Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Palestina Memanggil! Saatnya Muslim Bersatu dalam Satu Komando


TopSwara.com – Penjajahan Israel atas Palestina kembali memanas. Setelah perlawanan pasukan Hamas terhadap warga Israel diluncurkan pada sabtu (7/10) lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menanggapinya dengan mengatakan kepada bangsa Israel bahwa negaranya sedang dalam kondisi “berperang” melawan militan Hamas yang menguasai Jalur Gaza. Hingga kini kebiadaban Israel terhadap Palestina makin menjadi-jadi.

Serangan udara dilaporkan masih terus membombardir Palestina. Artileri maupun roket adalah senjata andalan Israel yang digunakan untuk menjajah dan membumihanguskan Gaza dengan begitu kejinya. Korban jiwa terus bertambah. Berdasarkan data terbaru kementerian kesehatan, total 2.670 jiwa warga Palestina telah tewas sejak 7 Oktober lalu, karena serangan udara dan bombardir yang dilakukan Israel. Al-Jazeera menyebut sebagian besar korban adalah anak-anak dan wanita di Gaza. Setidaknya 9.600 orang juga terluka. (CNBC Indonesia, 16/10/2023).

Kasus Palestina-Israel kembali menjadi isu global yang mendapat perhatian di hampir seluruh dunia. Ada yang beranggapan bahwa serangan Hamas menjadi cikal bakal terjadinya konflik ini. Bahkan isu teroris justru dilayangkan pada pasukan Hamas. Miris memang, bagaimana mungkin seseorang yang berusaha mempertahankan kediamannya dari para penjajah, justru disebut teroris. Bukannya hal yang wajar bahkan wajib bagi setiap manusia memberikan perlawanan kepada setiap pihak yang berusaha merebut tempat tinggalnya dengan paksa? 

Dalam sejarahnya, jelas Israel sama sekali tak memiliki wilayah di Palestina. Wilayahnya saat ini adalah hasil perampasan dan penjajahan mereka terhadap warga Palestina. Dalam sebuah diskusi secara virtual pada Jumat (13/10), Penggiat kemanusiaan asal Indonesia yang tinggal di Jalur Gaza, Abdillah Onim menjelaskan bagaimana Israel selalu melanggar hukum internasional dan berbagai perjanjian yang telah ditandatangani. Israel bahkan terus memperluas wilayahnya dan sekarang sudah menguasai lebih dari 80 persen wilayah itu. (VoaIndonesia.com, 14/10/2023).


Pertolongan Muslim Tersekat Nasionalisme

Sejatinya penjajahan Israel atas Palestina bukanlah konflik baru. Hal itu sudah mulai terjadi pada abad ke-19 yakni tahun 1948, saat dinasti Ottoman (Daulah Utsmaniyah) telah runtuh. Sejak saat itu, wilayah Palestina terus diambil paksa oleh Zionis Israel. Lantas, apa yang dilakukan oleh Muslim lain di luar Palestina?

Hampir seluruh kaum Muslim di negara-negara lain menaruh simpati atas apa yang dialami Muslim Palestina. Bahkan tak sedikit non-Muslim pun turut melakukan aksi demonstrasi untuk pembebasan Palestina, sebagai dorongan rasa kemanusiaan. Sayangnya, simpati tersebut belum cukup mampu memberikan solusi hakiki atas permasalahan Palestina. Sebab, Palestina tak hanya membutuhkan makanan, pakaian, maupun obat-obatan, tetapi lebih dari itu Palestina membutuhkan tentara-tentara yang dapat membantunya melawan serangan Zionis Israel. 

Sayangnya, hal itu tak mungkin terjadi sebab umat Muslim saat ini tersekat oleh ikatan Nasionalisme. Para pemimpin Muslim mewujudkan simpatinya, hanya dalam bentuk kecaman maupun desakan semata dan justru mendorong penyelesaian Palestina dengan solusi two state solution rancangan PBB. Padahal solusi ini sungguh sangat tidak masuk akal. 

Analoginya, sekelompok perampok sedang berusaha merampas harta maupun tempat tinggal milik sebuah keluarga. Si pemilik rumah berusaha melawan para perampok tersebut dengan segenap kemampuannya, alih-alih sang tetangga memberikan pertolongan, mereka malah memberikan solusi untuk berdamai dan membagi dua harta maupun rumah keluarga yang dirampok tersebut, dengan maksud menyelesaikan perseteruan. Inilah analogi two state solution yang ditawarkan PBB. Palestina yang dirampok dan Israel sang perampok justru diajak untuk saling berdamai dan mengakui masing-masing wilayah mereka. Sungguh solusi yang sangat mengada-ada. 


Saatnya Kembali pada Solusi Hakiki

Setiap Muslim yang paham sejarah tentu tahu bahwa Al-Quds Palestina memiliki nilai tersendiri di mata umat Islam. Masjidil Aqsa merupakan kiblat pertama dan tanah warisan kaum Muslim yang telah dibebaskan sebelumnya oleh Khalifah Umar bin Khattab dan Shalahuddin Al Ayyubi. Telah banyak harta dan darah kaum Muslim yang tertumpah untuk memperjuangkan pembebasan tanah Palestina.

Sehingga tak ada pilihan lain, solusi hakiki atas persoalan Palestina hanyalah dengan mencabut penjajahan Israel dari bumi Palestina hingga ke akar-akarnya dengan jalan jihad fisabilillah. Namun, jihad fisabilillah tak mungkin dapat terealisasi kecuali dengan adanya persatuan kaum Muslim dalam naungan negara Islam. Sebab, pemimpin Muslim lah yang akan menurunkan komando pasukan tentaranya untuk menyerang tentara Israel. 

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia menjadi perisai, dimana orang-orang berperang di belakangnya, dan dia digunakan sebagai tameng.” [HR. Bukhari dan Muslim].

Kita tentu ingat bagaimana sejarah Sultan Abdul Hamid II saat menolak penawaran salah seorang tokoh Yahudi, Theodore Herzl untuk memiliki sebagian wilayah Palestina. Sang Sultan kemudian mengatakan, "Tanah itu adalah hak umat Islam. Umat Islam telah berjihad demi kepentingan Palestina. Mereka telah menyiraminya dengan darah mereka. Yahudi disilakan menyimpan harta mereka. Jika suatu saat kekhilafahan Turki Utsmani runtuh, kemungkinan besar mereka akan bisa mengambil Palestina tanpa membayar harganya." Namun, kata Abdul Hamid II, selama masih hidup, dia lebih rela menusukkan pedang ke tubuhnya sendiri daripada melihat tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Khilafah Islamiyah.

Ketegasan seperti inilah yang harusnya dimiliki seorang pemimpin Muslim atas penjajahan yang dilakukan Zionis Israel laknatullah. Agar kemuliaan Muslim dapat terjaga dan tanah Palestina dapat direbut kembali. Oleh karena itu, setiap Muslim harus paham akan hal ini dan turut berjuang dalam dakwah mengembalikan kepemimpinan Islam dalam sebuah institusi negara Islam yang secara tidak langsung akan melahirkan para pemimpin-pemimpin tegas sebagaimana Sultan Abdul Hamid II. 

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Nurhikmah
(Tim Pena Ideologis Maros)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar