Topswara.com -- Pemerintah mengurangi 690 ribu keluarga penerima bantuan sosial (bansos) beras 10 kg per bulan dari 21,35 juta ke 20,66 juta. Jumlah tersebut dikurangi berdasarkan hasil evaluasi Badan Pangan Nasional (Bapanas) bersama pihak-pihak terkait.
Pemangkasan dilakukan oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas) selaku lembaga yang diperintahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memimpin pembagian bansos ini. Nantinya, angka penerima baru ini berlaku untuk sisa masa penyaluran hingga akhir 2023. (cnnindonesia.com, Senin, 30 Okt 2023)
Rachmi Widiriani selalu direktur Distribusi dan Cadangan Pangan Bapanas mengatakan koreksi data penerima ini sudah berdasarkan validasi dari Kementerian Sosial, alasannya ada penerima yang sudah meninggal dunia, pindah lokasi, dan dianggap telah mampu.
Alasan seperti ini tentu layak dipertanyakan, kalupun penerima manfaat pindah lokasi, tentu masih dalam wilayah Indonesia dan masih dengan keadaan ekonomi yang sama. Sementara jika penerima manfaat dianggap telah mampu, sangat kecil kemungkinannya apalagi paska Covid yang berdampak pada melambatnya ekonomi, ditambah dengan mahalnya bahan-bahan pangan.
Kepala Bapanas (Arief Prasetya Adi) mengatakan bantuan pangan ini sangat penting bagi masyarakat berpendapatan rendah, dan Presiden Jokowi juga menjanjikan bansos beras 10 kg perbulan ini diperpanjang pada Januari 2024-Maret 2024. Asalkan, anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) masih mencukupi.
Dari pernyataan diatas, pemerintah sejatinya paham urgensi bansos bagi masyarakat berpendapatan rendah. Namun mengapa pemenuhannya dibatasi hanya sampai pada bulan Desember 2023 saja? Dan akan diperpanjang di tahun 2024 jika APBN mencukupi? Apakah pemerintah dapat menjamin bahwa setelah masa penyaluran bansos berakhir masyarakat menengah kebawah bisa berubah status pendapatannya, sehingga mampu memenuhi kebutuhan pokok?
Penyaluraan bansos sejak lama sudah memunculkan banyak masalah, mulai dari tidak meratanya penyaluran (karena tidak semua keluarga miskin mendapatkannya), penyaluran yang tidak tepat sasaran, adanya penyunatan dana bantuan, dan lain-lain. Dari kasus-kasus ini dapat dilihat bahwa dugaan manipulasi data dalam penyaluran bansos tak bisa disingkirkan.
Bansos juga menjadi area rawan korupsi. Banyak sekali kasus korupsi yang menjadi temuan KPK dilatar belakangi melalui dana bansos, mulai dari korupsi bansos Covid-19, bansos beras, dan bahan pokok lainnya. Total korupsi bansos merugikan negara miliaran hingga triliunan rupiah.
Penyaluran bansos sejatinya hanyalah Ilusi pengentasan kemiskinan semata. Karena penyaluran bansos hanya merupakan solusi yang pragmatis bukan sistemis. Bagaimana tidak pemberian bantuan dibatasi dalam jangka waktu tertentu, tanpa disertai upaya lain dari pemerintah dari segi perluasan lapangan pekerjaan dan pengendalian harga-harga bahan pokok yang terus melambung tinggi.
Sehingga, pada akhirnya ketika bansos diberhentikan karena APBN sudah tidak mampu memenuhinya, maka rakyat akan kembali kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok mereka.
Pengentasan kemiskinan tak bisa diharapkan dalam sistem pemerintahan demokrasi dan sistem ekonomi kapitalisme yang bathil, sejatinya kedua sistem ini berasaskan sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan), tak heran jika aturan Allah yang telah mengatur kehidupan manusia dengan sempurnapun diabaikan.
Karena dalam sistem pemerintahan demokrasi para penguasa terpilih melalui proses demokrasi yang mahal dan secara pasti mengandalkan kekuatan para pemilik modal.
Pada akhirnya meskipun mereka dipilih oleh rakyat, namun kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan saat menduduki kursi kekuasaan sarat dengan kepentingan serta keberpihakan pada korporasi atau pemilik modal.
Ditambah lagi prinsip kepemimpinan dalam demokrasi adalah meraih keuntungan sebesar-besarnya dengan cara meraih kekuasaan setinggi-tingginya. Kepemimpinan seperti ini hanya akan menyengsarakan rakyat, adanya bansos yang selama ini dianggarkan pemerintah pun diduga kuat hanya untuk membuat rakyat tetap bisa bertahan hidup agar tetap berdaya secara ekonomi.
Karena ketika masyarakat berpendapatan rendah mampu mendapatkan bahan pangan, maka pengeluaran untuk bahan pangan dapat ditekan. Pada akhirnya, ini akan berdampak pada terkendalinya inflasi.
Lagi-lagi semua ini hanya untuk memenuhi keserakahan para pemilik modal dan memenuhi target-target negara dalam mengendalikan inflasi. Dalam sistem kapitalisme kebahagiaan hidup disandarkan pada perolehan materi sebanyak-banyaknya.
Oleh sebab itu siapapun yang menjadi pemimpin dalam sistem ini, dapat dipastikan kebijakannya akan tetap abai terhadap pemenuhan kebutuhan rakyat. Kemiskinan dan kelaparanpun akan tetap eksis dalam sistem ini, demikian halnya dengan kesejahteraan hanya akan menjadi cita-cita yang tak pernah dapat diwujudkan.
Kondisi ini sangat kontradiktif dengan sistem Islam dalam bingkai Khilafah Islamiah. Islam mewajibkan negara bertanggung jawab terhadap nasib rakyat, bahkan menjamin kesejahteraan rakyat individu per individu dengan berbagai mekanisme, mulai dari pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok baik sandang, pangan dan papan. Demikian juga terhadap jaminan kesehatan, pendidikan, dan keamanan.
Rasulullah SAW bersabda :
“Imam (Khalifah) adalah pengurus (raa’in), dan dialah yang bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya”. (HR. Imam Bkhari)
Mekanisme ini telah ditetapkan oleh syariat Islam. Negara juga diwajibkan menjamin kualitas terbaik dan kuantitas yang memadai, jaminan negara ini berlaku untuk seluruh warga negara khilafah tanpa kecuali baik muslim maupun non-muslim.
Salah satu alasan yang bisa menjamin warga negara khilafah untuk bisa tetap menyambung hidup adalah dengan bekerja. Oleh karena itu khilafah harus membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya untuk para pencari nafkah.
Penerapan sistem ekonomi Islam akan menjadikan negara khilafah mampu menyediakan hal tersebut, melalui pengaturan kepemilikan umum (publik), yang memastikan SDA tidak boleh dimanfaatkan dan dikelola secara langsung oleh rakyat, melainkan dikelola oleh negara.
Alhasil, negara akan memiliki industri dengan jumlah yang melimpah dan membutuhkan tenaga ahli yang kompeten dibidangnya masing-masing, dalam jumlah yang cukup banyak.
Demikianlah adidayanya mekanisme khilafah dalam memenuhi kebutuhan hidup seluruh warga negaranya tanpa pandang bulu.
Oleh: Marissa Oktavioni. S.Tr.Bns
Aktivis Muslimah
0 Komentar