Topswara.com -- Sebelum tewas oleh serangan brutal Zionis Israel, Dr. Hammam Alloh sempat menyatakan penolakannya terhadap arahan WHO untuk meninggalkan rumah sakit karena tidak rela meninggalkan para korban perang.
“Jika saya pergi meninggalkan rumah sakit, lalu siapa yang akan menolong pasien-pasien saya? Mereka bukanlah binatang! mereka punya hak untuk mendapatkan pertolongan dan kesehatan,” katanya dalam sebuah wawancara live dari Gaza yang tersambung dengan Democracy News, dan diputar kembali di kanal YouTube yang sama dengan judul, We’re Being Extermined, Hear Dr. Hammam Alloh’s Interview From Gaza Before His Death, Selasa (14/11/2023).
Ia menyatakan bahwa alasannya untuk menjadi seorang dokter bukanlah karena ingin berfikir untuk dirinya sendiri. Melainkan untuk tanggung jawabnya terhadap para pasiennya. Ia rela menempuh pendidikan dokter hingga menyelesaikan program postdoctoral selama 14 tahun, semata-mata bukanlah untuk kepentingsn pribadinya.
“Saya sudah belajar di fakultas kedokteran dan program postdoktoral, jika ditotal, saya sudah menempun 14 tahun, apakah Anda pikir saya bisa hanya berpikir untuk diri saya sendiri bukan pasien saya? Saya tanya pada Anda, apakah ini alasan kenapa anda memilik menjadi dokter? Hanya berfikir untuk diri sendiri?” tanya almarhum Dr. Alloh dalam video tersebut.
Dr. Alloh mengakui bahwasanya WHO memerintahkan para dokter untuk meninggalkan rumah sakit dan memilih hidup mereka sendiri dibandingkan pasien. Tetapi ia memilih tetap tinggal di saat banyak pasien yang memang tidak bisa diabaikan seperti bayi-bayi yang berada dalam inkubator.
Berdasarkan pengakuannya, warga di Gaza sangat mengalami kesulitan hidup. Terdapat ribuan pengungsi yang tidak punya tempat berteduh, di kelilingi air kotor, sampah, tidak ada sekolah untuk belajar, serta air bersih pun tidak bisa didapatkan untuk sekedar minum.
Dr. Alloh saat itu masih merasa beruntung dibandingkan dengan para pengungsi yang tidak punya rumah dan juga kehilangan keluarga. Karena ia dan keluarganya masih bisa tinggal di sebuah rumah yang memiliki pintu.
Para pengungsi banyak tinggal di dalam kamar-kamar rumah sakit. Departemen Rumah Sakit tidak memiliki banyak ruang sehingga para pengungsi terpaksa harus berada di taman-taman dan sekitar gedung rumah sakit.
Dr. Alloh juga membeberkan kondisi Rumah Sakit Indonesia yang ada di Gaza. Katanya, Rumah Sakit Indonesia menyediakan perawatan untuk lebih dari 400.000 warga di Gaza dan Jalur Gaza.
Menurutnya, jika Rumah Sakit Indonesia berhenti menyediakan perawatan, sama saja membawa ribuan jiwa warga Palestina dalam situasi yang sangat berbahaya.
Sementara Rumah Sakit Turki dengan kapasitas yang sangat sederhana, tetapi sebelum peperangan 8 Oktober terjadi, menjadi rumah sakit satu-satunya yang memberikan perawatan bagi pengidap kanker dari sekitaran Jalur Gaza. Meskipun ia akui tidak tahu persis jumlah pengidap dan kalangan professional yang ada di sana.
Namun, telah banyak pasien yang meninggal, karena tidak mendapatkan perawatan yang layak dari keuarga. Sebab seharusnya para pengidap kanker mendapatkan perawatan, pengobatan, dan melanjutkan kemoterapi.
Selain itu, pemadaman listirk juga terjadi seperti di Rumah Sakit Al-Syifa, yang terluas dan mewaliki 40 persen perawatan kesehatan terkuat di jalur Gaza, yang menyebabkan peralatan medis seperti ventilator dan dialisis lumpuh total. Bahkan pasein-pasein yang membutuhkan alat tersebut bisa mengalami kematian jika tidak memakai alat pembantu medis.
"Saat ini banyak pasein yang dirawat hanya dengan peralatan yang sederhana. Kami juga banyak menerima pasien diabetes saat ini di RS, karena insulin mereka tidak tersimpan di inkubator. Jadi, semuanya gak bisa kerja alatnya. Kami banyak kehilangan alat-alat medis juga alat anti jamur. Kami punya seoarng pasien yang meninggal lebih cepat minggu ini dengan kasus moure mosis. Ini adalah jenis serangan buruk dari infeksi jamur yang membunuhnya,” beber Dr. Alloh.
Saat ditanya tentang pesannya kepada Amerika Serikat sebagai negara adidaya yang seharusnya punya andil dalam menghentikan agresi Zionis Israel, ia mengatakan dua poin penting.
“Pertama, sangat penting saya kira untuk menyampaikan kata-kata ini. kami sungguh adalah manusia bukan binantang. Sehingga kami juga punya hak untuk hidup. Kedua, jika anda dan warga anda berada dalam situasi ini, apa yang seharusnya anda lakukan untuk mereka?” tegasnya.
Sudah selayaknya kata Dr. Alloh sebagai negara superpower bisa diharapkan sebagai sesama manusia. Tentunya agar lebih cepat memberikan solusi kemanusiaan dan kesehatan, serta keluar dari malapetaka dan krisis yang menimpa Gaza.
“Kami dimusnahkan, diberantas, dan anda pura-pura peduli terhadap kemanusiaan, berteriak tentang hak asasi di mana hak itui tidak pernah kami dapatkan di tempat kami saat ini. untuk membuktikan kepada kami bahwa anda tidak salah, silahkan lakukan sesuatu,” pungkasnya
(Dr. Hamam Alloh bicara dari Gaza pada 31 Oktober 2023 kepada Democracy Now, dan merupakan interview terakhir, karena Sabtu (11/11/2023) lalu ia dibunuh ketika peluru artileri Israel menyerangnya dan keluarganya. Dr. Alloh adalah dokter spesilais Ginjal yang bekerja di Kota Gaza. Ia berusia 36 tahun. Setidaknya 200 paramedia dilaporkan telah terbunuh di Gaza sejak 8 Oktober lalu) [] M. Siregar
0 Komentar