TopSwara.com – “Sekarang ini cari yang haram saja susah, apalagi yang halal!”
Demikian kira-kira ungkapan segelintir orang yang berputus-asa. Sekilas mungkin benar. Di tengah kungkungan kehidupan sekular-kapitalis saat ini, usaha yang halal memang makin susah. Barangkali inilah yang diisyaratkan oleh Nabi SAW:
قِلُّ مَا يُوْجَدُ فِي أَمَّتِي فِي آخِرِ الزَّمَانِ دِرْهَمُ حَلاَلٍ، وَأَخٌ يُوْثَقُ بِهِ
Pada akhir zaman nanti, di tengah-tengah umatku akan sedikit harta yang halal dan saudara yang dapat dipercaya (HR. Ibn Adi dan Ibn Asakir).
Karena itu, di tengah ragam kesulitan hidup saat ini, banyak orang akhirnya tak lagi peduli halal-haram dalam mencari nafkah. Akibatnya, banyak yang kemudian terjerumus dalam ragam dosa dan keharaman; korupsi, suap-menyuap, tipu-menipu, terjerumus dalam riba, dsb. Padahal meski hidup ini makin sulit, tentu keadaan ini tidak boleh menjadi pembenaran bagi kita untuk memperoleh harta dengan segala cara. Kesulitan hidup harus kita sikapi dengan kesabaran. Kesabaran sesungguhnya akan mendatangkan kebaikan:
مَنْ صَبَرَ عَلَى الْقُوْتِ الشَّدِيْدِ صَبْرًا جَمِيْلاً، أَسْكَنَهُ اللهُ تَعَالَى مِنَ الْفِرْدَوْسِ حَيْثُ شَاءَ
Siapa saja yang bersabar atas kekurangan makanan (kelaparan) dengan kesabaran yang sempurna, Allah pasti akan menempatkan dirinya di Surga Firdaus sebagaimana yang Dia kehendaki (Ibn Hajar al-Haitami, Al-Inâfah, I/2).
Betapapun sulitnya, mencari harta halal tetap wajib:
طَلَبُ الْحَلاَلِ فَرِيْضَةٌ بَعْدَ الْفَرِيْضَةِ
Mencari harta halal adalah salah satu kewajiban di antara sejumlah kewajiban yang ada (HR ath-Thabrani).
Bahkan Nabi SAW bersabda:
طَلَبُ الْحَلاَلِ جِهَادٌ
Mencari harta halal termasuk jihad (HR Abu Nua’im dalam Al-Hilyah).
Karena itu Allah SWT memuji hamba-Nya yang selalu berusaha keras mencari harta halal:
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ أَنْ يَرَى عَبْدَهُ تَعَبًا فِي طَلَبِ الْحَلاَلِ
Sesungguhnya Allah SWT suka melihat hamba-Nya yang bersusah-payah dalam memperoleh harta halal (HR ad-Dailami).
Harta halal juga menjadi sumber keberkahan hidup:
اَلْعَافِيَةُ عَشْرَةُ أَجْزَاءٍ، تِسْعَةٌ فِي طَلَبِ الْمَعِيْشَةِ، وَجُزْءٌ فِي سَائِرِ الْأَشْيَاءِ
Kesejahteraan (keberkahan) itu ada sepuluh bagian; sembilan bagian dalam mencari penghidupan (yang halal), satu bagian lagi dalam semua perkara (yang baik) (HR ad-Dailami).
Pertanyaannya: Halalkah seluruh harta yang kita upayakan? Jika ternyata masih bercampur dengan harta haram, tidakkah kita takut dengan ancaman Nabi SAW:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ نَبَتَ لَحْمُهُ مِنْ سُحْتٍ، النَّارُ أَوْلَى بِهِ
Tidak akan masuk surga orang yang dagingnya tumbuh dari harta haram; neraka lebih layak baginya (HR Ahmad).
Wa mâ tawfîqî illâ billâh wa ’alayhi tawakkaltu wa ilayhi unîb. []
Oleh: Ustaz Arief B. Iskandar
(Khadim Ma’had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor)
0 Komentar