Topswara.com -- Gaza makin mencekam. Memasuki bulan kedua, agresi zionis Yahudi semakin membabi buta. Terhitung lebih dari 11 ribu korban tewas, termasuk di dalamnya anak-anak, perempuan, tenaga medis, dan jurnalis.
Selain itu bangunan rumah dan gedung seperti rumah sakit, masjid, kamp pengungsian yang menjadi tempat berlindungnya warga sipil, tidak luput dari serangan zionis Yahudi.
Kondisi ini, telah memantik reaksi dari milisi-milisi pendukung Palestina di Timur Tengah. Kelompok Jihad Islam, Hizbullah, dan Houthi ikut melancarkan serangan kepada zionis Yahudi.
Milisi Hizbullah di selatan Lebanon menembakkan puluhan roket ke Kota Kiryat Shmona Israel pada Kamis (2/10). Sementara Houthi di Yaman juga turut meluncurkan dronenya untuk menyerang Israel pada Selasa (31/10).
Sebelumnya, kelompok Jihad Islam yang merupakan salah satu sekutu Hamas dan bermarkas di Jalur Gaza juga secara terang-terangan membantu kelompok militan Palestina menggempur entitas Yahudi pada 7/10 lalu dan peperangan masih berlangsung sampai hari ini. (cnnindonesia, 3 November 2023)
Tindakan beberapa milisi di Timur Tengah tersebut menunjukkan pembelaannya terhadap kaum muslimin di Palestina yang sedang terzalimi akibat agresor entitas Yahudi. Mengingat penguasa-penguasa Arab di sekitarnya hanya mampu menjadi macan podium yang mengecam dan menuntut gencatan senjata tanpa memberi bantuan militernya.
Sikap pengusaha Arab tersebut akibat paham nasionalisme yang telah membatasi negeri-negeri Islam untuk membela Palestina. Bahkan pemimpin dunia Islam abai pada realita perang yang terjadi antara zionis melawan Hamas. Dimana di situ tampak kekuatan yang tidak seimbang. Padahal perang haruslah negara melawan negara.
Spirit nasionalisme merupakan strategi penjajah Barat untuk melemahkan kesatuan umat Islam. Dengan adanya batas-batas teritorial yang menjadi batas wilayah kekuasaan antar negeri muslim, menjadikan tubuh kaum muslimin terpecah-belah.
Oleh karena itu perang akibat pendudukan zionis Yahudi di Palestina saat ini hanya dinilai sebagai persoalan politik internal, hingga negara luar tidak perlu ikut campur. Bangsa-bangsa Arab dan penguasa Islam yang notabene bertetangga pun hanya mampu mengecam atau memberikan bantuan kemanusiaan.
Bahkan fakta terbaru bagaimana kita melihat sikap penguasa Arab yang menolak untuk menghentikan suplai minyak mereka kepada zionis Yahudi. Ini artinya secara terang benderang menunjukkan keberpihakan para pemimpin dunia Islam terhadap Barat yang mendukung zionis Yahudi.
Bukannya menunjukkan empati dan pembelaan dengan turut mengusir pendudukan agresor zionis, yang ada justru menjalin kerjasama bilateral dengan mensuplai minyak kepada penjajah.
Sebaliknya pembelaan terhadap warga Gaza ditunjukkan oleh sebagian kaum muslim yang berdekatan dengan Palestina. Mereka menyadari kewajibannya untuk membela Palestina, meski negara bersikap berbeda.
Meskipun sesungguhnya tak cukup hanya milisi dalam memerangi penjajahan zionis Yahudi tapi membutuhkan aksi nyata dari negeri-negeri kaum muslimin.
Selama penguasa dan pemimpin dunia Islam ada dalam kungkungan nasionalisme dan tidak ada upaya untuk bersatu, maka hal ini akan semakin memudahkan penguasaan kapitalisme sekuler dalam menjajah negeri-negeri muslim. Umat Islam pun tetap dalam kondisi lemah tak berdaya. Sebab tubuh umat telah diamputasi Barat sedikit demi sedikit hingga tak memiliki lagi kekuatan yang sempurna.
Padahal Allah SWT. telah memerintahkan umat Islam untuk bersatu, sebagaimana firmannya dalam QS. Ali-Imran ayat 103: "Berpegang teguhlah kalian dalam tapi agama Allah, janganlah bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara."
Demikian pula Rasulullah SAW. telah menggambarkan indahnya persatuan kaum muslimin. Bagaimana umat Islam diibaratkan seperti satu tubuh, sehingga apabila sebagian ada anggota tubuhnya yang sakit, maka yang lain ikut merasakan sakit.
Demikian pula saat memandang persoalan saudara muslim di Palestina, maka menjadi satu keharusan membela Palestina yang teraniaya. Bahkan negara seharusnya berperan lebih nyata mengikuti langkah milisi.
Islam menjadikan pembelaan adalah satu kewajiban yang harus dipenuhi sesama muslim dan negeri muslim, apalagi ketika musuh bertindak di luar batas kemanusiaan dan menghilangkan nyawa kaum muslim.
Demi menghentikan kekejaman entitas Yahudi yang tanpa rasa kemanusiaan terus melakukan genosida di Palestina, tidak ada solusi jitu kecuali memeranginya sampai mereka terusir dari tanah kaum muslimin.
Umat harus mencampakkan nasionalisme dan menggantikannya dengan semangat ukhuwah Islamiyah. Hingga mampu menggalang kekuatan untuk membebaskan negeri-negeri muslim yang terjajah seperti Palestina.
Maka untuk mewujudkan persatuan ini umat membutuhkan adanya institusi politik global yang dapat menyatukan negeri-negeri muslim. Dengan hadirnya kekuatan global maka umat dapat mewujudkan pembelaan terbaik terhadap wilayah yang dirampas penjajah.
Wallahu a'lam bish shawab.
Oleh: Siti Aisyah
Pegiat Literasi
0 Komentar