Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kelaparan Masih Melanda Papua


Topswara.com -- Memprihatinkan. Bencana kelaparan masih terjadi di Papua. Pemerintah daerah Yahukimo telah menetapkan status tanggap darurat bencana di wilayahnya sejak 21 Oktober hingga 1 November 2023 setelah 23 orang di Distrik Amuma, Yahukimo, Provinsi Papua Pegunungan, dilaporkan meninggal dunia akibat kelaparan (bbc.com, Jumat 27 Oktober 2023) (1).
 
Kasus ini bukan yang pertama kali di Papua. Bulan Agustus lalu dilaporkan sekitar enam orang meninggal karena kelaparan di Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah. Dan terdapat belasan kasus kelaparan yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya (republika.co.id, Senin 7 Agustus 2023) (2).
 
Pengamat pertanian dari Universitas Papua, Mulyadi mengatakan terdapat dua faktor penyebab kelaparan yang menyebabkan kematian terus terjadi di Papua, yaitu faktor alam dan non-alam.
Faktor alam meliputi cuaca ekstrem seperti embun beku di Kabupaten Puncak dan hujan deras di Yahukimo, yang menyebabkan makanan warga rusak hingga gagal panen.

Kemudian adalah non-alam yang dipengaruhi oleh manusia. Sistem pertanian pun tidak berkelanjutan, hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari saja. 

Kondisi kesehatan mereka rapuh. Tingkat angka stunting cukup tinggi.
Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia Kementerian kesehatan angka stunting balita di Papua 34,6 persen di tahun 2022, mengalami peningkatan dari 29,5 persen dari tahun sebelumnya.

Selain itu, tingkat kemiskinan ekstrem di papua masih sangat tinggi, seperti di Provinsi Papua sebesar 7,26 persen, lalu Papua Tengah 11,62 persen dan tertinggi se-Indonesia di Papua Pegunungan sebanyak 16,5 persen.

Bencana kelaparan yang tidak berkesudahan ini menunjukkan tidak berjalannya mitigasi bencana. Pemerintah gagal menghadirkan kesejahteraan yang berdampak pada kemiskinan dan gizi buruk adalah buah kapitalisme, yang sistem ekonominya menciptakan kesenjangan yang luar biasa. 

Indonesia bagian barat lebih banyak terjadi pembangunan fasum sehingga memudahkan masyarakat beraktivitas, sedangkan Papua minim fasum. Justru fasilitas di sekitar Freeport yang lengkap dan berkualitas. Jadilah penduduk Papua termarjinalkan, identik dengan kemiskinan berdampak gizi buruk seperti stunting berujung kematian, dan kebodohan karena kualitas pendidikan kurang. 

Padahal tanah Papua subur dan kaya emas. Tata kelola pertanian di negeri ini pun sangat buruk, padahal negeri ini sangat kaya Sumber Daya Alam (SDA). Pertanian pun tidak mendapatkan dukungan dari pemerintah, sehingga dikelola secara tradisional dan hanya cukup untuk kebutuhan makan sehari-hari. 

Faktanya, berdasarkan data Bahan Pangan Nasional 2022 menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat ketiga dunia yang memiliki kekayaan bahan pangan setelah Brazil. Kekayaan itu meliputi 77 jenis tanaman pangan sumber karbohidrat, 75 jenis sumber protein, 26 jenis kacang-kacangan, 389 jenis buah-buahan, 228 jenis sayuran, 110 jenis rempah, dan 40 jenis bahan minuman. Semua potensi ini seharusnya mampu membentuk ketahanan pangan yang kuat di negeri ini. 

Sayangnya pengelolaan pangan di bawah sistem kapitalisme saat ini telah mengukuhkan penguasaan lahan oleh korporasi. Model pemberian izin untuk pengelolaan lahan oleh korporasi. 

Dampaknya terjadi ketimpangan pemilikan lahan antara petani dan korporasi, sehingga korporasi menguasai rantai produksi hingga distribusi pangan. Masyarakat pun semakin sulit  memenuhi kebutuhan pangannya, karena harga yang dipastikan mahal jika hasil pengelolaan korporasi karena mereka ingin menadapatkan keuntungan semaksimal mungkin, tanpa memikirkan daya beli rakyat. 

Program food estate yang ditargetkan untuk menjamin swasembada pangan dan mengatasi masifnya alih fungsi lahan pertanian, nyatanya hanya menimbulkan ancaman yang lebih parah dan berlangsung lama. Solusi ini tidak menyentuh akar masalah, karena alif fungsi lahan petani sudah pasti terjadi dalam sistem kapitalisme saat ini.   
 
Kondisi ini diperparah dengan fungsi pemerintah berjalan di bawah paradigma neoliberal, yang minim tanggung jawabnya terhadap pemenuhan kebutuhan rakyat. Negara sebatas sebagai regulator para korporasi. Inilah konsekuensi hidup di negara kapitalisme.
 
Berbeda dengan sistem pemerintahan Islam khilafah, yang bertanggung jawab melaksanakan Islam kafah sekaligus mengurus seluruh urusan rakyat termasuk pangan. Ketahanan dan kemandirian pangan menjadi hal yang mutlak harus diwujudkan Khilafah. 

Sesuai sabda Rasul SAW :
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR. Ahmad dan Bukhari).  
Khalifah tidak boleh mengalihkan peran ini kepada pihak lain , karena ini sudah menjadi tanggung jawabnya sesuai perintah Allah SWT. 

Islam menempatkan sektor pertanian sebagai salah satu sektor krusial dan salah satu pilar ekonomi, sebab ketiadaannya akan menyebabkan kegoncangan ekonomi, bahkan menyebabkan negara bergantung pada negara lain atau mengancam kedaulatannya. 

Oleh karena itu khilafah akan memberikan perhatian besar pada sektor ini, dengan mengoptimalkan pengelolaannya, agar kebutuhan seluruh rakyat, individu per individu terpenuhi. Langkah optimalisasi ini dijalankan sesuai syariat, di antaranya : 
 
Pertama, khilafah melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian, dengan meningkatkan produktivitas lahan. Khilafah melakukan intensifikasi menyebarluaskan teknologi terbaru dan paling unggul kepada para petani. Khilafah juga melakukan pengadaan benih unggul, pupuk, dan saprotan (sarana produksi pertanian) lainnya.
 
Kedua, untuk ekstensifikasi pertanian, dilakukan khilafah dengan mendorong pembukaan lahan-lahan baru, serta menghidupkan tanah mati.
 
Ketiga, dalam khilafah, tiap individu memiliki hak mengelola tanah mati, atau tanah yang tidak dikelola oleh siapa pun dan tidak dipagari. Setiap tanah yang mati, jika telah dihidupkan oleh seseorang, akan menjadi milik yang bersangkutan. 

Bahkan khilafah juga akan memberikan modal tanpa kompensasi kepada mereka yang ingin mengelola tanah mati. Dana tersebut diambil dari Baitul Mal (kas negara) pos kepemilikan negara. 

Namun jika mereka mengabaikannya selama lebih dari tiga tahun, kepemilikan tanah juga akan hilang. Kebijakan ini dijalankan untuk kemaslahatan rakyat, bukan untuk kepentingan segelintir pihak Oligarki maupun kepentingan penguasa sendiri. Serta tanpa menimbulkan kemudaratan lebih. 
 
Keempat, dalam hal distribusi, khilafah menerapkan prinsip cepat, sederhana dan merata. Negara tidak akan membiarkan ada satu wilayah pun tidak mampu mengakses bahan pangan. 
 
Kelima, dalam khilafah tidak akan terjadi ketimpangan ekonomi sebagaimana dalam sistem kapitalisme. 
 
Keenam, sebagai proteksi akan kesediaan pangan ini, khilafah melarang praktek penimbunan barang, termasuk menimbun bahan kebutuhan pokok. Hal ini akan menyebabkan kelangkaan kebutuhan pokok masyarakat.

Hanya khilafah yang mampu memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya secara merata hingga tidak terjadi kelaparan. 
 
Wallahu’alam Bishshawab
 
 
Oleh: Irawati Tri Kurnia
(Aktivis Muslimah)
 
Catatan Kaki :
(1)     https://www.bbc.com/indonesia/articles/cv207n5y9pdo
(2)     https://republika.co.id/berita/rz0z85436/polisi-7500-jiwa-terdampak-kekeringan-dan-kelaparan-di-papua-tengah?utm_source=whatsapp
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar