Topswara.com -- Dalam tiga minggu ini saya banyak berdiskusi dengan berbagai kalangan dari Kairo. Atsar Islam di masyarakat di sini sangat kuat. Mereka dekat dengan Al-Qur'an. Kita akan sangat mudah mendapati penghafal Al-Qur'an sejak usia sekolah menengah. Mereka paham sejarah masa lalunya. Mereka juga punya potensi bahasa Arab.
Dalam masalah Palestina seakan saya tidak mendapatkan suara berbeda. Kalaupun ada tentu sangat kecil. Kita semua sakit. Kita semua mengutuk Israel. Hanya itu yang bisa dilakukan masyarkat, selain tentu saja menyeru penguasa agar kirimkan tentaranya.
Saya berinteraksi dengan seorang ulama hadits, seorang profesor bahasa Arab, guru bahasa Arab, khatib dan imam, hingga tukang jagung bakar, tukang tuktuk, penjaga warung, dan tukang makaroni basyamel. Kita bicara qadhiyah Palestina. Bendera Palestina dipasang di banyak tempat, termasuk di sarana transportasi umum dan logo lembaga pendidikan resmi.
Bahkan para guru sekolah memobilisasi anak didiknya mulai sekolah menengah hingga anak-anak TK untuk melakukan aksi. Mulai doa bersama, wawasan sejarah dan penjajahan Israel, menggambar dan mewarnai bendera Palestina, mencoret wajah dengan warna hijau, hitam dan merah, memakai sorban khas mujahidin, dan lain-lain.
Semua sepakat, selain bantuan kemanusiaan, kaum muslim Palestina juga membutuhkan bantuan militer. Harus ada komando jihad dan persatuan umat Islam. Juga kritik atas sikap diam para penguasa negeri-negeri Arab.
Bahkan sampai para pedagang di pasar selalu update info dari Al Jazeera dan menunggu pidato kemenangan dari Abu Ubaidah. Abu Ubaidah adalah idola baru. Mereka juga lakukan kampanye boikot produk Israel.
Ini soal rasa. Ini potensi umat. Pada titik ini saya selalu bersyukur bahwa umat ini belum mati rasanya. Saya juga yakin bahwa darah jihad masih mengalir deras pada diri tentara Muslim. Tetapi semua terhalang kebijakan politik penguasa dan sekat negara bangsa yang melemahkan kekuatan tersebut.
Bahwa umat belum sampai pada solusi tuntas yang bisa menghilangkan penjajahan, memusnahkan Israel, membangun kekuatan politik global yang akan berhadapan dengan AS dan Eropa, dan lain-lain, ini adalah pekerjaan dakwah yang harus ditekuni dengan sabar.
Tetapi jangan sampai potensi yang masih tersisa ini (yakni perasaan) dimatikan. Ya harusnya diarahkan menjadi sebuah kesadaran. Sekarang umat larut dalam rasa itu. Rasa sakit yang sama. Dakwah pemikiran harus berjalan.
Jadi, di sini tidak ada debat-debat soal semangka baik di dunia nyata maupun di dunia maya.
Ajengan Yuana Ryan Tresna
Peneliti Raudhah Tsaqofiyyah
0 Komentar