Topswara.com -- Dunia yang kita huni sekarang ini terasa berputar semakin cepat dikarenakan akses informasi dan pengetahuan yang semakin mudah untuk didapat. Budaya internet of thing dan dunia metaverse telah menjadi bagian penting dari peradaban yang kita huni sekarang ini. Lalu apa hubungannya dengan tulisan ini?
Saat kita masih kecil, orang tua dan lingkungan terdekat kita sering bertanya apa cita-cita ketika nanti kita dewasa. Separuh masa depan seolah-olah sudah kita miliki atau terdefinisi dengan sebuah cita-cita. Maka, memiliki cita-cita seolah harga mati bagi kesuksesan seorang manusia.
Arah pendidikan dan jurusan yang akan kita pilih di bangku kuliah biasanya juga didasarkan pada cita-cita yang telah kita definisikan sebelumnya. Tujuannya agar kita bisa fokus dalam meraihnya dan tetap semangat dalam menjalani prosesnya. Hal ini tentu baik, karena kita jadi tidak membuang segala sumberdaya yang tidak mengarahkan kita kesana
Relevansi Cita-Cita
Namun kenyataannya, banyak orang yang sukses dalam suatu bidang, yang ternyata hal itu bukanlah cita-cita yang ingin diraihnya. Sementara gelar-gelar akademis yang telah dia dapatkan dalam proses mengejar cita-citanya itu justru ditinggalkan begitu saja.
Contohnya adalah seorang sarjana pendidikan ternyata sukses dalam menjalankan bisnis makanan kecil di kotanya. Tentu saja kita tidak bisa melihat korelasi antara dunia pendidikan dan usaha makanan, bukan? Namun demikian hal tersebut kerap terjadi di lingkungan kehidupan kita saat ini.
Seorang yang tidak lulus sekolah menengah ternyata di masa dewasa sukses menjadi pemilik sebuah perusahaan besar dibidang bisnis jasa, misalnya. Ini adalah contoh lainnya. Atau barangkali anda juga termasuk salah satu contoh berikutnya?
Namun demikian, banyak juga orang yang kehidupannya berjalan sesuai dengan apa yang dicita-citakan sebelumnya. Kesimpulannya adalah bahwa ada orang yang idealis lalu sukses, ada juga yang rasional tapi juga sukses.
Idealis atau Adaptif
Dengan melihat contoh-contoh di atas kemudian munculah pertanyaan, apakah kita harus menjadi pribadi yang idealis ataukah adaptif saja sesuai tuntutan zaman yang juga sudah berubah? Ini adalah sebuah pertanyaan yang jawabannya kita anggap bisa menjadi panduan bagi kita untuk menjalani kehidupan.
Namun demikian, sebenarnya pertanyaan ini juga bisa kita pertanyakan ulang. Apakah harus, idealis dan adaptif itu dipertentangkan? Bisakah kita menjadi idealis sekaligus adaptif? Itulah yang akan kita bahas pada tulisan kita kali ini.
Untuk menjadi idealis tentu kita harus paham ide apa yang kita adopsi. Pun untuk menjadi adaptif kita juga harus tahu lingkungan seperti apa yang harus kita adaptasi. Oleh karena itu memiliki cara berpikir yang benar sangat diperlukan bagi kita untuk bisa menentukan kapan kita idealis dan kapan kita harus adaptif.
Dulu tidak terbayangkan seseorang bisa mendapatkan uang dari berjualan online, menjadi influencer, youtuber, memiliki start up, dan lain-lain. Ketika dulu ditanya tentang cita-cita, kita tidak mungkin menyebutkan salah satu dari hal diatas tersebut.
Ketika kita kecil, aktivitas dakwah dilakukan di masjid dan mimbar-mimbar. Kita tidak membayangkan bahwa dakwah dilakukan lewat medsos dan webinar. Bahkan untuk belajar kita tidak pernah berpikir bahwa bisa dilakukan dengan online. Pandemi Covid telah mengajari kita hal tersebut.
Menakar Kesuksesan
Kita sering mengukur kesuksesan seseorang hanya pada pencapaian materi yang berhasil dia dapatkan. Bahkan seseorang disebut dengan sukses bila punya mobil mewah, rumahnya megah, pekerjaan mudah tetapi hasilnya berlimpah, itu semua kita sebut sebagai sebuah kesuksesan dalam kehidupan.
Seorang yang hanya menjadi penjual keliling, anaknya banyak, uang jajan mereka kecil, bahkan istrinya juga harus ikut membantu dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Itu semua tidak kita sebut sukses meskipun keluarga mereka bahagia dan semua anaknya memiliki adab yang baik serta karakter yang mulia.
Ketika kita membicarakan kesuksesan, ukuran yang kita pakai berasal dari ukuran sistem hidup yang sedang diterapkan dalam kehidupan kita saat ini. Sekularisme telah membawa ukuran kesuksesan seseorang hanya diwilayah kebendaan. Itulah mengapa orang sukses itu kaya, orang tidak sukses itu berarti miskin dan hidup sederhana. Benarkah demikian?
Pola Sukses Seorang Muslim
Dalam Islam, kesuksesan seseorang bisa dilihat dari beberapa hal lain karena ukurannya juga bukan sekadar uang. Ada nilai-nilai yang merupakan capaian hidup seorang Muslim. Kemanfaatan yang bisa ia berikan pada lingkungannya juga merupakan kesuksesan.
Bila seorang Muslim memiliki karakter yang didasarkan pada konsep Islam, sesungguhnya dia juga telah memiliki suatu kesuksesan tertentu. Adab yang baik adalah kesuksesan. Akhlak yang luhur juga sebuah kesuksesan. Bahkan bila ia memiliki nila-nilai keislaman yang menjadi dasar bagi dirinya berpikir, maka ia juga sukses.
Kompetensi yang bisa dimanfaatkan juga bisa kita masukkan dalam ukuran kesuksesan. Bila dia adalah seorang ustaz dan berhasil mencetak kader-kader yang militan, itu juga sebuah kesuksesan. Bila dia seorang pengemban dakwah, banyaknya kontakan juga merupakan sebuah kesuksesan.
Sukses Hidup Seorang Muslim
Semua orang boleh sukses pada salah satu ukuran kesuksesan. Namun ada hal yang menjadi penimbang dalam kesuksesan seseorang, yaitu pola sikap (attitude). Bagaimana dia menyesuaikan segala pemenuhan atas segala kebutuhan hidupnya dengan Islam.
Jadi dia boleh kaya, dia boleh pintar, boleh memiliki kompetensi yang dibutuhkan masyarakat, boleh juga ahli dalam bidang yang digelutinya, namun yang terpenting adalah kesesuaian antara tindakannya dengan nilai-nilai dan konsep hidup Islam.
Karena bagi seorang Muslim, rezeki, jodoh, ajal, semuanya telah ditentukan. Kaya atau miskinnya seseorang bukanlah ukuran dari kesuksesan. Karena tujuan dari segala tujuan hidupnya adalah menjadi hamba Allah SWT dan mendapat keridhaan dari-Nya.
Dalam konsep dan metode kehidupan kita harus idealis, namun dalam cara dan teknik menjalaninya kita harus adaptif menyesuaikan kebutuhan lingkungan yang ada. Inilah Muslim yang berkepribadian Islam, dan kesuksesan hidup yang sesungguhnya yang harus dia kejar. []
Oleh: Dash Shameel
(Penulis dan Pengamat Sejarah)
0 Komentar