Topswara.com -- Sobat. Setiap orang yang menang dalam upaya apa pun harus rela membakar kapalnya dan memutus semua jalan mundur. Hanya dengan berbuat begitu orang bisa mempertahankan kondisi pikiran yang dikenal sebagai hasrat membara untuk menang , yang
sangat penting bagi kesuksesan.
Sobat. Ada sebuah kualitas yang harus dimiliki setiap orang untuk menang , dan itu adalah kepastian tujuan, pengetahuan akan apa yang seseorang inginkan, dan hasrat membara untuk memilikinya.
Allah SWT berfirman :
وَمَآ أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ إِلَّا رِجَالٗا نُّوحِيٓ إِلَيۡهِمۡۖ فَسَۡٔلُوٓاْ أَهۡلَ ٱلذِّكۡرِ إِن كُنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ
“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,” (QS. An-Nahl (16) : 43).
Sobat. Allah menyatakan bahwa Dia tidak mengutus seorang rasul pun sebelum Nabi Muhammad kecuali manusia yang diberi-Nya wahyu. Ayat ini menggambarkan bahwa rasul-rasul yang diutus itu hanyalah laki-laki dari keturunan Adam a.s. sampai Nabi Muhammad saw yang bertugas mem-bimbing umatnya agar mereka beragama tauhid dan mengikuti bimbingan wahyu.
Oleh karena itu, yang pantas diutus untuk melakukan tugas itu adalah rasul-rasul dari jenis mereka dan berbahasa mereka. Pada waktu Nabi Muhammad SAW diutus, orang-orang Arab menyangkal bahwa Allah tidak mungkin mengutus utusan yang berjenis manusia seperti mereka. Mereka menginginkan agar yang diutus itu haruslah seorang malaikat, seperti firman Allah SWT:
Dan mereka berkata, "Mengapa Rasul (Muhammad) ini memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa malaikat tidak diturunkan kepadanya (agar malaikat) itu memberikan peringatan bersama dia." (al-Furqan/25: 7)
Dan firman-Nya:
Pantaskah manusia menjadi heran bahwa Kami memberi wahyu kepada seorang laki-laki di antara mereka, "Berilah peringatan kepada manusia dan gembirakanlah orang-orang beriman bahwa mereka mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Tuhan." Orang-orang kafir berkata, "Orang ini (Muhammad) benar-benar penyihir." (Yunus/10: 2).
Mengenai penolakan orang-orang Arab terhadap kerasulan Muhammad karena ia seorang manusia biasa, dapat dibaca dari sebuah riwayat adh-ahhak yang disandarkan kepada Ibnu 'Abbas bahwa setelah Muhammad saw diangkat menjadi utusan, orang Arab yang mengingkari kenabiannya berkata, "Allah lebih Agung bila rasul-Nya itu bukan manusia." Kemudian turun ayat-ayat Surah Yunus di atas.
Dalam ayat ini, Allah SWT meminta orang-orang musyrik agar bertanya kepada orang-orang Ahli Kitab, baik Yahudi maupun Nasrani, apakah di dalam kitab-kitab mereka terdapat keterangan bahwa Allah pernah mengutus malaikat kepada mereka.
Kalau memang disebutkan di dalam kitab mereka bahwa Allah pernah menurunkan malaikat sebagai utusan Allah, mereka boleh mengingkari kerasulan Muhammad.
Akan tetapi, apabila disebutkan di dalam kitab mereka bahwa Allah hanya mengirim utusan kepada mereka seorang manusia yang sejenis dengan mereka, maka sikap mereka meng-ingkari kerasulan Muhammad SAW itu tidak benar.
Allah SWT berfirman :
قُل لَّآ أَقُولُ لَكُمۡ عِندِي خَزَآئِنُ ٱللَّهِ وَلَآ أَعۡلَمُ ٱلۡغَيۡبَ وَلَآ أَقُولُ لَكُمۡ إِنِّي مَلَكٌۖ إِنۡ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَىٰٓ إِلَيَّۚ قُلۡ هَلۡ يَسۡتَوِي ٱلۡأَعۡمَىٰ وَٱلۡبَصِيرُۚ أَفَلَا تَتَفَكَّرُونَ
“Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat?" Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?"
Sobat. Para Rasul yang diutus adalah manusia biasa, mereka bertugas menyampaikan agama Allah kepada umat mereka masing-masing. Berlainan dengan Nabi Muhammad, beliau bertugas menyampaikan agama Allah kepada seluruh umat manusia.
Mereka memberi kabar gembira kepada orang-orang yang mengikuti seruannya dengan balasan pahala yang berlipat ganda dari Allah, memberi peringatan dan ancaman kepada orang yang mengingkari risalah dengan balasan azab yang besar.
Para Rasul itu bukanlah seperti para rasul yang diinginkan oleh orang-orang kafir, yaitu orang-orang yang dapat melakukan keajaiban, mempunyai kemampuan di luar kemampuan manusia biasa, seperti mempunyai ilmu yang melebihi ilmu manusia, ia bukan manusia, tetapi seperti malaikat, atau mempunyai kekuasaan seperti kekuasaan Allah dan sebagainya.
Dalam ayat ini Allah memerintahkan agar Nabi Muhammad menerangkan kepada orang-orang musyrik itu bahwa dia adalah Rasul yang diutus Allah, ia adalah manusia biasa, padanya tidak ada perbendaharaan Allah, ia tidak mengetahui yang gaib dan ia bukan pula malaikat.
Yang dimaksud dengan "perbendaharaan" ialah suatu tempat menyimpan barang-barang, terutama barang-barang berharga milik sendiri atau orang lain yang dititipkan kepada orang yang memegang perbendaharaan itu.
Orang-orang kafir beranggapan bahwa Nabi Muhammad, jika ia benar-benar seorang Rasul Allah tentu ia adalah bendahara Allah. Oleh karena itu, mereka meminta agar Nabi Muhammad memberi dan membagi-bagikan kepada mereka barang-barang yang berharga yang disimpan dalam perbendaharaan serta memanfaatkannya.
Anggapan orang-orang kafir itu adalah anggapan yang sangat jauh dari kebenaran, karena Allah-lah pemilik seluruh alam ini, sebagaimana firman Allah SWT:
Milik Allah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. (al-Ma'idah/5: 120).
Dalam mengurus dan mengatur milik-Nya itu Allah tidak memerlukan sesuatu pun, sebagaimana firman Allah SWT:
Dan Dia tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Dia Mahatinggi, Mahabesar. (al-Baqarah/2: 255).
Allah menegaskan bahwa Dia-lah yang memiliki perbendaharaan langit dan bumi, firman-Nya:
Padahal milik Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami. (al-Munafiqun/63: 7).
Tugas Rasul hanyalah menyampaikan agama Allah kepada manusia sesuai dengan kesanggupannya sebagai seorang manusia. Ia tidak dapat melakukan sesuatu yang tidak sanggup manusia melakukannya, kecuali jika Allah menghendakinya.
Karena itu, ia tidak akan dapat memberi rezeki kepada pengikut-pengikutnya yang miskin, tidak dapat memenangkan pengikut-pengikutnya dalam peperangan semata-mata karena kekuasaannya, ia tidak sanggup mengetahui apakah seseorang telah benar-benar beriman kepadanya setelah dibimbingnya atau menjadikan seseorang itu tetap di dalam kekafiran.
Allah SWT berfirman:
Bukanlah kewajibanmu (Muhammad) menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki¦ (al-Baqarah/2: 272)
Firman Allah SWT:
Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. (al-Qasas/28: 56).
Nabi SAW memang dapat memberikan petunjuk, tetapi petunjuk dalam pengertian irsyad dan bayan (bimbingan dan penjelasan), bukan petunjuk dalam pengertian taufik. Allah swt berfirman:
Dan sungguh, engkau benar-benar membimbing (manusia) kepada jalan yang lurus. (asy-Syura/42: 52).
Karena itu jika orang-orang kafir meminta kepada Muhammad saw sesuatu yang aneh, seperti mengalirkan sungai-sungai di padang pasir tanah Arab dan adanya kebun-kebun yang indah di sana, menjatuhkan langit bergumpal-gumpal untuk mengazab mereka, diperlihatkan Allah malaikat kepada mereka, tentu saja Muhammad tidak akan sanggup memenuhinya bahkan mustahil ia dapat memenuhinya.
Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad agar menegaskan kepada orang-orang kafir bahwa ia tidak pernah mengatakan, ia mengetahui yang gaib yang tidak diketahui manusia, karena ia tidak diberi kesanggupan untuk mengetahuinya.
Sesuatu yang gaib ada dua macam, yaitu:
Pertama, gaib mutlak (hakiki) yang tidak diketahui oleh suatu makhluk pun, termasuk malaikat. Hanya Allah sajalah yang mengetahuinya. Inilah gaib yang dimaksud dalam ayat di atas.
Allah SWT berfirman:
Katakanlah (Muhammad), "Tidak ada sesuatu pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah. Dan mereka tidak mengetahui kapan mereka akan dibangkitkan.." (an-Naml/27: 65).
Jika Allah menghendaki, maka Dia memberi tahu yang gaib macam ini kepada para Rasul-Nya, seperti memberitahu Nabi Musa seseorang dari Bani Israil yang membunuh saudaranya, setelah saudaranya yang terbunuh itu hidup kembali, setelah dipukul dengan bagian dari sapi betina yang telah disembelih.
Contoh lain adalah memberitahu Nabi Isa bahwa sesudahnya, Allah akan mengutus seorang rasul dari keturunan Ismail dan sebagainya.
Kedua, gaib nisbi (relatif), yaitu yang tidak diketahui oleh sebagian makhluk, tetapi diketahui oleh yang lain.
Sebab-sebab sebagian makhluk mengetahuinya, dan sebagian yang lain tidak mengetahuinya, di antaranya adalah karena:
Pertama, ilmu pengetahuan yang dimiliki. Orang-orang yang berilmu lebih dapat mengetahui hakikat sesuatu sesuai dengan bidang ilmu pengetahuannya dibanding dengan orang yang tidak berilmu.
Kedua, pengalaman mengerjakan sesuatu pekerjaan, seperti bergeraknya sesuatu menandakan ada tenaga yang menggerakkannya dan sebagainya.
Ketiga, firasat atau suara hati, tentang ada dan tidaknya sesuatu. Firasat atau suara hati ini diperoleh seseorang karena kebersihan jiwanya, atau karena latihan-latihan yang biasa dilakukannya untuk itu. Gaib yang tidak hakiki ini bukanlah termasuk gaib yang disebutkan di atas yang hanya Allah saja yang mengetahuinya.
Sebagian ahli tafsir, menjadikan ayat "wala aqulu lakum inni malak" sebagai alasan untuk menguatkan pendapat mereka yang mengatakan bahwa malaikat itu lebih tinggi tingkatannya dari manusia.
Tetapi bila diperhatikan benar-benar, bahwa ayat ini tidak dimaksudkan untuk menerangkan, siapa yang lebih utama antara malaikat dengan manusia. Ayat ini hanya menerangkan, siapa dan bagaimana sebenarnya seorang rasul itu.
Sebagaimana diketahui bahwa menurut kepercayaan orang-orang Arab jahiliah waktu itu, malaikat adalah suatu makhluk Allah yang lebih tinggi tingkatannya dibanding dengan tingkatan manusia. Malaikat mengetahui yang gaib dan yang tidak diketahui manusia. Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa malaikat adalah anak Allah.
Karena itu mereka berpendapat bahwa nabi dan rasul itu bukanlah dari manusia biasa, setidaknya sama tingkatannya dengan tingkatan malaikat. Mereka minta kepada Nabi Muhammad agar diperlihatkan kepada mereka malaikat itu dan hendaklah Allah mengutus malaikat kepada mereka.
Untuk membantah dan memberi penjelasan kepada orang-orang musyrik. seakan-akan Nabi Muhammad menyuruh mengikuti pendapat mereka terlebih dahulu dengan mengatakan "wala aqulu lakum inni malak" (dan aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa aku adalah malaikat).
Kemudian Allah memerintahkan agar Nabi Muhammad menegaskan kepada orang-orang musyrik itu bahwa yang disampaikannya itu tidak lain hanyalah wahyu dari Allah, bukan sesuatu yang dibuat-buat oleh Nabi.
Nabi Muhammad sejak kecil sudah dikenal sebagai al-Amin, "yang amat tepercaya". Ia diperintahkan Allah untuk menyampaikan apa saja wahyu yang diterimanya. Allah telah menjulukinya sebagai al-balagul mubin (penyampai yang nyata). Tetapi kritikan kepada beliau pun telah disampaikan seperti kasus Abdullah bin Ummi Maktum.
Kemudian Allah menegaskan bahwa tidak sama antara orang yang buta dengan orang yang melihat, orang yang mendapat petunjuk dengan orang yang tidak mendapat petunjuk, tidak sama sifat Allah dengan sifat manusia, demikian pula antara sifat dan tugas malaikat dengan sifat dan tugas Rasul.
Hendaklah perhatikan perbedaan-perbedaan yang demikian, agar nyata mana yang benar, mana yang salah, mana yang harus diikuti dan mana yang harus dihindari. Hanya orang-orang yang tidak mau menggunakan akallah yang tidak dapat melihat perbedaan-perbedaan itu.
Sobat. Tidak ada satu pun, benar atau salah yang tidak dapat diwujudkan dengan keyakinan dan hasrat yang membara. Kualitas ini tersedia untuk siapa saja. Rasulullah adalah seseorang yang memiliki hasrat dengan keyakinan kuat sehingga berhasil membangun peradaban yang agung nan mulia di dunia ini dengan Islam. Tidak ada sesuatu pun yang mustahil bagi orang yang mendukung hasrat dengan keyakinan yang kuat.
Sobat. Keyakinan adalah elemen 'unsur kimia' yang ketika dicampur dengan doa memberi seseorang jalur komunikasi langsung dengan kecerdasan tak terbatas.
Keyakinan adalah fondasi semua 'mukjizat' dan semua misteri yang tidak dapat dijelaskan dengan hukum ilmiah.
Keyakinan adalah "Obat kuat abadi" yang memberi kehidupan, kekuatan, dan tindakan kepada dorongan pikiran!
Masya Allah Laaquwwata Illa billaah !
Salam Dahsyat dan Luar Biasa!
Oleh: Dr Nasrul Syarif M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual
Bogor, 28 November 2023
0 Komentar