Topswara.com -- Surat menyurat antara Sir Henry Mc Mahon dan Syarif Hussein selama Perang Dunia I menggambarkan kepada kita tentang keterlibatan Pemerintah Inggris bagi terbentuknya Negara Arab Raya sebagai imbalan atas pemberontakan Syarif Hussain kepada Kekhilafahan Turki Utsmani.
Surat menyurat ini diawali dari sebuah peristiwa lima bulan sebelum pecahnya Perang Dunia I. Abdullah bin Hussein, putra kedua Hussein meminta pertolongan kepada Konsul Jenderal Inggris di Mesir untuk mengahadapi Turki Utsmani.
Syarif Hussein menolak jalur kereta api Hijaz yang dibangun oleh Sultan Abdul Hamid II pada tahun 1908 karena dianggap sebagai bentuk hegemoni berlebihan bangsa Turki terhadap bangsa Arab.
Surat menyurat antara Hussain dan Mc Mahon yang terjadi antara tahun 1915 hingga 1916 ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap sejarah umat Islam, serta berkaitan langsung dengan perselisihan yang terjadi di wilayah Palestina. Efek buruknya bahkan tetap terasa hingga saat ini.
Sebagai negara dengan sebuah Ideologi, Inggris berhasil memanfaatkan Nasionalisme Arab bagi suksesnya strategi mereka untuk menyerang Turki Utsmani dari dalam tubuh umat Islam sendiri. Dengan tujuan itulah Inggris menjual janji.
Sementara itu diwaktu yang sama, Inggris dan Perancis juga melakukan Perjanjian rahasia Sykes – Picot pada tahun 1916 untuk membagi dan menduduki sebagian wilayah Kekhilafahan Turki Utsmani.
Syarif Hussain sebenarnya baru mengetahui belakangan setelah kaum Bolshevik dari Rusia membocorkan dokumen rahasia ini. Namun ia tetap bertekad untuk membentuk negara Arab Raya meskipun pihak Inggris menganggapnya sebagai senda gurau belaka.
Wilayah yang ia anggap akan diberikan oleh Inggris adalah Mesopotamia hingga Hijaz kecuali wilayah Syam karena sebagiannya telah dijanjikan kepada Perancis meskipun Syarif Hussain tidak setuju.
Namun demikian harapan masih besar, karena anaknya yang bernama Faisal bersama Lawrence of Arabia berhasil menaklukkan Syam dan untuk beberapa saat kemudian menjadi penguasa disana. Beliau tidak sadar bahwa penghianatan sedang dijalankan.
Penghianatan berikutnya kemudian dilanjutkan dengan Deklarasi Balfour pada bulan November 1917 antara Menteri Luar Negeri Inggris Arthur James Balfour dan Baron Rothschild, seorang pemimpin Yahudi Inggris, yang menjanjikan rumah nasional bagi orang-orang Yahudi di Palestina.
Setelah jatuhnya Turki Utsmani pada tahun 1918 janji Inggris hanya tinggal janji. Irak dan Palestina berada didalam Mandat PBB untuk Inggris, sementara Suriah dan Libanon diberikan kepada Perancis.
Palestina yang dianggap akan diberikan kepada bangsa Arab ternyata dengan culas sengaja dibuat samar dalam surat menyurat antara Mc Mahon dan Syarif Hussain karena memang akan diberikan kepada Zionis Yahudi.
Meskipun telah berjanji, pada tahun 1924 Inggris kembali memainkan boneka demi kepentingan mereka. Kekuasaan Hussain di Hijaz diruntuhkan kemudian diganti dengan Abdul Aziz (Ibnu Saud) dari Najed.
Syarif Hussain berhasil diusir dari Hijaz dan diasingkan dengan menanggung rasa kecewa karena telah dikhianati oleh pihak yang selama ini telah ia percayai. Ia dimakamkan di Al Quds pada tahun 1931.
Khilafahan Turki Utsmani akhirnya berhasil dihancurkan dan diganti dengan Republik Turki pada 3 Maret 1924. Mulai saat itulah umat Islam memasuki babak baru yaitu Mulkan Jabriyatan yang menyengsarakan.
Umat Islam hancur karena kita percaya kepada janji-janji musuh-musuh Allah. Kita terpecah belah karena diruntuhkannya Khilafah Islamiyyah.
Mengapa kita justru tidak yakin pada janji Allah SWT yang Maha Menepati Janji?
"Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal salih di antara kalian, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa ….” (TQS. An-Nur : 55).
Mengapa kita tidak percaya pada janji Rasulullah SAW?
Kemudian akan ada kembali Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwah (HR Ahmad).
Permasalahan Palestina hanya bisa diselesaikan apabila kita mencampakkan Fanatisme Kebangsaan. Persoalan umat Islam hanya bisa diselesaikan apabila kita kembali menerapkan Syariat Islam dalam Institusi legal formal, Daulah Khilafah Rasyidah yang kedua.
Wallahu A'lam bish Shawwab.
Oleh: Trisyuono D
Pemerhati Sejarah
0 Komentar