Topswara.com -- Melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pemerintah mengeluarkan aturan baru yang di tanda tangani oleh Arifin Tasrif pada tanggal 14 September silam terkait aturan penggunaan air tanah.
Ketentuan ini tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023 tentang Standar Penyelenggaraan Persetujuan Penggunaan Air Tanah. Melalui aturan tersebut penggunaan air tanah wajib mengantongi izin dari Kementerian ESDM.
Pertimbangan kementerian ESDM mengeluarkan aturan ini adalah sebagai upaya untuk mengendalikan pengambilan air tanah. Aturan ini diberlakukan pada individu, kelompok masyarakat, instansi pemerintah, badan hukum, serta lembaga sosial yang menggunakan air tanah dari sumur bor atau gali lebih dari 100.000 liter per bulan. Masyarakat yang termasuk dalam kategori ini harus mengajukan izin kepada kementerian ESDM.
Kemudian kepala Pusat Geologi melalui kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan (PATGTL) akan melakukan peninjauan dan verifikasi atas permohonan yang telah diajukan. Setelah proses verifikasi selesai akan terbit keputusan diterima atau tidaknya permohonan, jika diterima maka akan dikeluarkan surat izin untuk melakukan pengeboran atau penggalian. Jika ditolak maka akan disertakan alasan dari penolakan tersebut.
Tidak sampai disitu, bagi pemohon yang telah mendapatkan izin untuk melalukan pengeboran atau penggalian, harus memenuhi beberapa persyaratan diantaranya memasang meter air pada pipa keluar sumur, membangun sumur resapan sesuai standar pedoman Badan Geologi, serta memberi akses kepada instansi terkait untuk melalukan pengecekan secara berkala.
Aturan ini sejatinya semakin menunjukkan adanya kapitalisasi sumber daya air di negeri ini. Air yang merupakan kebutuhan milik umum (bahkan termasuk dalam kebutuhan pokok) turut menjadi sasaran pajak oleh negara. Bahkan sanksi telah menanti setiap rakyat yang melanggar aturan yang telah ditetapkan.
Pernyataan pemerintah yang mengatakan bahwa aturan ini bertujuan untuk menjaga kestabilan cekungan air tanah, khususnya akuifer agar tidak terjadi penurunan kualitas air tanah, justru sangat kontradiktif dengan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh negara selama ini. Yang mana negara memberikan izin kepada pihak swasta untuk melakukan eksploitasi serta kapitalisasi sumber daya air demi kepentingan bisnisnya dan para oligarki.
Pemberian izin bagi pihak swasta untuk mengelola sumber daya air merupakan gambaran kongkrit penerapan sistem kapitalisme. Sebab dalam sistem kapitalisme air diposisikan sebagai barang ekonomi yang boleh diperdagangkan oleh segelintir pihak.
Privatisasi sumber daya air telah mengakibatkan perusahaan swasta menguasai perolehan air bersih. Sehingga mereka yang memiliki modal besar dapat membeli alat canggih, serta mempekerjakan tenaga ahli yang kompeten dibidang pengelolaan sumber daya air untuk menyedot air tanah jauh kedalam lapisan bumi.
Tidak heran pada saat musim kemarau tiba, di beberapa daerah banyak rakyat yang kesulitan memperoleh air bersih, namun air bersih tetap tersedia dalam jumlah banyak di toko-toko serta market place baik online maupun offline.
Pada akhirnya rakyat harus membayar mahal untuk memenuhi kebutuhan air mereka. Seharusnya negara menyediakan air secara gratis dan juga mengusahakan dengan berbagai cara demi tercukupinya kebutuhan primer ini.
Disisi lain keinginan pemerintah untuk menjaga cadangan air tanah, belum diiringi dengan upaya yang serius untuk mencegah terjadinya krisis air. Seperti menekan angka penebangan hutan, serta menekan konversi lahan produktif menjadi lahan industri dan pemukiman.
Padahal dua hal ini adalah bentuk dari eksploitasi air tanah, dan sangat memicu terjadinya defortasi besar-besaran sehingga mengakibatkan cadangan air tanah menjadi tidak stabil. Seharusnya negara fokus terhadap pemenuhan air dan memaksimalkan pengurangan eksploitasi air tanah oleh swasta, bukan malah membatasi penggunaan air oleh rakyat.
Negara seolah abai terhadap kebutuhan rakyat yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya. Negara dalam sistem kapitalisme hanya bertindak sebagai regulator, sehingga seringnya melegalisasi regulasi yang justru berpihak pada para korporasi dan oligarki.
Kebijakan-kebijakan yang dibuat cenderung merugikan rakyat dan sama sekali tidak menyentuh akar permasalahan. Justru sangat meniscayakan munculnya permasalahan baru dikarenakan asas yang dianut dari sistem kapitalisme adalah asas manfaat sepihak, tanpa menghiraukan apakah kebijakan tersebut berpotensi merugikan pihak lain atau tidak.
Dalam Islam negara wajib menyediakan dan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat termasuk air dengan berbagai cara dan tentu standarnya adalah keridhaan Allah semata, karena negara adalah raa’in (pengurus rakyat).
Khilafah wajib memenuhi setiap kebutuhan pokok rakyat termasuk air. Oleh sebab itu, keberadaan sumber daya air yang ada di muka bumi diposisikan sebagai kepemilikan umat (rakyat), karena ketiadaannya atau penguasaannya oleh segelintir pihak akan mengantarkan bahaya bagi banyak pihak.
Rasulullah SAW bersabda :
“Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara, yakni Padang rumput, air, dan api”. (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Keuntungan pengelolaan sumber daya air diperuntukkan bagi kebutuhan umat, pihak swasta boleh saja memanfaatkan serta mengkonsumsi air, sebab mereka juga merupakan bagian dari umat.
Namun mereka dilarang untuk melakukan pengeboran dalam jumlah besar yang berpotensi mengakibatkan keringnya sumur-sumur warga yang ada disekitar mereka, serta menimbulkan bencana ekologis yang merugikan banyak pihak.
Pengelolaan sumber air bersih dan air minum akan dilakukan langsung oleh negara, dengan mengupayakan alat-alat canggih, tenaga ahli serta mendukung secara penuh riset yang dibutuhkan.
Kemudian air bersih yang berkualitas akan didistribusikan kepada rakyat secara gratis. Negara juga akan membangun bendungan, penampungan air serta danau dalam jumlah banyak untuk mencukupi kebutuhan rakyat.
Selanjutnya negara akan memaksimalkan pelestarian hutan dengan menekan penebangan lahan liar serta defrotasi besar-besaran, karena lahan hutan tidak boleh dimiliki sesuka hati oleh pribadi, swasta apalagi asing.
Pada akhirnya rakyat akan terhindar dari krisis air bersih dan tidak perlu membayar mahal untuk memperoleh kekayaan alam di bumi Allah ini. Sungguh penerapan ini hanya mampu diterapkan oleh daulah islamiah dibawah institusi khilafah. Wallhu’alam.
Oleh: Marissa Oktavioni. S.Tr.Bns
Aktivis Muslimah
0 Komentar