TopSwara.com – Miris, di tengah kehidupan sekuler saat ini, berbagai kasus pembunuhan menyayat hati. Dari pelakunya anak-anak hingga dewasa, dari yang tidak memiliki hubungan kekerabatan hingga keluarga terdekat.
Dilansir dari Detik.com (5/11/2023), Khoiri (52) warga Dusun Blumbing, Desa Parerejo, Kecamatan Purwodadi, Kab. Pasuruan tega membunuh menantunya Fitria Almunirih Hafidloh Diyanah (23) yang tengah hamil 7 bulan.
Saat penyelidikan, diketahui bahwa pelaku alias mertua korban berstatus duda selama 10 tahun. Sebelumnya telah menyukai prostitusi dan saat ini menjadi pengangguran.
Kasus Pembunuhan Kian Menjamur
Kasus mertua bunuh menantu menambah daftar panjang kasus pembunuhan di Indonesia. Pada 2019 hingga 2022 kasus pembunuhan telah mencapai 3.335 orang. (Pusiknas.polri.go.id)
Dari Januari hingga Juni 2023 penemuan mayat juga sudah sebanyak 1.097 orang. Penemuan mayat ini ada yang karena kasus pembunuhan, kecelakaan dan orang hilang. (Databoks.katadata.co.id, 21/07/2023)
Saat ini penerapan sistem kapitalisme dengan akidah sekularisme menjadikan nyawa manusia tidak terjaga dan murah harganya. Ini terbukti dengan berbagai tindak pembunuhan dengan beragam alasan, ada yang karena balas dendam perampokan utang hingga pembunuhan disertai pemerkosaan, bahkan bisa dipicu masalah sepele hingga tanpa alasan. Dari pembunuhan biasa, pembunuhan berencana bahkan mutilasi.
Sistem sekularisme adalah paham yang memisahkan aturan agama dari kehidupan. Alhasil, manusia besikap bebas, pemenuhan kebutuhan atau keinginannya didorong oleh nafsu semata. Hal ini didukung dengan kebebasan yang diusung Barat dan kemudian banyak diadopsi masyarakat atas nama Hak Asasi Manusia.
Dari kasus pembunuhan mertua kepada menantu ini, terdapat berbagai faktor yang mendorong terjadinya pembunuhan, di antaranya,
Pertama. Maraknya prostitusi.
Berbagai sarana penyedia prostitusi baik offline maupun online saat ini menjamur, dari perkotaan hingga pedesaan seolah dibiarkan oleh penguasa saat ini. Banyaknya konten yang merangsang syahwat terus diproduksi, tersebar di media sosial. Baik anak-anak maupun dewasa dengan mudah mengakses video-video tersebut.
Kedua. Tekanan ekonomi.
Dalam sistem kapitalis sekuler, sumber daya alam bebas dikuasai oleh individu, swasta, dan asing, akibatnya SDA yang tumpah ruah di dalam negeri, hasilnya hanya dinikmati oleh segelintir orang. Minimnya ketersediaan lapangan kerja juga menambah banyaknya pengangguran. Pengangguran akan menimbulkan tekanan mental pada seseorang dan mendorong bersikap emosional dan sadis ketika tidak mendapatkan hal yang diinginkannya. Sedang bagi perempuan akan mendorong ia untuk menjual diri, bekerja di tempat-tempat prostitusi untuk mendapatkan penghasilan dengan cara instan.
Ketiga. Kurangnya akidah dan kontrol sosial.
Akidah masyarakat yang rapuh saat ini sebab tak ada penjagaan akidah dari negara. Dalam sistem sekuler, tiap individu dibiarkan menjalankan agama masing-masing tanpa ada kontrol dari negara, artinya mau dijalankan dengan baik atau tidak itu diserahkan kepada masing-masing individu.
Keempat. Begitu pula dengan adanya HAM saat ini, manusia bertindak atas nama HAM, sehingga banyak yang tak mau diatur sebab merasa bahwa dirinya memiliki hak dalam segala hal. Akhirnya banyak banyak yang kebablasan, tak tahu sampai mana batas dalam berperilaku.
Adanya HAM juga membuat masyarakat enggan saling menasehati sebab ketika pihak lain merasa terganggu, maka akan dilaporkan kepihak yang berwenang.
Kelima. Sanksi yang kurang tegas bagi tindak pembunuhan.
Berbagai tindak pembunuhan dengan berbagai motif, dan jumlah yang bertambah setiap saat menunjukkan bahwa sanksi yang saat ini diterapkan tidaklah menimbulkan efek jera bagi pelaku juga masyarakat.
Syariah Kaffah, Penjaga Umat
Islam merupakan agama yang sempurna yang memberikan landasan halal dan haram, benar dan salah yang jelas, yaitu Al-Qur’an dan sunah. Seorang Muslim diarahkan untuk memenuhi dorongan nalurinya agar sesuai tuntunan hukum syarak. Ia paham bahwa apapun yang dilakukan di dunia akan dimintai pertanggungjawaban sehingga akan berpikir dahulu sebelum bertindak.
Adapun terkait hukum, sanksi saat ini sangat lemah dalam menekan angka pembunuhan karena sistem sanksi yang diterapkan bersumber dari akal manusia yang lemah dan terbatas. Sehingga tentunya tidak akan mampu memberikan sanksi yang dapat menimbulkan efek jera pada pelaku.
Berbeda dengan Islam yang perannya dalam kehidupan tidak sebatas agama ritual (akidah ruhiyah), tapi juga sebagai agama politis (akidah siyasiyah). Makna politik dalam Islam adalah bagaimana mengurus urusan umat dalam segala aspek kehidupan dengan syariat Islam. Karena Islam berasal dari Allah SWT, Sang Pencipta manusia sehingga wajar syariatnya akan mampu menyelesaikan problem hidup manusia karena Allah SWT Maha Tahu hakikat manusia.
Syariat-Nya akan dengan sempurna jika diterapkan secara menyeluruh. Satu-satunya institusi negara yang mampu menerapkannya secara kaffah adalah khilafah. Sebab tanpa kehadiran khilafah, syariat hanya sebatas wacana atau teori. Khilafah akan memastikan penerapannya sebagai undang-undang di tengah kehidupan manusia. Khilafah akan memperkuat akidah masyarakat dengan menerapkan kurikulum pendidikan berasas akidah Islam, baik formal maupun nonformal. Semua media baik cetak, televisi, radio dan media sosial akan dimaksudkan untuk menyuarakan pendidikan Islami. Dari pendidikan yang berbasis akidah Islam ini maka terciptalah masyarakat yang berkepribadian Islam yang tangguh di mana pola pikir (aqliyah) dan pola sikapnya Islam (nafsiyah). Sehingga masyarakat tidak akan mudah gelap mata melakukan pembunuhan hanya demi melampiaskan hawa nafsunya karena ada kontrol Iman dalam diri mereka. Mereka tidak akan lagi diperbudak oleh nafsu mereka sendiri.
Dengan adanya pendidikan Islami ini juga maka terciptalah masyarakat islami yang akan melakukan kontrol sosial secara masif untuk mendakwahkan Islam dan saling menasehati tentang Islam. Alhasil, individu di tengah masyarakat islami akan terjaga untuk tidak mudah melakukan Kemaksiatan dan tindak pembunuhan jika ada masalah karena selalu merasa bahwa diawasi oleh Allah SWT dan adanya bimbingan dan kepedulian dari masyarakat.
Jika setelah adanya penguatan Iman pada individu dan masyarakat oleh Khilafah namun masih ada yang melakukan tindak pembunuhan maka Islam mempunyai mekanisme hukum yang lengkap dan pasti memberi efek jera, yaitu sistem hukum pidana Islam. Ini disyariatkan untuk mencegah manusia dari kejahatan serupa. Sanksi hukum dalam Islam berfungsi sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus dosa). Adanya hukum syariat ini akan mampu menekan seminim mungkin tindak pembunuhan.
Dalam Islam pembunuhan yang disengaja termasuk jinayah, yaitu pelanggaran terhadap badan yang didalamnya mewajibkan kisas atau ganti rugi harta (diat). Kisasnya pembunuhan disengaja adalah dengan hukum mati (hukum bunuh) atau pihak wali meminta tebusan atau memaafkan. Sesuai Firman Allah SWT:
“…Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sungguh, Kami telah memberi kekuasaan kepada walinya, tetapi janganlah wali itu melampaui batas dalam pembunuhan.” (QS. Al-Isra: 33).
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang terbunuh maka walinya memiliki dua hak, bisa meminta tebusan atau membunuh si pelaku.”
Jika ahli waris meminta diat dalam kasus seperti di atas yaitu pembunuhan disengaja maka diatnya 100 ekor unta di mana satu ekor unta saat ini harganya Rp25 juta. Sehingga jika dikurskan dengan uang, nilainya sebesar Rp2,5 miliar. Tentu jumlah yang sangat besar dan dapat langsung membangkrutkan si pelaku.
Inilah solusi Islam untuk mengatasi tindak pembunuhan. Hukuman dan besarnya diat akan mampu mencegah orang untuk membunuh. Ditambah penjagaan dari khilafah dengan penguatan akidah menjadikan masyarakat tak tebersit dalam benaknya untuk membunuh karena itu dosa besar dan berat hisabnya di akhirat kelak. Hanya dalam Islam nyawa akan dinilai sebagai sesuatu yang berharga, bahkan lebih penting dibandingkan seluruh dunia dan seisinya.
Wallahu a’lam bishshawab. []
Oleh: Ira Rahmatia
Aktivis Muslimah Morowali
0 Komentar