Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tanda Manusia yang Paling Bahagia dan Beruntung


Topswara.com -- Sobat. Dalam Kitab Nashaihul Ibad Syeikh Imam Nawawi al-Bantani menyebutkan bahwa Manusia paling bahagia adalah yang memiliki : Pertama. Hati yang sadar bahwa Allah senantiasa bersama di mana pun dia berada. Kedua. Raga yang sabar dan tangguh menjalani kepatuhan pada Allah. Sikap qana’ah atau ridha dengan apa yang diperolehnya sebagai anugerah dari Allah dan tetap tenang jika hilang dari kepemilikannya. 

Sobat. Yahya bin Muádz ar-Razi ahli tasawuf wafat di Naisabur wafat tahun 258H menjelaskan bahwa sungguh beruntung orang-orang yang ; Pertama. Meninggalkan kesenangan dunia sebelum dunia meninggalkannya. Yang dimaksud meninggalkan kesenangan dunia ialah menggunakan harta kekayaan untuk berbagai kebaikan sebagai bekal di akherat sebelum harta itu habis sia-sia. 

Kedua. Membangun kuburnya sebelum dia memasukinya. Yang dimaksud membangun kubur adalah mengerjakan amal sholeh yang dapat membuat nyaman di alam kubur. Ketiga. Meraih ridha Tuhannya sebelum dia menemui-Nya. Maksudnya adalah melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dengan demikian, setelah kematiannya, dia menghadap Tuhannya dalam keadaan di ridhai.

Sobat. Tutur kata yang baik sebagai shodaqah tidak akan sia-sia! Tetapi ia bisa membuka jalan, memulihkan jiwa dan menenangkan perasaan!
“Siapa di antara kalian yang punya semangat untuk mengumpulkan hadits-hadits shahih ?” Ucapan itu dikatakan oleh Ishaq bin Rahawauh dalam pertemuannya dan ucapan itu membekas di hati Al-Bukhari sehingga dia menghimpun kitab ash-shahih untuk kita.

“Bagaimana minatmu terhadap ilmu Fiqih, wahai Asy-Syafi’i?” Ucapan itu dikatakan Mush’ab Az-Zubairi setelah Asy-Syafií menekuni syair, lalu ucapan ini jadilah Asy-Syafií seperti yang kita kenal. Bahkan Imam Ahmad berkata kepadanya, “Asy-Syafií seperti matahari bagi dunia, dan seperti afiyah (keselamatan) bagi manusia.

Sobat. Ibrahim an-Nakhaí rahimahullah mengatakan, “ Sessungguhnya penyebab kehancuran umat-umat sebelum kalian karena tiga hal :

Pertama, terlalu banyak bicara hal-hal yang sia-sia.
Kedua, terlalu banyak makan.
Ketiga, terlalu banyak tidur yang tidak mendatangkan manfaat apa-apa.

Sobat. Allah SWT berfirman :
ÙˆَØ¥ِØ°ۡ Ø£َØ®َØ°ۡÙ†َا Ù…ِيثَٰÙ‚َ بَÙ†ِÙŠٓ Ø¥ِسۡرَٰٓØ¡ِيلَ Ù„َا تَعۡبُدُونَ Ø¥ِÙ„َّا ٱللَّÙ‡َ ÙˆَبِٱلۡÙˆَٰÙ„ِدَÙŠۡÙ†ِ Ø¥ِØ­ۡسَانٗا ÙˆَØ°ِÙŠ ٱلۡÙ‚ُرۡبَÙ‰ٰ ÙˆَٱلۡÙŠَتَٰÙ…َÙ‰ٰ ÙˆَٱلۡÙ…َسَٰÙƒِينِ ÙˆَÙ‚ُولُواْ Ù„ِلنَّاسِ Ø­ُسۡÙ†ٗا ÙˆَØ£َÙ‚ِيمُواْ ٱلصَّÙ„َÙˆٰØ©َ ÙˆَØ¡َاتُواْ ٱلزَّÙƒَÙˆٰØ©َ Ø«ُÙ…َّ تَÙˆَÙ„َّÙŠۡتُÙ…ۡ Ø¥ِÙ„َّا Ù‚َÙ„ِيلٗا Ù…ِّنكُÙ…ۡ ÙˆَØ£َنتُÙ… Ù…ُّعۡرِضُونَ  

“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.” (QS. Al-Baqarah (2) : 83)

Sobat. Allah mengingatkan Nabi Muhammad saw, ketika Dia menetapkan atas Bani Israil akan janji yang harus mereka penuhi, yaitu bahwa mereka tidak akan menyembah sesuatu selain Allah. 

Allah melarang mereka beribadah kepada selain Allah, biarpun berupa manusia atau berhala dan lain-lain, karena hal itu berarti mempersekutukan Allah dengan benda-benda tersebut. Menyembah kepada selain Allah adakalanya dengan perbuatan-perbuatan yang lain yang berupa mengagungkan sesuatu yang disembah itu.

Agama Allah yang dibawa oleh para utusan-Nya semua menekankan untuk menyembah Allah yang Maha Esa dan tidak mempersekutukan-Nya dengan suatu apa pun, seperti firman Allah:
Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun (an-Nisa'/4:36)

Sobat. Janji dari Bani Israil ini diawali dengan janji memenuhi hak Allah, hak yang tertinggi dan terbesar yaitu hanya Dia semata-mata yang berhak disembah, tidak ada sesuatu pun yang disekutukan dengan Dia. 

Semua makhluk diperintahkan menyembah-Nya dan untuk tugas inilah sebenarnya mereka diciptakan.
Sesudah menyebutkan hak Allah, disusul dengan perintah berbuat kebajikan kepada orang tua, suatu amal kebajikan yang tertinggi. Karena melalui kedua orang tualah Allah menciptakan manusia. 

Allah berfirman:
Dan berbuatbaiklah kepada kedua orang tua, ... (an-Nisa'/4:36)

Sobat. Berbuat kebajikan kepada orang tua ialah dengan mengasihi, memelihara dan menjaganya dengan sempurna serta menuruti kemauannya selama tidak menyalahi perintah Allah. 

Adapun hikmah berbakti kepada ibu dan bapak ialah karena ibu bapak itu telah berkorban untuk kepentingan anaknya pada waktu masih kecil dengan perhatian yang penuh dan belas kasihan. Mereka mendidiknya dan mengurus segala kepentingan anaknya itu ketika masih lemah, belum dapat mengambil suatu manfaat dan belum dapat pula menghindar dari suatu bahaya. 

Selain dari itu, orang tua memberikan kasih sayang yang tidak ada tandingannya. Apakah tidak wajib bagi anak memberikan balasan kepada ibu-bapaknya sebagai imbalan atas budi baiknya?
 
Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan (pula). (ar-Rahman/55:60)

Kecintaan kedua orang tua kepada anaknya disebabkan:

Pertama, rasa cinta kasih yang dianugerahkan Allah kepada keduanya untuk menyempurnakan nikmat-Nya demi terpeliharanya jenis manusia.
Kedua, rasa syukur terhadap anak-anaknya.
Ketiga, harapan pada masa depan anaknya untuk dapat menolongnya baik dengan harta maupun dengan tenaga dalam kehidupan.
Keempat, dapat melanjutkan misi kedua orang tuanya. 

Sesudah Allah menyebutkan hak kedua orang tua, disebutkan pula hak kerabat (kaum keluarga) yaitu berbuat kebajikan terhadap mereka, karena berbuat kebajikan kepada karib kerabat adalah faktor yang memperkuat tali persaudaraan di antara kaum kerabat itu.

Suatu umat ini terdiri atas keluarga dan rumah tangga. Maka kebaikan dan keburukan umat tergantung kepada kebaikan dan keburukan keluarga dan rumah tangga. Orang yang tidak membina rumah tangga berarti dia tidak ikut membina unsur umat. 

Kemudian setiap rumah tangga itu hendaklah menghubungkan tali persaudaraan dengan rumah tangga lainnya berdasarkan tali keturunan, keagamaan atau pun kebangsaan. Dengan demikian akan terbinalah suatu bangsa dan umat yang kuat.

Mengadakan hubungan erat sesama keluarga adalah sesuai dengan fitrah manusia. Agama Islam, agama fitrah memberi jalan yang baik bagi pertumbuhan ikatan kerabat ini. Kemudian Allah menyebutkan pula hak orang-orang yang memerlukan bantuan, yaitu hak orang miskin.

Berbuat baik kepada anak yatim ialah mendidiknya dengan baik dan memelihara segala hak-haknya. Al-Qur'an dan Sunah sangat menganjurkan agar memperhatikan anak yatim walaupun ia kaya, karena yang dipandang ialah keyatimannya. Mereka telah kehilangan orang yang menjadi tempat mereka mengadu. 

Allah mewasiatkan anak-anak yatim kepada masyarakat agar menganggap mereka itu sebagai anak sendiri, untuk memberikan pendidikan. Jika mereka terlantar, mereka dapat menimbulkan kerusakan pada anak-anak lainnya, dan akibatnya lebih besar pada bangsa dan negara.

Berbuat ihsan kepada orang miskin ialah memberikan bantuan kepada mereka terutama pada waktu mereka ditimpa kesulitan. Nabi bersabda:
Orang yang menolong janda dan orang miskin, seperti orang yang berjuang di jalan Allah. (Riwayat Muslim dari Abu Hurairah).

Allah mendahulukan menyebut anak yatim daripada orang miskin karena orang miskin itu dapat berusaha sendiri untuk mencari makan, sedang anak yatim, dikarenakan masih kecil, belum sanggup berusaha sendiri. 

Sesudah mendapat perintah berbuat kebaikan kepada kedua orang tua, kaum keluarga, anak-anak yatim dan orang-orang miskin, kemudian perintah mengucapkan kata-kata yang baik kepada sesama manusia. Bilamana kebajikan itu telah dikerjakan berarti ketinggian dan kemajuan masyarakat telah tercapai.

Allah selanjutnya memerintahkan kepada Bani Israil untuk melaksanakan shalat dan zakat seperti yang digariskan Allah untuk mereka. Shalat pada tiap agama bertujuan memperbaiki jiwa, membersihkannya dari kerendahan budi dan menghiasi jiwa dengan rupa-rupa keutamaan. 

Ruh shalat ialah ikhlas kepada Allah, tunduk kepada kebesaran dan kekuasaan-Nya. Apabila shalat itu kosong dari ruh tersebut, tidak akan memberi faedah apa pun. Bani Israil selalu mengabaikan ruh salat itu sejak dahulu sampai waktu Al-Qur'an diturunkan dan bahkan sampai sekarang.

Zakat juga diperintahkan kepada mereka, karena zakat mengandung maslahat bagi masyarakat. Orang-orang Yahudi dahulu mempunyai beberapa macam kewajiban zakat. Tetapi Bani Israil berpaling dari perintah-perintah itu, tidak menjalankannya, bahkan menghindarinya.

Termasuk penyelewengan mereka ialah menganggap pendeta-pendeta mereka sebagai Tuhan yang menetapkan hukum halal dan haram, menambah upacara-upacara agama menurut keinginan mereka, meninggalkan nafkah terhadap kerabat, melalaikan zakat, tidak melakukan amar makruf nahi mungkar serta perbuatan lain yang meruntuhkan agama.

Hanya sebagian kecil dari mereka pada zaman Musa a.s. atau pada tiap zaman yang taat pada perintah Allah. Pada tiap zaman, pada tiap bangsa atau umat selalu ada golongan orang yang ikhlas berjuang memelihara kebenaran sesuai dengan keyakinan dan kemampuan mereka. 

Namun demikian bila kemungkaran telah menyebar pada umat itu, kehadiran orang-orang ikhlas itu tidaklah mencegah turunnya azab Allah. Di akhir ayat ini Allah berfirman, "Dan kamu (hai Bani Israil) selalu berpaling." Ayat ini menunjukkan kebiasaan dan kesukaan mereka tidak menaati petunjuk dan perintah Ilahi, sehingga tersebarlah kemungkaran dan turunlah azab kepada mereka.


Oleh: Dr Nasrul Syarif M.Si. 
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku The Power of Spirituality. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar