Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ricuh Bullying Tanpa Solusi di Era Kapitalisme

TopSwara.com – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyatakan berdasarkan hasil Asesmen Nasional pada 2022, terdapat 36,31 persen atau satu dari tiga peserta didik (siswa) di Indonesia berpotensi mengalami bullying atau perundungan. “Kasus perundungan maupun kekerasan lainnya yang terjadi di sekolah sudah sangat memprihatinkan,” kata Kepala Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbudristek, Rusprita Putri Utami dalam keterangan di Jakarta, Jumat (20/10/2023). (Republika)

Rasa prihatin terus ditunjukkan pemerintah terhadap kenyataan bahwa kasus bullying makin gencar terjadi. Tak hanya setara SMA atau bangku perkuliahan bahkan telah merambah hingga bangku SD. Kasusnya pun beraneka ragam. Dari yang sederhana sampai diluar akal.
Bullying menjadi masalah yang sebenarnya sudah sangat lama terjadi. Namun, saat ini tidak ada solusi tuntas bagi kasus ini. Hanya ada seruan peringatan dan ancaman bagi pelaku bullying. Pelaku yang dibawah umur terkadang menjadi masalah sehingga tidak dapat dimasukkan penjara. Mengapa penjara? Karena sejauh ini penjara menjadi hukuman bagi pelaku kriminal dari berbagai cabang. Baik pencurian, kekerasan, bullying atau bahkan pembunuhan.

Bullying ketika dilakukan oleh anak kuliah yang sudah pantas menerima hukuman. Maka, akan ada balasan dari pemerintah. Sedangkan, ketika pelaku merupakan anak di bawah umur hanya akan dijerat dengan undang-undang pidana anak.

Kasus bullying makin marak terjadi dapat dilihat dari beberapa faktor internal maupun eksternal.
Dari pribadi anak zaman sekarang memang memiliki watak yang cenderung atuh tak acuh pada kehidupan orang lain sehingga rasa peka pada dirinya terkikis bahkan hilang. Ini membuat seseorang tidak merasa bersalah ketika ada orang lain yang merasakan kesusahan karena dirinya atau faktor lain. Ketika dilihat dari faktor masyarakat. Maka, akan terlihat masyarakat saat ini pun tidak cukup peduli terhadap lingkungannya.

Kondisi saat ini memang membuat setiap orang sibuk terhadap dunianya. Jadi, tidak heran jika kita melihat begitu banyak kasus yang terjadi karena permusuhan atau perkelahian dengan tetangga sendiri. Ini menunjukkan jikalau masyarakat saat ini bungkam terhadap masalah orang lain. Mereka cukup ketika merasa hidup mereka sudah aman. Itu tidak ada masalah. Pun, masyarakat saat ini lebih tidak banyak berkomunikasi. Mungkin tetangga yang dinding rumahnya menempel pun tidak tahu menahu. 
Lingkungan yang tercipta saat ini, begitu memberikan dampak yang sangat besar bagi masyarakat. Ini tidak terlepas dari bagaimana peran negara dalam menciptakan lingkungan yang baik. 

Peran negara menjadi sebab pokok dari setiap hal dalam masalah internal. Karena seharusnya dengan tata kelola yang baik akan meminimalkan kasus yang terjadi.

Dalam kasus bullying ini, negara belum memberikan tanggapan serius terkait bullying secara global. Dari bagaimana visa misi negara dalam mengatasi hal ini. Bukti bahwa, asalnya negara bersikap lamban dalam mengatasi masalah. Hanya Peringatan dan hasungan yang diimbaukan. Tidak ada hukuman yang membrikanefek jera bagi pelaku.

Selain itu, dari sisi edukasi. Negara saat ini jelas gagal dalam mengedukasi anak-anak dan masyarakat. Juga, belum dapat menciptakan lingkungan baik yang tidak toxic. 

Apa solusinya? Solusi dari permasalahan bullying ini bahkan semua permasalahan yang ada adalah dengan menerapkan sistem yang mengurus masyarakat dan menjamin dalam setiap haknya. 
Sistem Kapitalisme yang diteapkan saat ini jelas gagal. Justru kasus makin membedakan. Tidak terselesaikan.

Sistem satu-satunya uang dapat mengatasi masalah ini adalah sistem Islam. Karena sistem yang memilki tata Kelola yang menjamin dalam mengurus rakyat. Hak akan dipenuhi segalanya. Sistem ini tidak dapat diterapkan dalam naungan sistem kapitalisme. Pun bersandingan tidak bisa. Maka dibutuhkan waah untuk menerapkannya. 
Tiada lain dan tidak bukan selain Daulah Islam ala minhaj nubuwwah.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Hilwa Imadiar
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar