Topswara.com -- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah menyatakan bahwa Indonesia darurat judi online, karena telah merebak sangat pesat di tengah-tengah masyarakat. Mereka pun meminta kepada masyarakat untuk segera melaporkan bila menemukan judi online di gadgetnya. (Jakarta, CNBC Indonesia 17/10/2023)
Wakil Menteri Kominfo, Nezar Patria mengatakan bahwa darurat judi online ditandai dengan cukup banyaknya keluhan dari masyarakat dan hal ini tidak bisa dibiarkan lebih lama lagi. Pemerintah sendiri telah melakukan beberapa upaya pemberantasan judi online.
Mulai dari pemblokiran akses konten judi online di ruang digital hingga penutupan akses keuangan yang diduga digunakan untuk transaksi judi online. Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika (Ditjen Aptika) Kominfo telah membuat satgas khusus yang bekt 24 jam dengan 3 sif untuk memberantas situs-situs judi online dan telah bekerjasama dengan Kepolisian.
Selama periode Juli hingga Oktober, Kominfo telah memblokir 400 ribu konten judi online yang tersebar di ranah digital. Sebelumnya, Menteri Kominfo, Budi Arie Setiadi sempat memperkirakan bahwa kerugian masyarakat akibat judi online mencapai Rp 2,2 triliun untuk satu situs saja. Dengan begitu, per tahunnya bisa mencapai Rp 27 triliun.
Oleh karena itu, pemerintah meminta masyarakat untuk terlibat aktif melaporkan keberadaan situs judi online, maupun pihak yang terang-terangan mempromosikannya.
Kemaksiatan judi online sejatinya tidak akan pernah tuntas jika tidak diselesaikan hingga akar masalahnya. Oleh karena itu, memahami akar persoalannya adalah hal yang urgent. Maraknya judi online di kalangan masyarakat tidak lepas dari cara pandang hidup sekuler kapitalisme yang menjangkiti mereka saat ini, dimana kebahagiaan hidup hanya distandarkan pada kesenangan jasadiyah, berupa kesenangan materi.
Maka tidak heran terbentuk masyarakat yang cenderung menghalalkan segala cara demi meraih materi yang diinginkannya. Hal ini diperparah dengan sistem pendidikan sekuler yang menjauhkan masyarakat dari pemahaman agama yang shahih dan kaffah.
Akibatnya masyarakat semakin bodoh dengan aturan agama dan mengabaikan standar halal-haram dalam kehidupan. Apalagi judi online adalah cara memperoleh uang dengan cara mudah dan cepat. Inilah yang membuat praktek haram ini semakin diminati masyarakat.
Status pengangguran yang menimpa jutaan penduduk negeri ini karena sulitnya mendapatkan pekerjaan, juga membuka peluang bagi masyarakat untuk terlibat dalam judi online. Kemiskinan juga bisa menjadi pendorong terjeratnya seseorang dalam judi online dengan mengadu keuntungan.
Pemerintah sendiri masih melakukan langkah-langkah kuratif yang bersifat tambal sulam dalam menyelesaikan persoalan ini. Pasalnya pemblokiran situs-situs judi online tidak akan membuat jera para bandar judi.
Situs yang telah diblokir dengan mudah bisa dikembalikan melalui pergantian domain. Teori ini tentu bukan hal yang tidak dipahami oleh ahli informatika yang memenuhi kantor Kominfo.
Oleh karena itu, sangat nampak bahwa negara tidak serius dalam memberantas judi online di negeri ini. Tidak ada langkah preventif dengan menghapus cara pandang sekuler kapitalis yang meluas di kalangan masyarakat.
Demikian pula tidak ada langkah kuratif yang bisa dilakukan dengan menangkap bandar judi dan menindak tegas para pelaku/pemain dan bandar judi online. Padahal negara seharusnya tidak boleh kalah dengan individu rakus dan serakah yang berada di balik munculnya judi online.
Namun inilah cerminan negara yang dengan sadar menerapkan sistem kapitalisme sekularisme. Negara lepas dari tanggung jawabnya mengurusi urusan rakyat termasuk memberantas kejahatan dan kemaksiatan secara tuntas.
Sungguh penerapan sistem kapitalisme sekularisme telah menumbuhsuburkan perjudian di negeri ini. Persoalan judi online akan tuntas melalui penerapan aturan Islam kaffah dalam bingkai khilafah Islamiah.
Sebab Islam telah mengharamkan judi secara mutlak, sehingga khilafah akan menutup semua celah masuknya perjudian. Khalifah sebagai pengurus umat akan melakukan pembinaan kepada umat untuk menguatkan akidah dan memahamkan hukum Islam, sehingga umat akan meninggalkan perjudian atas dasar keimanan.
Pemahaman tersebut akan menjadikan umat meletakkan standar kebahagiaan pada ridha Allah SWT, bukan kesenangan duniawi. Mereka pun akan menjauhi kemaksiatan dan tidak tergiur dengan praktek judi, sebab keharaman judi telah jelas dalam firman Allah SWT:
"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung." (TQS. Al-Maidah (5): 90)
Demikian pula masyarakat dalam Khilafah merupakan masyarakat islami, mereka akan melakukan kontrol sosial dengan aktivitas amar ma'ruf nahi munkar. Bila masyarakat menemui aktivitas judi di dunia nyata/maya mereka akan segera menasehati dan melaporkan, hal tersebut dilakukan dengan dorongan taqwa agar kemaksiatan tidak semakin merajalela.
Selain itu negara juga akan menerapkan hukum Islam yang memutus mata rantai perjudian. Keharaman judi dalam Islam telah menjadikan perjudian dalam bentuk apapun dilarang dalam negara. Negara akan menindak tegas semua pihak yang terlibat dalam perjudian, baik bandar, pemain maupun pihak yang mempromosikannya.
Negara akan memblokir situs-situs perjudian dan membuat sistem perlindungan terbaik dan tercanggih untuk membuatnya tidak bisa muncul lagi. Jika negara menemukan praktek perjudian, sanksi (uqubat) ta'zir akan dikenakan kepada pihak yang terlibat. Ta'zir adalah sanksi yang jenis dan kadarnya ditetapkan oleh khalifah.
Sanksi dalam Islam ini tentu memiliki dua fungsi, yaitu zawajir (pencegah dari kemaksiatan) dan jawabir (penebus sanksi pelaku di akhirat). Oleh karena itu, hanya khilafah yang mampu memberantas praktek-praktek perjudian dengan tuntas.
Wallahu a'lam bishshawab
Sumariya
Anggota Lingkar Studi Muslimah Bali
0 Komentar