Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Siapakah Teroris Sesungguhnya?


Topswara.com -- Bak lagu lama yang tak pernah usai, jagat Indonesia kembali diramaikan dengan berita dugaan serangan teroris dan serangkaian penangkapan terduga teroris. Sepanjang Oktober 2023, Densus 88 anti terror telah menangkap 27 tersangka teroris di berbagai daerah di Indonesia. 

Dalih “pengamanan pemilu” digunakan dalam merangsek para terduga. Sama hal nya ketika narasi terorisme menguat menjelang Hari Natal dan Tahun Baru (Nataru) serta momen-momen nasional lainnya. 

Sudah menjadi rahasia umum, Islam selalu dikaitkan dengan aktivitas terorisme. Lihat saja, para pelaku teror biasanya dikaitkan dengan sindikat aliran islam, bukti-bukti berupa buku ngaji, dan sebagainya. 

Seolah, Islam  menjadi ancaman, apalagi kalau sudah bawa-bawa islam kaffah (islam politik spiritual), jelas itu radikal dan intoleran menurut mereka. Naas, kebanyakan terduga teroris hanya tinggal nama walau bukti akurat belum didapat, bahkan sering aparat salah tangkap.

Mirisnya, nyanyian yang sama juga tertuju pada para pejuang pembela Palestina. Israel senantiasa mencuitkan legalnya mereka melakukan aksi-aksi teror karena mereka melawan hamas yang mereka anggap teroris. 

Sabtu, 04 November Israel dengan brutal menyerang ambulance dengan dalih ambulance itu digunakan oleh hamas, padahal yang ada di dalam adalah warga sipil yang harus mendapat perawatan segera. Tentunya kesamaan penyebutan ini berpotensi menimbulkan anggapan bahwa pejuang jihad dan Islam kaffah adalah teroris.  

Arus yang masif terhadap isu terorisme, deradikalisasi, intoleransi, dan moderasi jelas bukan sekadar kebetulan. Pembentukan opini dan stigmatisasi negatif terhadap Islam telah dirancang sejak 2001 sebagaimana termuat dalam dokumen keluaran RAND Corporation -lembaga think tank Amerika- yang bertajuk “Building Moslem Moderate Network”. Begitu pula mencuatnya narasi war on terrorism pasca kejadian WTC 2001 dan terus berkembang menjadi “war on radicalism” serta “war on extremism” yang kini juga diadopsi Indonesia dalam PP No. 58 Th. 2023 Tentang Penguatan Moderasi Beragama.

Seolah isu terorisme dan radikalisme ini satu-satunya masalah genting yang harus diselesaikan. Pemerintah terus melakukan berbagai upaya mulai dari pemberlakuan kurikulum moderasi dari SD hingga Perguruan Tinggi Negeri (PTN), sosialisasi masyarakat, operasi represif terhadap kajian, dan pengetatan agenda keagamaan. 

Padahal Indonesia dan dunia tengah tenggelam dalam tsunami masalah, mulai dari problem kemiskinan, ancaman resesi ekonomi, korupsi, ketidak adilan penegakan hukum, kebejatan moral generasi, hingga nihilnya keamanan terhadap jiwa manusia akibat diterapkannya sistem buatan manusia yang lemah dan terbatas.

Barat terus berusaha menjauhkan muslim dari agamanya sebagaimana pandangan sekuler mereka, yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Tidak cukup sampai situ, Barat menakut-nakuti umat dengan ide keji mereka sehingga umat takut dengan ajaran agamanya sendiri. 

Narasi toleransi, menjaga perdamaian, mencintai keberagaman dijadikan alat untuk membodohi umat, hingga mereka merasa takut dengan ide jihad, uqubat, dan kerap mewajarkan kelalaian dalam penerapan syariat.

Teror sendiri memiliki makna yaitu segala bentuk aktivitas yang dilakukan dengan cara pemaksaan, ancaman, pemerasan, fitnah, agitasi, dan sebagainya. Faktanya, kita sendiri kini tengah diteror dengan cara pandang bathil yang diusung oleh peradaban kapitalis. Terjadi politik pembunuhan karakter, politik uang, politik adu domba, pemaksaan atas HAM yang kebablasan. 

Bahkan umat Islam di seluruh dunia telah diteror dengan pemikiran dan tak sedikit yang juga diteror secara fisik, sebagaimana kondisi saudara kita di Palestina, Suriah, Irak, Uyghur, Rohingnya, dan negeri-negeri muslim lain.

Islam punya batasan dan penjelasan yang jelas terhadap apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia, termasuk ketegasan Islam yang tidak pernah membenarkan manusia untuk melakukan aksi teror dalam bentuk apa pun. 

Sebagai seorang muslim, kita harus menggunakan kacamata Islam dalam merespon setiap isu, termasuk narasi terorisme dan radikalisme.

Justru pelaku terror yang sesungguhnya adalah adidaya dengan ideologi kapitalismenya yang kini menjajah manusia dengan ide kesesatan yang mutlak menyesatkan dan menyengsarakan manusia. 

Telah tampak berbagai kerusakan di darat dan di laut akibat keserakahan manusia yang tidak mau mengikuti aturan Pencipta dalam pengaturan kehidupan. Ideologi kapitalisme ini yang membiarkan entitas penjajah Yahudi mengokupasi tanah Palestina, pun menghalalkan melayangnya jutaan nyawa manusia.

Adapun jihad adalah ajaran Islam, puncak keagungan Islam. Jihad adalah bentuk kewajiban dalam upaya meninggikan kalimatullah. Jihad merupakan metode dasar dalam pengembanan dakwah Islam lil ‘alam untuk menyebarkan rahmat Islam kepada seluruh dunia.

Rasulullah SAW. bersabda : Berjaga-jaga satu jam di medan jihad fi sabilillah adalah lebih baik daripada menghidupkan Lailatul Qadar di dekat Hajar Aswad (HR Ibnu Hibban dan al-Baihaqi). 

Aktivitas jihad sendiri adala aktivitas pokok khilafah dalam rangka menerapkan Islam secara kaffah. Apa yang dilakukan oleh saudara kita yang terancam di negeri-negeri muslim adalah jihad defensive (mempertahankan diri), sedangkan kita sebagai muslim, di bawah komando khalifah harus melakukan jihad offensive (menyerang) bangsa kufur yang menghalangi penerapan dan dakwah Islam kepada seluruh manusia.

Sebagai Muslim yang memimpikan surga, jangan sampai kita tertipu dengan narasi dan opini yang menjauhkan kita dari agama Allah. Tak pantas pula kita terus terpedaya oleh tipu daya barat. Hanya dengan menjadikan Islam sebagai satu-satunya cara pandang kehidupan-lah yang kan mendatangkan keamanan, kesejahteraan, dan rahmat-Nya. 

Wallahu’alam bishawab.  


Oleh: Jihan Ainy 
Aktivis Muslimah Back to Muslim Identity
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar