Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kapan Saatnya Kau Disebut Sadar?


Topswara.com -- Sobat. Tunaikanlah perintah, tinggalkanlah larangan, bersabarlah menghadapi ujian, dan mendekatlah kepada Allah dengan amalan-amalan sunnah. Saat itulah kau berhak disebut sadar dan beramal mencari taufik dari Allah azza wajalla. Mohonlah pada-Nya dan merendahlah di hadapan-Nya sampai Dia menyiapkan sebab-sebab ketaatan untukmu.

Sobat. Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani pernah berkata, “Anakku, jika kau menghendaki kemenangan, maka keluarkanlah makhluk dari hatimu. Jangan pernah takut dan jangan pernah berharap kepada mereka. Jika ini sudah benar, maka ketenteraman saat mengingat Allah akan datang menghampirimu.”

Sobat. Jika taubat benar maka keimanan pun akan benar, bahkan bertambah menurut para Ahli Sunnah. Sebab, keimanan itu terkadang bertambah dan terkadang berkurang. Ia bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.

Sobat. Bersahabatlah dengan Allah. Zuhudlah dari diri, makhluk, da dunia niscaya Allah akan menenangkanmu di tengah mereka. Bersahabatlah denga Allah dan carilah ketenangan di dekat-Nya. Tidak ada persahabatan sejati selain dengan-Nya. Tidak ada ketenangan selain berada bersama-Nya setelah dirimu bersih dari segala noda hawa nafsumu.

Sobat. Hidup kita tidak lepas dari dua keadaan: Ketika mendapat nikmat dan ketika ditimpa ujian. Tatkala ditimpa ujian , hendaknya kita bersabar, meridahi ketentuan Allah, dan tetap taat kepada-Nya. Sementara tatkala mendapat nikmat, hendaknya kita bersyukur, baik dengan lisan, hati, maupun dengan perbuatan.

Sobat. Bentuk syukur dengan lisan adalah mengakui bahwa nimat yang kita dapatkan berasal dari Allah. Jangan pernah menisbahkan nikmat kepada makhluk, termasuk kepada diri kita sendiri. Sebab, kita atau orang lain yang menjadi perantara nikmat yang kita peroleh tak lebih hanyalah perantara. Hakikatnya segala nikmat bersyukur dari Allah.

Sobat. Imam al-Ghazali mengingatkan kepada kita, “Hati yang terang senantiasa mampu merenungkan macam-macam nikmat. Sebaliknya, hati yang bebal takkan mampu merasakan sedikit pun suatu nikmat, kecuali setelah diberi bencana.”

Allah SWT berfrman :

أَلَمۡ تَرَوۡاْ أَنَّ ٱللَّهَ سَخَّرَ لَكُم مَّا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِي ٱلۡأَرۡضِ وَأَسۡبَغَ عَلَيۡكُمۡ نِعَمَهُۥ ظَٰهِرَةٗ وَبَاطِنَةٗۗ وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يُجَٰدِلُ فِي ٱللَّهِ بِغَيۡرِ عِلۡمٖ وَلَا هُدٗى وَلَا كِتَٰبٖ مُّنِيرٖ  

“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.” (QS. Luqman (31) : 20).

Sobat. Ayat ini mengingatkan manusia dengan menanyakan apakah mereka tidak memperhatikan tanda-tanda keesaan dan kekuasaan Allah di alam yang luas ini? Apakah mereka tidak memperhatikan bahwa Allah-lah yang menundukkan untuk mereka semua yang ada di alam ini, sehingga mereka dapat mengambil manfaat daripadanya. Dialah yang menjadikan matahari bersinar, sehingga siang menjadi terang benderang. Sinar matahari itu dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang akan menjadi bahan makanan bagi manusia. 

Bulan dan bintang dijadikan-Nya bercahaya, yang dapat menerangi malam yang gelap dan menjadi petunjuk bagi kapal yang mengarungi lautan. Diturunkannya hujan yang membasahi bumi dan menyuburkan tumbuh-tumbuhan, dan airnya untuk minuman manusia dan binatang, dan sebagian air itu disimpan dalam tanah sebagai persiapan musim kemarau. Dia menjadikan aneka ragam barang tambang, gas alam, dan sebagainya, yang semuanya itu dapat diambil manfaatnya oleh manusia. Tidaklah ada yang sanggup menghitung nikmat Allah yang telah dilimpahkan-Nya kepada manusia. 

Dari Ibnu 'Abbas r.a., "Saya bertanya kepada Nabi SAW, 'Hai Rasulullah, apa makna nikmat lahiriah? Beliau menjawab, 'Budi baik seseorang. Dan nikmat batiniah adalah dia diberi hidayah beragama Islam." (Riwayat al-Baihaqi).

Ada orang yang berpendapat bahwa adh-dhahirah ialah kesehatan dan budi pekerti yang luhur, dan al-bathinah ialah pengetahuan dan akal pikiran. Ada pula yang mengartikan adh-dhahirah dengan semua nikmat Allah yang tampak, seperti harta kekayaan, kemegahan, kecantikan, dan ketaatan, sedang al-bathinah ialah pengetahuan tentang Allah, keyakinan yang baik, pengetahuan tentang hakikat hidup yang sebenarnya, dan sebagainya. 

Sekalipun terdapat perbedaan tentang arti adh-dhahirah dan al-bathinah itu, namun dapat diambil kesimpulan bahwa keduanya merupakan nikmat-nikmat yang dilimpahkan Allah kepada manusia dan dapat dirasakannya.

Pada akhir ayat ini, Allah memperingatkan bahwa sekalipun Ia telah melimpahkan nikmat yang tidak terhingga kepada manusia, namun masih banyak manusia yang membantah dan mengingkari nikmat-nikmat itu, seperti Nadhar bin haris, Ubay bin Khalaf, dan lain-lain. 

Mereka membantah bukti yang dikemukakan Al-Qur'an dan seruan Nabi dengan tidak berdasarkan pada ilmu pengetahuan, hujah yang benar, dan wahyu dan kitab yang diturunkan Allah.

Sobat. Jadi bentuk syukur dengan hati adalah menyakini dan memercayai bahwa semua nikmat, manfaat, dan kenyamanan yang kita rasakan baik nimat lahiriah maupun batiniah berasal dari Allah. Rasa syukur yang kita ucapkan dapat mencerminkan rasa syukur yang ada dalam hati kita.

Sobat. Bentuk syukur dengan perbuatan adalah melakukan sesuatu yang diridhai Allah, di jalan Allah, bukan di selain jalan-Nya. Jika tunduk kepada makhluk, berarti kita telah bermaksiat kepada-Nya. Termasuk tunduk kepada hawa nafsu. 

Jadikanlah ketaatan kepada Allah sebagai yang utama, dan jadikan ketaatan kepada selain-Nya sebagai bagian dari ketaatan kepada-Nya. Jika kita melakukan sesuatu di luar ketentuan di atas, berarti kita telah melanggar hukum Allah. Ingatlah ancaman Allah SWT : 

وَمَن لَّمۡ يَحۡكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡكَٰفِرُونَ  
 
Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS. QS. al-Maidah (5) : 44).

Sobat. Jadi kapan kita disebut sadar? Jika kita taubat dan Beryukur serta taat kepada Allah dan Rasul-Nya.


Oleh: Dr. Nasrul Syarif M.Si. 
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar