Topswara.com -- Sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Indonesia setiap tanggal 25 November, diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Hal itu dilakukan sebagai pengingat dan apresiasai akan perjuangan para guru Indonesia di masa lalu.
Dalam peringatannya pada tahun 2023 ini mengambil sebuah tema yaitu, “Bergerak Bersama Rayakan Merdeka Belajar”. Kata merdeka di sini adalah berkaitan dengan kurikulum merdeka belajar yang tengah diaruskan oleh pemerintah dengan maksud menyatukan seluruh satuan pendidikan dari siswa hingga guru-gurunya untuk bergerak bersama menyemarakkan kurikulum yang berlaku saat ini. Tirto.id (13/11/2023).
Tema ini diusung demi mengembangkan dunia pendidikan dengan menerapkan kurikulum merdeka belajar yang menitikberatkan pada materi esensial yang dipelajari lebih mendalam, pengembangan diri, dan karakter dalam belajar. Dengan harapan akan mampu memberi solusi bagi segudang persoalan yang melanda dunia pendidikan dan generasi saat ini.
Namun, meskipun program tersebut telah lama diluncurkan, nyatanya belum bisa memberikan perubahan yang signifikan, pasalnya berbagai permasalahan serius mulai dari kesehatan mental, tingginya angka perundungan yang menimpa pelajar bahkan juga terjadi pada guru di lingkungan sekolah, meroketnya kasus bunuh diri di kalangan pelajar, pergaulan bebas, tawuran dan persoalan-persoalan lainnya kian marak.
Belum lagi permasalahan yang bersifat teknis seperti bertambahnya beban guru dalam urusan administrasi serta gerak yang dibatasi dalam membina peserta didik agar mereka taat menjalankan syariah. Kemudian termasuk tuntutan agar guru lebih kreatif dan inovatif, membuat guru terfokus bagaimana untuk mengejar dan mengajar materi saja sehingga sedikit waktu tersisa untuk menjadikan siswa menjadi generasi berkualitas.
Permasalahan yang terjadi dalam dunia pendidikan sebagaimana uraian di atas, bukan semata karena kurikulum yang terus bergonta-gnti. Sebab sejatinya kurikulum yang lama atau kurikulum merdeka saat ini esensinya sama yakni pendidikan yang berlandsakan asas sekularisme kapitalistik.
Sistem pendidikan seperti ini tidak bisa diharapkan akan membawa generasi yang lebih baik apalagi menyiapkan generasi dengan output cemerlang, berwawasan luas dan berakhlakul karimah. Yang terjadi justru materi pendidikan difokuskan pada menyiapkan potensi pelajar untuk masuk ke dalam dunia kerja dan jauh dari pembentukan karakter yang berbasis akidah Islam.
Sebab dalam paradigma pendidikan kapitalisme ilmu pngetahuan hanya dipandang sebagai faktor produksi, sehingga konsep pendidikan berorientasi untung rugi. Fakta ini didukung pula oleh tata kehidupan yang sekuler kapitalistik, sehingga nilai spiritual, moral, dan kemanusiaan jadi terpinggirkan.
Sehingga makin menegaskan bahwa aturan kapitalis tidak memiliki sistem untuk membangun generasi yang berkualitas.
Sangat berbeda halnya dengan sistem pendidikan dalam Islam. Di dalam sistem pendidikan Islam telah benar-benar sukses mencetak output generasi yang berkarakter dan jati diri Islam. Islam memandang pendidikan sebagai hajah asasiyyah (kebutuhan dasar) yang harus dijamin ketersediaannya di tengah-tengah masyarakat oleh negara.
Nabi SAW. bersabda:
“Imam itu adalah pemimpin dan ia akan dimintai pertanggung jawabannya.” (HR. al- Bukhari).
Dalam praktiknya Islam mempunyai tiga pilar dalam membentuk generasi yang agung. Pertama, diawali dari bagian terkecil yaitu keluarga, yang diharapkan mampu melahirkan generasi yang kuat lagi baik dan mencegah generasi yang lemah dan buruk.
Hal ini sebagaimana telah diwajibkan Allah SWT. “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka...” (TQS at-Tahrim: 6).
Mencetak generasi tangguh tidak mungkin hanya dilakukan di rumah. Maka pilar kedua, adalah adanya masyarakat dan lingkungan yang melakukan amar makruf nahi mungkar untuk menjaga suasana keimanan dan akidah generasi, karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dan saling mempengaruhi dengan masyarakat sekitar.
Pilar ketiga, yaitu adanya negara yang menerapkan sistem Islam secara kaffah seperti sistem sanksi, pendidikan Islam, ekonomi, politik, sosial yang semuanya hanya kompatibel dengan sistem negara Islam.
Mewujudkan generasi pembangun peradaban mulia merupakan tanggung jawab dari semua pihak, baik keluarga, masyarakat, atau negara karena di tangan merekalah peradaban mulia digantungkan. Maka perlu langkah sistemis untuk mewujudkannya dan satu-satunya solusi hanyalah kembali pada penerapan sistem Islam yang mulia.
Wallahu ‘alam bi as shawwab.
Oleh: Suwanti
Pengajar
0 Komentar