Topswara.com -- Dilansir dari CNBC Indonesia (17/11/2023) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) buka suara perihal kepastian perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) PT Freeport Indonesia (PTFI) setelah tahun 2041 mendatang.
Menteri ESDM, Arifin Tasrif mengatakan bahwa setelah Kunjungan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) ke Amerika Serikat (AS), salah satu hal yang dibahas adalah perihal perpanjangan kontrak pertambangan Freeport Indonesia di Papua yang akan berakhir tahun 2041.
Baru-baru ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah temuan terkait PT Freeport. Laporan hasil Pemeriksaan BPK menunjukkan adanya potensi kerugian Negara yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia. Termasuk kerusakan alam akibat perusahaan itu melanggar banyak ketentuan dalam pengelolaan tambang.
BPK menemukan minimal ada 14 poin pelanggaran yang dilakukan oleh PT Freeport. Nilai kerugiannya bisa mencapai Rp 185 triliun. Temuan tersebut di antaranya adalah kelebihan pembebanan biaya concentrate handling pada Freeport Indonesia selama periode 2013 hingga 2015. Kemudian ada dampak pembuangan limbah operasional penambangan (tailing) di sungai, hutan, estuari dan ada yang telah mencapai kawasan laut.
PT Freeport Indonesia sejak 2011 tak lagi membayar deviden kepada Negara. Setelah ditagih, baru membayarkan dividen kepada Pemerintah pada 2017 lalu. Itu pun hanya sebesar Rp 1,4 triliun. Jadi selama 5 tahun PT Freeport tidak membayarkan dividen.
Divestasi saham adalah sebuah upaya untuk mengurangi kepemilikan saham sebuah perusahaan dengan jalan menjual saham tersebut kepada pihak lain. Jadi kepemilikan saham setelah divestasi, Pemerintah melalui PT Inalum memiliki 51 persen dan Freeport MC Moran Inc (FCX) memiliki 49 persen.
Berdasarkan fakta divestasi saham tersebut, seandainya Pemerintah sudah memiliki 51 persen saham pun, dalam pandangan Islam, tetap batil. Sebabnya, dalam pandangan Islam, tambang yang dikelola PT Freeport itu adalah milik umum yang harus 100 persen dimiliki oleh Pemerintah sebagi wakil dari rakyat.
Dalam sistem ekonomi Islam , kepemilikan atas barang dan jasa dikelompokkan menjadi tiga: milik individu, milik umum dan milik negara.
Kepemilikan umum itu terdiri dari tiga kategori: pertama, sarana umum yang diperlukan oleh seluruh rakyat dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, seperti air, padang rumput dan api serta meliputi setiap benda yang di dalamnya terdapat sifat-sifat sarana umum.
Kedua, harta yang keadaannya asal pembentukannya menghalangi seseorang untuk memilikinya secara pribadi. Menurut al-Maliki, hak milik umum jenis ini, jika berupa sarana umum seperti halnya kepemilikan jenis pertama, maka dalilnya yang mencakup sarana umum.
Hanya saja jenis kedua ini menurut asal pembentukannya menghalangi seseorang untuk memilikinya, Seperti jalan umum yang dibuat untuk seluruh manusia, yang bebas mereka lewati, dan tidak boleh dimiliki oleh seorang pun.
Ketiga, barang tambang (sumberdaya alam) yang jumlahnya tak terbatas, yaitu barang tambang yang diprediksi oleh para ahli pertambangan mempunyai jumlah yang sangat berlimpah. Hasil dari pendapatannya merupakan hasil milik bersama dan dapat dikelola oleh Negara. Bisa juga Negara menggaji tim ahli dalam pengelolaannya.
Adapun barang yang jumlahnya sedikit dan sangat terbatas dapat digolongkan ke dalam milik pribadi.
Tambang emas yang dikelola PT FI merupakan tambang terbesar di dunia.
Oleh karena itu, dalam pandangan Islam, tambang di Bumi Papua yang dikelola oleh PT Freeport merupakan milik umum yang wajib dikelola oleh Negara sebagai wakil dari umat. Haram dikuasi oleh pihak asing.
Maka langkah praktis yang harus dilakukan untuk mengembalikan kepemilikan saham swasta kembali menjadi kepemilikan umum:
Pertama, langkah pertama adalah membatalkan semua kepemilikan saham individu atau swasta, baik asing atau domestic. Caranya dengan membayar harga normal yang mereka keluarkan untuk mendapatkan saham tersebut atau jumlah investasi yang sudah mereka keluarkan sebesar pokoknya saja.
Kedua, membubarkan bentuk PT atau perseroan saham, terutama atas pengelolaan barang tambang milik umum.
Ketiga, pemerintah, dengan kepemilikan 100 persen, mengelola secara langsung atau boleh juga dengan mengontrak suatu perusahaan swasta khususnya dari dalam negeri, namun hubungannya adalah ajir-musta’jir (majikan-karyawan), bukan sebagai pemilik dan pemegang konsesi.
Alternatif lain, seluruh aset perusahaan PT Freeport dibagi berdasarkan nilai investasi yang telah dikeluarkan oleh masing-masing pihak. Ini di luar tambang yang mereka kelola yang masih tersisa. Ia tidak boleh dibagi karena statusnya adalah hak milik umum.
Proses tersebut harus dilakukan bukan hanya untuk tambang yang dikelola PT Freeport. Hal yang sama juga berlaku untuk pengelolaan tambang milik umum lainnya. Termasuk industri yang memproduksi barang-barang yang tabiatnya tidak bisa dimonopoli oleh individu; barang-barang yang menguasai hajat hidup orang banyak, atau barang-barang yang memang volumenya besar sehingga tidak boleh dikuasai oleh individu. Penguasaan individu (swasta), baik asing maupun domestik, atas industri seperti ini harus dibatalkan. Seperti industri petrokimia, pertambangan besi, batubara dan sebagainya.
Namun demikian, proses tersebut sulit untuk dilakukan bahkan hampir mustahil selama ideologi kapitalisme berikut sistemnya masih diadopsi oleh Pemerintah. Karena itu, ideologi dan sistem kapitalisme itu harus ditinggalkan.
Selanjutnya negera ini harus segera mengambil dan menerapkan ideologi dan sistem Islam dengan syariahnya dalam naungan sistem khilafah. Hanya dengan sistem Islam yang diterapkan dalam institusi khilafah, sumberdaya alam ini bisa dinikmati oleh seluruh rakyat dengan baik dan penuh dengan keberkahan.
Wallahu alam bishawab.
Oleh: Eva Lingga Jalal
Aktivis Muslimah
0 Komentar