Topswara.com -- Sebanyak 200 warga Rohingya kembali berlabuh Aceh. Kali ini mereka berlabuh di tepi pantai Ujong Kareung, Kota Sabang, Provinsi Aceh, Selasa (21/11/2023) sekitar pukul 22.30 WIB.
Sebelumnya diberitakan, ada lima kapal pembawa warga Rohingya yang berlabuh di Aceh. Kapal pertama pada 14 November 2023 di Kabupaten Pidie dengan membawa 194 warga. Besoknya, kapal kedua berlabuh di Kabupaten Pidie dengan membawa 147 warga. Pada 19 November 2023, kapal ketiga, keempat, dan kelima berlabuh di lokasi terpisah.
Lokasi pertama membawa membawa 256 warga berlabuh di Kabupaten Bireuen, kapal keempat berlabuh di Kabupaten Pidie dengan 232 warga, dan terakhir di Kabupaten Aceh Timur dengan membawa 36 warga Rohingya. Total 865 warga Rohingya kini berada di Aceh.
Kali ini, warga Rohingya menyatakan tujuannya memang ke Indonesia, dengan dalih bisa melindungi sebagai negara muslim terbesar di dunia dan dermawan dalam membantu sesama Muslim.
Namun Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Lalu Muhamad Iqbal menegaskan bahwa Indonesia tidak memiliki kewajiban dan kapasitas untuk menampung pengungsi, apalagi untuk memberikan solusi permanen bagi para pengungsi.
Penegasan bahwa Indonesia bukan negara pihak pada Konvensi Pengungsi 1951 disampaikan Iqbal guna menanggapi sejumlah kapal pembawa pengungsi Rohingya yang kembali terdampar di Aceh, sejak Rabu (15/11)
Menurutnya, penampungan yang selama ini diberikan semata-mata karena alasan kemanusiaan. Ironisnya, banyak negara pihak pada konvensi justru menutup pintu dan bahkan menerapkan kebijakan push back terhadap para pengungsi.(antaranews.com, 16/11/2023).
Begitulah, sudah berpuluh-puluh tahun teriakan "SOS" (Save Our Souls) dari warga Muslim Rohingya terdengar ke seluruh dunia. Sampai-sampai mereka harus menjadi manusia perahu tak tahu harus mencari pertolongan kepada siapa lagi.
Namun konsep nation state atau negara bangsa semakin mempersulit negara-negara lain untuk menolong warga Muslim Rohingya. Padahal kondisi mereka saat ini sudah sangat memprihatinkan.
Hanya khilafah yang mampu menolong warga Muslim Rohingya dari ketertindasan selama ini. Sebab, negara khilafahlah yang bisa menerapkan secara nyata konsep bahwa Muslim yang satu dengan Muslim yang lain bagaikan satu tubuh dan tidak ada lagi sekat-sekat kebangsaan sebagaimana sabda Rasulullah SAW,
"Perumpamaan orang-orang Mukmin dalam berkasih sayang dengan sesama mereka seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan baik (sakit) demam dan tidak bisa tidur." (HR. Bukhari-Muslim).
Dengan demikian, khilafah akan melindungi darah seluruh kaum Muslim. Melindungi mereka dari segala bentuk penindasan terutama dari kaum kafir. Rasulullah SAW bersabda,
"Imam atau khalifah itu tak lain laksana perisai, dia akan dijadikan perisai dimana orang akan berperang di belakangnya dan digunakan sebagai tameng."
(HR. Bukhari-Muslim).
Makna Imam atau khalifah laksana perisai dijelaskan Imam an-Nawawi.
"Maksudnya, ibarat tameng. Karena dia mencegah musuh menyerang (menyakiti) kaum Muslim. Mencegah masyarakat satu dengan yang lain dari serangan, melindungi keutuhan Islam, dia disegani masyarakat dan mereka pun takut terhadap kekuatannya."
Sebagai perisai, khilafah menjamin penjagaan nyawa atau jiwa terhadap setiap warga negaranya Muslim maupun non Muslim. Khilafah akan menerapkan aturan Islam yang mencegah dan menjerakan manusia untuk berbuat aniaya terhadap orang lain, apakah bentuknya melukai, menyerang secara fisik sampai membunuh jiwa. Sebab Allah SWT berfirman,
"Sesungguhnya siapa saja yang membunuh seorang manusia bukan karena orang itu (membunuh) orang lain atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Siapa saja yang memelihara kehidupan seorang manusia, seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya." (QS. Al-Maidah: 32).
Jika ada orang yang melanggar ketentuan ini, maka Islam akan menjatuhkan sanksi yang keras. Bisa dalam bentuk diyat, yaitu tebusan darah atau qishas atau dibunuh. Dengan begitu, darah dan jiwa manusia pun terjaga. Inilah kerahmatan Islam dalam menjaga setiap jiwa kaum Muslim.
Adapun jika penganiayaan dilakukan secara terorganisir oleh kafir harbi fi'lan, maka khilafah akan memobilisasi pasukan militer untuk berjihad membela warga negaranya yang tertindas dan terancam jiwanya dimanapun. Kekuatan khilafah dalam jihad tentu sangat mumpuni. Sebab tentara dibentuk dari warga negara khilafah Islam di bawah Departemen Perang.
Departemen inilah yang menangani semua urusan yang berhubungan dengan angkatan bersenjata, seperti pasukan, logistik, persenjataan, peralatan, amunisi dan sebagainya, menangani akademi-akademi militer, misi-misi militer serta pemikiran Islam dan pengetahuan umum apa saja yang menjadi keharusan bagi tentara serta menangani segala hal yang berhubungan dengan peperangan dan persiapannya. Hanya di bawah naungan khilafah, 1,8 miliar umat Islam bisa bersatu dan menjadi kuat.
Nabila Zidane
Jurnalis
0 Komentar