Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Simbol Perlawanan Hakiki: Bendera Tauhid, La Ilaha illallah Muhammadur Rasulullah


Topswara.com -- Penggunaan semangka sebagai simbol dukungan juga berasal dari larangan pengibaran bendera Palestina oleh pemerintah Israel. Sejak 1948, pemerintah Israel melarang pengibaran bendera Palestina di wilayahnya. 

Semangka merupakan buah yang mewakili Palestina. Ia memiliki warna yang sama dengan bendera Palestina, yaitu merah, hijau, putih, dan hitam. Oleh karena itu, ilustrasi atau simbol semangka ini sering digunakan untuk memprotes penindasan yang dilakukan Israel terhadap bendera dan identitas Palestina.

Simbol perlawanan yang hakiki sejatinya sudah ada semenjak masa Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, umat Islam sudah mempunyai bendera. 

Secara syar’i, Al-Liwa yang dinamakan pula panji agung lebih dikenal sebagai bendera negara dan simbol kedudukan pemimpin. Bendera ini tidak dipegang kecuali oleh pemimpin tertinggi peperangan atau komandan pasukan, yakni khalifah atau orang yang menerima mandat dari khalifah sebagai simbol kedudukan komandan pasukan. 

Ia memiliki karakteristik berwarna putih dengan khat (tulisan) “Lâ ilâha illalLâh Muhammad RasûlulLâh” berwarna hitam. Al-Liwa jumlahnya hanya satu (bendera kenegaraan).

Adapun Ar-Rayah merupakan panji berwarna hitam dengan khat “Lâ ilâha illalLâh Muhammad RasûlulLâh” berwarna putih. Ar-Rayah berukuran lebih kecil dibandingkan dengan al-Liwa. 

Panji ini digunakan sebagai panji jihad para pemimpin detasemen pasukan (satuan-satuan pasukan) yang tersebar sesuai dengan jumlah pemimpin detasemen dalam pasukan sehingga berjumlah lebih dari satu (bendera peperangan).

Banyak dalil sunah dan atsar yang menjelaskan tentang Al-Liwa dan Ar-Rayah. Di antaranya, Ibn ’Abbas ra. menyatakan, “Bendera (liwa) Rasulullah berwarna putih dan panjinya (rayah) berwarna hitam.” (HR Al-Hakim, Al-Baghawi dan At-Tirmidzi)

Rayah dan liwa’ sama-sama bertuliskan La ilaha illa Allah Muhammad Rasulullah. Pada rayah (bendera hitam) ditulis dengan warna putih, sebaliknya pada liwa’ (bendera putih) ditulis dengan warna hitam. 

Rayah dan liwa’ juga mempunyai fungsi yang berbeda. Rayah merupakan panji yang dipakai pemimpin atau panglima perang. Rayah menjadi penanda orang yang memakainya merupakan pimpinan dan pusat komando yang menggerakkan seluruh pasukan. Jadi, hanya para komandan (sekuadron, detasemen, dan satuan-satuan pasukan lain) yang memakai rayah.

Rayah diserahkan langsung oleh khalifah kepada panglima perang serta komandan-komandannya. Selanjutnya, rayah dibawa selama berperang di medan peperangan. Karena itulah, rayah disebut juga Ummu al-Harb (Induk Perang).

Mengenai hal ini, berdalil dari hadis dari Ibnu Abbas mengatakan, Rasulullah ketika menjadi panglima di Perang Khandak pernah bersabda, “Aku benar-benar akan memberikan panji (rayah) ini kepada orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya serta dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya.” Rasulullah kemudian memberikan rayah tersebut kepada Ali bin Abi Thalib yang saat itu menjadi ketua divisi pasukan Islam. (HR Bukhari).

Selain itu, fungsi liwa’ sebagai penanda posisi pemimpin pasukan. Pembawa bendera liwa’ akan terus mengikuti posisi pemimpin pasukan berada. Liwa’ dalam perperangan akan diikat dan digulung pada tombak. 

Riwayat mengenai liwa’, seperti yang diriwayatkan dari Jabir radi allahu anhu yang mengatakan, Rasulullah membawa liwa’ ketika memasuki Kota Makkah saat Fathul Makkah (pembebasan Kota Makkah). (HR Ibnu Majah).

Allah SWT. berfirman, “Demikianlah (perintah Allah). Siapa saja yang mengagungkan syiar-syiar Allah, sungguh itu timbul dari ketakwaan kalbu.” (QS al-Hajj: 32). 

Syeikh Nawawi Al Bantani dalam Syarh Sullam al-Tawfîq (hlm. 103), menjelaskan makna dari sya’airaLlah adalah a’lam al-din (simbol-simbol agama). Beliau juga mencontohkan, di antara bentuk syiar tersebut adalah Shafa dan Marwah.

Maka sebagaimana kedua tempat yang dimuliakan tersebut, begitu pula mencintai Al Liwa dan Ar Rayah merupakan bagian dari cinta kepada Allah dan RasulNya. Sebab Rasulullah sendiri telah menyifati orang-orang yang mengemban keduanya sebagai kaum mukmin yang mulia dan dimuliakan

“Sungguh aku akan memberikan ar-Râyah kepada seseorang yang melalui kedua tangannya ditaklukkan (benteng). Ia mencintai Allah dan Rasul-Nya. Allah dan Rasul-Nya pun mencintai dirinya" (HR. Muttafaq ’alayhi). 

Maka sudah saatnya kaum muslim sadar, bahwa jalan untuk bangkit bersatu membebaskan Palestina. Umat Islam akan kembali mulia ketika sistem Islam kembali tegak, yaitu dengan tegaknya khilafah. 

Pada saat itulah umat Islam akan memiliki junnah (pelindung) lagi. Ar Rayah dan Al Liwa kembali berkibar dengan gagah bersama tersebarnya dakwah ke seluruh penjuru negeri untuk menebarkan rahmat bagi seluruh alam. 

Wallahu’alam bisshawab.


Imanda Amalia, S.K.M.,M.P.H.
Dosen, Aktivis Pembebas Al-Aqsa
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar