Topswara.com -- Menanggapi podcast Smart People yang membahas tentang Palestina, Ustaz Felix Siauw mengungkapkan bahwa isi podcast tersebut membingungkan umat dalam video pendek bertema React Podcast Palestina Smart People. di kanal YouTube Felix Siauw Official, Selasa (7/10/2023).
Ia menegaskan, ada dua poin yang benar-benar diulang terus menerus dalam video Smart People yang berdurasi selama 1 jam 7 menit, 3 detik ini. Kalau tidak salah mencatat, mungkin sekitar hampir lebih dari 20 kali pengulangannya.
"Pertama, tentang pertikaian sesama Muslim yang ada di Palestina, lebih tepatnya antara Fatah dan Hamas, dan juga konflik-konflik internal perseteruan di antara kaum Muslimin," katanya.
Kedua adalah donasi. Sehingga, selama podcast berlangsung tidak ada informasi yang berarti kecuali dua poin tersebut.
"Saya mencoba berandai-andai, jika yang mendengarkan sudah sepakat dengan perjuangan Hamas atau sepakat dengan perjuangan saudara-saudara kita di Palestina, mendukung kemerdekaan mereka dengan penuh. Maka, pasti ketika saya memiliki pandangan seperti itu, mendengarkan podcast ini dengan smart people dan kemudian ada satu narasumber, maka yang saya pikirkan pasti saya tidak suka sekali dengan isi podcast ini," lugasnya.
Dan pasti, tambahnya, punya pandangan-pandangan negatif terhadap kedua orang yang ada di podcast tersebut.
"Ketika saya men-support perjuangan saudara-saudara kita di Palestina atau ketika saya tidak men-support atau bahkan saya men-support Israel misalnya, maka saya akan menjadikan podcast ini adalah sebuah legitimasi. "Benar kan, mengapa saya support-nya Israel, karena seperti itulah kaum Muslim, sebenarnya hanya masalah politik saja, keduanya tidak ada yang benar. Bahkan donasi pun mereka tilep, dan sebetulnya mereka sendiri juga berkonflik," sambungnya.
Sehingga menurutnya, dari situ, akhirnya orang-orang berpikir, sudahlah untuk apa membantu orang-orang yang berkonflik. Dan kalau jadi tipe orang yang ketiga yaitu orang yang masih berada di tengah-tengah, belum menentukan pendapat atau orang yang memihak, tetapi masih malu-malu, sudah pasti setelah mendengarkan podcast ini akan bimbang untuk mendukung, membantu, berdonasi. Kenapa? Karena informasi-informasi yang didapat tersebut.
"Artinya apa? Kebaikan pada saudara-saudara kita di Palestina tidak ada yang mendukung. Mereka berselisih, orang yang tidak mendukung karena mereka punya legitimasi, sementara orang-orang yang berada di tengah-tengah, kemudian tidak melakukan apa pun, dan tetap berdiam diri. Inilah kesimpulannya setelah mendapatkan podcast tersebut," terangnya
Maka dari itu, katanya, jika membahas tentang komunikasi, komunikasi adalah kumpulan daripada informasi-informasi untuk mempengaruhi orang. Jadi, komunikasi bukan hanya penyampaikan informasi, bukan hanya menyampaikan referensi, bukan hanya sebuah tatap muka lalu bercakap-cakap, kemudian orang mendengarkan. Tidak seperti itu. Komunikasi intinya adalah pada apa yang terjadi ketika informasi itu sudah disampaikan. Jadi misalnya jika seseorang berbicara seperti itu, dalam kepalanya, ia mempunyai sesuatu yang mau dituju, memiliki sesuatu yang ingin orang lain dapatkan yaitu referensi yang baru.
"Artinya, jika kita menyampaikan satu atau dua hal itu terus-menerus, berarti poin penekanan kita berarti di situ. Artinya, informasi yang saya dapatkan barusan itu berkonflik dengan informasi-informasi yang sebelumnya. Sehingga akhirnya saya bimbang dan tidak bergerak. Itu sama saja ketika kita mengalami satu hal dan menyampaikan satu kejadian, tetapi kejadian yang tidak esensial yang kemudian membuat orang lain bingung. Sehingga orang lain tidak fokus lagi pada permasalahannya, sedangkan konflik sebenarnya hilang semuanya karena pemberitaan-pemberitaan yang tidak esensial," jelasnya.
Kemudian ia menceritakan kembali, Hamas dan Fatah berseteru. Pertanyaannya, mungkin tidak keduanya bertikai jika tak ada Israel di situ yang mengambil tanah mereka. Bagaimana menyikapi pendudukan Israel? Fatah berpendapat harus kompromi, negoisasi, dan buka komunikasi. Sementara Hamas tetap pada posisinya yaitu tidak membuka komunikasi, melainkan harus tetap memperjuangkan agar penjajah itu hengkang dari negeri ini. Hal tersebut tidak akan terjadi kalau Israel nya tidak ada. Jadi mengapa tidak itu dulu yang dibahas.
"Padahal, perlawanan Hamas adalah perlawanan orang-orang yang dijajah, itulah esensinya, tetapi tidak dibahas," ujarnya.
Ia mempertanyakan, kenapa kita harus fokus pada sesuatu yang membingungkan umat, dan membuat umat pada akhirnya berpikir ulang untuk menyatakan dukungan, memberikan donasi karena senantiasa ditakut-takuti, ditampilkan fakta-fakta yang tidak esensial sama sekali?
"Nah, itulah yang membuat saya bingung, untuk apa sebenarnya podcast seperti itu dibuat, di saat ketika orang membahas tentang Palestina, kenapa harus peduli pada tanah Palestina, kenapa kita harus tetap terkoneksi pada tanah Palestina? Karena di situlah tanah diIsrakannya Nabi Muhammad, di situlah beliau diangkat menjadi pemimpin para nabi. Berarti ada estafet kepemimpinan antara seluruh nabi kepada Nabi Muhammad, artinya umat Muslim juga," tambahnya.
Jadi katanya, selama 1 jam, 7 menit, 3 detik itu masih mencari jawabannya. "Namun ternyata jawabannya justru ada di kolom komentar bahwa kesimpulannya adalah seperti ini "Abang seperti mau belajar Bahasa Inggris, tetapi ngundangnya guru Bahasa Mandarin," tandasnya. [] Nurmilati
0 Komentar