bereaksi terhadap perubahan kondisi secara alamiah dengan nalurinya. Namun demikian, manusia akan merespon perubahan kondisi dengan pemikiran dan akalnya, karena itulah potensi alamiah manusia.
Untuk bisa berpikir cepat, seorang manusia tidak perlu untuk mendalami secara personal sebuah pemikiran saat itu juga. Ia hanya perlu meningkatkan kecepatan mengkaitkan fakta yang ia indera dengan pemikiran yang sudah ia pahami sebelumnya. Berpikir mendalam terhadap sesuatu justru harus dia lakukan jauh sebelum dibutuhkan kecepatan berpikir dan telah menjadi informasi yang tervalidasi kebenarannya.
Bahkan memiliki sebuah pemikiran cemerlang tentang kehidupan adalah salah satu elemen penting dalam kecepatannya menghukumi fakta yang saat itu harus dihukuminya. Dengan pemikiran cemerlang itu dia bisa merespon fakta dengan cepat dan menghasilkan keputusan yang cepat pula karena informasi yang ia miliki sudah terverifikasi kebenarannya.
Oleh karena itu, semua orang dengan kecerdasan rata-rata bisa melakukan pemikiran cepat dan benar ketika dia dibutuhkan untuk merespon fakta. Karena 90 persen manusia memiliki kecerdasan rata-rata yang tidak jauh berbeda. Hanya 10 persen saja yang termasuk jenius dan terbelakang, dimana hal itu tidak menjadi bagian dari pembahasan kita.
Ketika kita telah memiliki informasi yang benar mengenai akar permasalahan yang terjadi di Palestina, maka respon kita terhadap setiap fakta baru yang terjadi disana bisa kita tingkatkan kecepatannya. Sikap kita untuk menyelesaikan permasalah tersebut tentu juga meningkat tanpa harus tersandera oleh pembahasan mendalam dan bertele-tele yang disediakan oleh media.
Oleh karena itu, urgensitas berpikir cepat dan produktif bagi umat Islam menemukan momentum yang tepat dalam merespon fakta yang terjadi di Palestina. Solusi praktis dan ideologis dapat segera diwujudkan tanpa harus terbiaskan oleh propaganda dan tipudaya informasi yang dilakukan oleh Zionis Yahudi dan negara-negara pendukungnya.
Yang harus kita lakukan adalah melakukan penyadaran publik atas kondisi yang terjadi, agar kemudian bisa terbentuk opini masyarakat bahwa satu-satunya solusi bagi segala permasalahan umat Islam, termasuk di Palestina adalah dengan ditegakkannya supremasi Islam yang akan menerapkan syariat dan menjaganya dengan dakwah dan Jihad. Dan khilafah adalah satu-satunya cara untuk mewujudkan supremasi Islam kembali.
Dengan adanya pemikiran yang terverifikasi ini, masyarakat tinggal didorong untuk merespon fakta yang terjadi dengan pemikiran cepat dan produktif sehingga perubahan sosial bisa terjadi dengan cepat pula.
Wallahu A'lam bish shawwab.
Oleh: Trisyuono D
Pengamat Sejarah
0 Komentar