Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pembatalan Proyek HBS Satelit Menguatkan Cengkeraman Kapitalisme


Topswara.com -- Luasnya wilayah di Indonesia mempengaruhi pemerataan pembangunan infrastruktur, utamanya dalam telekomunikasi. Wilayah terpencil, terdepan, dan terluar (3T) di Indonesia masih minim akan konektivitas jaringan.

Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria mengungkapkan sekitar 1.200 titik dalam tahapan pembangunan. 512 tirik diantaranya memiliki tingkat kesulitan yang tinggi karena kendala lokasi dan keamanan. Padahal era digital hari ini akses telekomunikasi, internet khususnya sudah menjadi kebutuhan sehari-hari.

Namun, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menyampaikan pemberhentian proyek Hot Backup Satellite (HBS) senilai Rp5,2 triliun. 

Pemberhentian proyek ini setelah tim dari Satgas BAKTI Kominfo mengkaji secara teknis pengerjaan satelit HBS. Proyek satelit HBS dinilai tidak memungkinkan meski telah rampung 80 persen, (tirto.id/29/10/2023).

Pembatalan proyek yang sudah berjalan 80 persen sangat mengherankan, apalagi menggunakan alasan pada aspek komersial. Makin menimbulkan tanda tanya ketika ternyata ada proyek jaringan lain yang akan masuk ke Indonesia, dengan kekuatan yang mendominasi dan dapat menjangkau seluruh wilayah, bahkan dapat mengancam provider lokal. 

Sebagaimana mengutip dari inet.detik.com (01/09/2023) Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengajak SpaceX untuk membangun jaringan internet murah di timur Indonesia melalui Starlink milik Elon Musk yang dianggap memiliki kekuatan yang lebih besar.

Kejanggalan dalam pembatalan proyek ini menguatkan ideologi kapitalisme begitu mencengkram kuat negeri ini. Pembangunan infrastruktur yang bersandar pada kapitalisme mengacu aspek bisnis, untung, dan rugi, sehingga mudah bagi pemerintah untuk membatalkan proyek besar ini sekalipun sudah progres 80 persen. 

Pemerintah juga dianggap lalai dalam mengelola harta rakyat, Seharusnya, sebelum proyek dikerjakan haruslah melakukan pengkajian mendalam apalagi di tengah program transformasi digital yang dicanangkan pemerintah. Jajaran pejabat malah berbangga karena telah menggandeng Starlink. 

Sangat berbeda dengan pengaturan Islam dalam khilafah yang mewajibkan negara memenuhi kebutuhan rakyat termasuk ketersediaan jaringan internet. Sarana jaringan telekomunikasi termasuk dalam infrastruktur keras non fisik yang berperan untuk manfaat secara umum. 

Selain memudahkan aktivitas manusia, keberadaan jaringan internet juga membawa ancaman keamanan bagi negara jika tidak memiliki kedaulatan dalam mengaturnya. 

Orientasi dasar khilafah dalam menyediakan jaringan internet adalah untuk mengurusi urusan rakyat bukan bisnis. Dalam pembangunan infrastrukturnya, khilafah dengan bantuan para ahli jaringan dan telekomunikasi akan melakukan pengkajian mendalam dalam berbagai aspek. Sehingga melahirkan satelit terbaik dan tercanggih dan dapat digunakan hingga pelosok negeri. 

Tidak berhenti disitu, pembangunan satelit juga dipastikan tetap melindungi keamanan negara, sebagaimana sabda Rasulullah saw. riwayat Imam Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud dan Ahmad,

“Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya.”

Keberadaan khalifah sebagai junnah atau perisai adalah melindungi rakyat dari musuh dan mencegah terjadinya kekacauan antar manusia, memelihara kemurnian ajaran Islam, termasuk keamanan dalam telekomunikasi.

Jika satelit sampai diretas maka konsekuensinya bisa mengguncangkan negeri. Para musuh dapat menggunakan satelit untuk menipu sampai menimbulkan kekacauan infrastruktur yang parah, termasuk di dalamnya jaringan listrik, jaringan air, dan sistem transportasi. Khilafah tidak akan membiarkan satelit asing mengintervensi wilayah daulah.

Anggaran untuk proyek telekomunikasi satelit ini sudah dialokasikan dalam pos kepemilikan negara yang berasal dari harta fa’i, ghanimah, jizyah dan pos kepemilikan umum yang berasal dari hasil pengelolaan sumber daya alam. 

Bagi rakyat yang menggunakan jaringan internet ini bisa membayar dengan harga terjangkau atau bahkan gratis. Begitulah khalifah yang akan menjadi pengatur urusan rakyat sekaligus perisai bagi rakyatnya dalam hal telekomunikasi.

Wallahu’Alam bishawab.


Nabila Sinatrya
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar