Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kesemrawutan Penanganan Polusi di Sistem Kapitalisme


Topswara.com -- Berdasarkan analasis yang dilakukan oleh IQAir, per November 2023, indeks kualitas udara (AQI) dan polusi udara di Jakarta mencapai 158 AQI US yang mana ditandai dengan kawasan wilayah ibu kota termasuk dalam kategori merah dan oranye. 

Tingginya polutan dalam udara disinyalir menyebabkan melonjaknya angka kasus dari Infeksi Saluran Pernapasan Atas (Ispa) pada beberapa rumah sakit di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya data yang disampaikan oleh Ketua Komite Penanggulangan Penyakit Respirasi dan Polusi Udara (PPRPU) yang menjelaskan bahwa pada kasus ISPA pada periode Januari-Juli rata-rata di atas 100 ribu kasus. Bahkan di bulan Agustus sudah mendekati 200 ribu kasus.

Polusi udara yang terjadi pada wilayah ibu kota Jakarta tentunya tidak lepas dari berbagai penyebab yang melatar belakangi buruknya indeks kualitas udara yang ada di Jakarta. Seperti halnya yang dikutip oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya dalam wawancaranya bersama CNBC Indonesia (14/8/23), bahwa sektor transportasi merupakan salah satu sektor dengan penggunaan bahan bakar paling besar di Indonesia. 

Akhir-akhir ini, pemerintah telah mengeluarkan beberapa usulan dalam upaya menanggulangi kualitas udara yang buruk. Salah satu kebijakannya yang mendapat perhatian dari pemerintah adalah peralihan dari penggunaan energi fosil (seperti batu bara) menuju energi terbarukan (EBT). 

Isu EBT yang terus menerus dipromosikan membahas tentang upaya mengurangi ketergantungan pada impor energi berbahan fosil, mengurangi beban keuangan negara, serta menurunkan emisi karbon. Batu bara, yang selama ini menjadi sumber energi utama, dianggap tidak ramah lingkungan. Sebagai solusi, EBT, terutama di Indonesia yang memiliki potensi besar dalam bidang ini, menawarkan alternatif energi yang bersifat ramah lingkungan dan dapat diperbarui. 

Akan tetapi, kondisi di lapangan menyebutkan bahwa EBT yang digadang-gadang menjadi solusi efektif dalam menanggulangi polusi udara di Indonesia, khususnya Jakarta merupakan “solusi palsu” yang bersifat wacana. 

Kondisi saat ini dapat dikatakan sebagai kelalaian pemerintah dalam menyediakan udara bersih bagi kesejahteraan rakyat. Melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, gugatan terhadap pemerintah yang dianggap lalai menyediakan udara bersih telah dilayangkan sejak 4 Juli 2019. 

Hakim PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan tersebut pada sidang putusan 2021. Dua di antara tergugat, Presiden Jokowi dan Menteri LHK Siti Nurbaya mengajukan kasasi atas gugatan warga. 

Mengherankan sebab tindakan mengajukan kasasi dan tidak mau menjalankan putusan pengadilan menunjukkan bahwa pemerintah tidak memiliki itikad baik untuk melindungi, memenuhi, dan menegakkan hak atas udara bersih bagi kesejahteraan rakyat. 

Selain itu, rakyat tidak memiliki harapan atas solusi tuntas dari permasalahan yang terjadi di lingkungan. Padahal, kualitas udara yang baik merupakan hak setiap warga negara. Mengapa kini saat sulit untuk menikmatinya?

Di sini terlihat jelas bahwa negara tidak mampu menjamin kualitas negara yang baik bagi rakyat. Seperti yang tertulis dalam QS Rum : 41,

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). 

Mengacu pada ayat di atas, manusia seharusnya sadar bahwa dampak dari perilakunya yang tidak berlandaskan pada Al-Qur'an dan As-Sunnah akan memberikan efek buruk kepada lingkungan dan sekitarnya. Semestinya, manusia melakukan refleksi diri dan kembali mendekatkan diri kepada Allah.

Menurunnya kualitas lingkungan saat ini pun tidak luput dari prinsip pembangunan ala kapitalisme. Terbukti dari banyaknya perusahaan-perusahaan yang tetap diberikan izin berdiri meskipun jauh dari kata ramah lingkungan. 

Negara yang seharusnya mengelola aset-aset umum, justru memberi peluang pada individu untuk menguasainya. Bahkan korporasi pun ikut andil dalam mengeksploitasi lingkungan secara bebas tanpa memperhatikan dampak yang timbul. 

Inilah dampak buruk dari sistem kapitalisme yang tidak menyelesaikan persoalan dengan tuntas. Islam mewajibkan negara menjauhkan rakyat dari dharar apapun yang akan membahayakan kehidupan rakyat. 

Negara akan mencari berbagai solusi mendasar dan komprehensif karena negara adalah perisai bagi rakyat. Dalam Islam pelanggaran penguasa akan diselesaikan oleh Qadhi Madzalim. 

Qadhi Madzalim adalah hukum untuk menindak semua tindakan yang tidak dibenarkan oleh syariat yang menyebabkan terambilnya hak seseorang atau tidak diperolehnya apa yang menjadi haknya. 

Apabila dikaitkan dengan permasalahan lingkungan saat ini, perilaku zalim penguasa dapat diadili menurut Qadhi Madzalim yang bahkan dapat memecat penguasa jika dianggap terjadi pelanggaran hukum syarak. 

Menghilangkan kezaliman hukumnya fardhu ain bagi pemimpin untuk menjaga kemaslahatan agama dan dunia. Pemerintah sebagai garda terdepan seharusnya menjadi penjamin rakyat yang mampu memastikan negara menjadi kawasan layak huni. 

Prinsip pembangunan menurut Islam tidak hanya memperhatikan aspek ekonomi dan sosial masyarakat, tetapi juga kelestarian alam. Sehingga seluruh penduduk yang bermukim di wilayah tersebut dapat mentadaburi alam serta mensyukuri betapa indahnya karunia yang Allah berikan kepada hamba-Nya.


Oleh: Nabila A.S.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar