Topswara.com -- Kasus pembunuhan yang sering terjadi akhir-akhir ini mengkhawatirkan, terutama kasus yang melibatkan anggota keluarga dari DPR RI, yaitu GRT (31) membunuh kekasihnya DSA (28) dengan melakukan tindak pemukulan dan penyeretan menggunakan mobil yang juga sempat terlindas. Semua tindakan ini dilakukan di tempat umum sementara korban ditemukan di basement tempat tersebut. (news.detik.com, 07/10/2023).
Tentunya kasus ini menjadi pusat perhatian, karena penemuan korban yang mengenaskan dan status dari pelaku yang merupakan anggota keluarga DPR RI. Menanggapi hal ini, komnas perempuan memberikan konferensi pers yang menyatakan bahwa perilaku yang dilakukan oleh pelaku merupakan tindakan femisida.
Femisida merupakan tindakan pembunuhan perempuan dengan maksud tertentu maupun disebabkan oleh korban adalah perempuan. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Diana Russell, yang merupakan seorang aktivis feminis dari Afrika Selatan pada 1976 (Globalcitizen.org).
Dengan ramainya kasus yang dilakukan ini, Komnas Perempuan meminta kepolisian untuk bersungguh sungguh dalam menangani kasus seperti ini sehingga pelaku dan pihak yang terlibat dalam kasus dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Selanjutnya, mendalami pengalaman kekerasan yang dialami korban untuk menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhi hukuman kepada pelaku. Serta mengarahkan keluarga korban ke pusat layanan terpadu bagi perempuan dan anak yang tersebar di berbagai kota. Tentunya Komnas Perempuan berharap kepolisian dan BPS dapat membangun sistem yang mendata femisida yang sesuai dengan HAM agar semakin dikenali oleh masyarakat (komnasperempuan.go.id).
Superior Gender?
Tentunya dengan adanya pengkategorian femisida ini, terlihat sangat melindungi perempuan dari bahaya kekerasan hingga pembunuhan dengan alasan gender.
Tetapi sejatinya ini tidak dapat dikatakan sebagai solusi untuk menyelesaikan permasalahan kekerasan kepada perempuan. Karena pengkategorian pembunuhan ataupun kekerasan kepada femisida tidak merubah apapun, meskipun tujuannya untuk memberatkan hukuman kepada pelaku.
Hal yang lumrah bahwa sebenarnya adanya gender yang superior dan inferior dalam lingkungan masyarakat. Dan menjadi rahasia umum bahwa superior yang akan bertindak lebih semena-mena dan cenderung mengabaikan hak dari inferior.
Namun, melawan dengan membalik keadaan juga tidak akan menyelesaikan masalah, sebab yang terjadi adalah perubahan pelaku dan korban saja, akar masalahnya tidak akan pernah tercabut dengan baik.
Dengan ini terlihatlah bagaimana kapitalisme menjadikan setiap individu menyerang satu sama lain, tidak adanya kerjasama untuk menjaga lingkungan agar tetap aman dan nyaman. Dan tentu saja ini menjadi bukti bahwa keamanan dalam negeri ini sangat dipertanyakan sehingga nyawa harus dilindungi atas nama gender bukan atas nama manusia.
Islam Melindungi Perempuan
Dalam Islam sangat jelas, bahwa memperlakukan seseorang dengan tidak baik hingga membunuh adalah sebuah dosa. Dalam Islam juga sudah ada hukuman yang akan diberikan jika melakukan kejahatan.
Misalnya membunuh, yang dilihat Islam bukanlah siapa yang melakukan, apa gender pembunuh, atau motif apa yang dimiliki oleh pembunuh, melainkan apakah pembunuhan tersebut dilakukan secara sengaja atau tidak. Jika pembunuhan yang dilakukan tidak sengaja maka jelas dalam Al Qur'an:
وَمَا كَانَ لِمُؤۡمِنٍ أَن يَقۡتُلَ مُؤۡمِنًا إِلَّا خَطَـٔٗاۚ وَمَن قَتَلَ مُؤۡمِنًا خَطَـٔٗا فَتَحۡرِيرُ رَقَبَةٖ مُّؤۡمِنَةٖ وَدِيَةٞ مُّسَلَّمَةٌ إِلَىٰٓ أَهۡلِهِۦٓ إِلَّآ أَن يَصَّدَّقُواْۚ فَإِن كَانَ مِن قَوۡمٍ عَدُوّٖ لَّكُمۡ وَهُوَ مُؤۡمِنٞ فَتَحۡرِيرُ رَقَبَةٖ مُّؤۡمِنَةٖۖ وَإِن كَانَ مِن قَوۡمِۭ بَيۡنَكُمۡ وَبَيۡنَهُم مِّيثَٰقٞ فَدِيَةٞ مُّسَلَّمَةٌ إِلَىٰٓ أَهۡلِهِۦ وَتَحۡرِيرُ رَقَبَةٖ مُّؤۡمِنَةٖۖ فَمَن لَّمۡ يَجِدۡ فَصِيَامُ شَهۡرَيۡنِ مُتَتَابِعَيۡنِ تَوۡبَةٗ مِّنَ ٱللَّهِۗ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمٗا
Dan tidak patut bagi seorang yang beriman membunuh seorang yang beriman (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja). Barang siapa membunuh seorang yang beriman karena tersalah (hendaklah) dia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta (membayar) tebusan yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) membebaskan pembayaran. Jika dia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal dia orang beriman, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Dan jika dia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar tebusan yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barang siapa tidak mendapatkan (hamba sahaya), maka hendaklah dia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai taubat kepada Allah. Dan Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana. (QS. An-Nisa', Ayat 92)
Adapun jika pembunuhan dilakukan dengan sengaja makan hukumannya berupa qishas, yaitu hukuman yang sama dengan perbuatan yang telah dilakukannya, oleh karena perbuatannya berupa pembunuhan, maka pelaku juga akan mendapatkan sanksi pidana pembalasan berupa dibunuh atau dihukum mati. Sebagaimana firman Allah dalam Al Qur'an:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu untuk melaksanakan qisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh….” (Qs. al-Baqarah: 178).
Meskipun terlihat tidak manusiawi dan terlalu banyak aturan tetapi, sebagai muslim sudah tidak asing bahwa Islam sangat menjaga harkat dan martabat dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan. Menjaga harkat dan martabat muslimah dalam Islam tidak hanya dilakukan oleh individu saja terkait dengan keimanan dan ketakwaan tetapi juga mulai dari masyarakat dengan menyadari batasan-batasan yang ditentukan di dalam Islam hingga negara Islam yang menegakkan hukum jika ada yang melanggar, sehingga semua elemen saling bahu membahu menjaga agar tercipta lingkungan yang terjaga keimanannya, terjamin keamanannya, dan damai dalam lingkungannya. Wallaahu A'lam.
Oleh: Tania Regita Cahyani
Mahasiswi
0 Komentar